INEFFABLE | Chapter 22 - PENTAGON

582 81 67
                                    

AD-2 Office. Jakarta—Indonesia | 13.45 PM

Beberapa pegawai menyapa atasan mereka saat berpapasan, tapi berbeda dengan biasanyanya, Bos mereka tidak menjawab sama sekali. Wajahnya yang tanpa senyum semakin terlihat menyeramkan hingga membuat siapapun akan berpikir dua kali untuk menyapanya.

Keisha—Pengacara AD-2 dan anggota inti dari AD-1 merasakan aura membunuh yang membayangi Dara saat melewatinya.

"Kenapa?" tanya Keisha pada pria yang mengikuti Dara dari belakang.

"William, dia berulah lagi. Dari pagi sampai siang udah telepon puluhan kali, Dara buang jam makan siangnya buat jawab panggilan dari William. Lo tau betapa kesalnya kalau harus berurusan sama William Philips," jelas Malvin.

"Kayaknya bukan itu," kata Keisha sambil melihat Dara yang sedang berbicara dengan William didekat kaca kantor.

"Yang bikin emosi Dara meluap bukan karena William yang telepon, tapi topik pembicaraannya," celetuk seseorang.

Malvin dan Keisha menoleh.

Tiffany—Kakak ipar Dara sekaligus anggota inti AD-1 tersenyum pada mereka, sayangnya dibalas dingin saat Keisha melihat pakaian Tiffany. Wanita itu memakai dress bunga-bunga dengan pita ditengahnya.

"Gak inget umur," gumam Keisha sambil menyerahkan sebuah paperbag pada Malvin.

"Mending lo buatin dia es teh manis, gue bawain makan siang. Sebentar lagi pasti meledak," saran Tiffany sangat hafal dengan karakter Dara.

Wanita berprofesi sebagai koki itu menyerahkan sebuah paperbag  lalu meninggalkan Malvin dan Keisha. Sebelum Dara meledak tentunya.

Baru ingin berbicara, tapi Dara sudah berdiri dibelakang Malvin.

"Lo mau ngomong apa?" tanya Dara pada Keisha.

Sontak saja Keisha menyembunyikan kertas yang ia bawa sambil meringis pelan. "Nanti aja, ada yang perlu direvisi."

Dara mengangguk lalu berbalik.

BRAK!

Keisha dan Malvin tersentak saat Dara membanting pintu ruang kerjanya. Wah, entah apa yang William katakan tapi sepertinya bukan kabar baik bagi mereka yang akan terkena imbasnya. Misalnya, lembur.

Tua bangka sialan, bisanya nambah beban hidup orang, batin Malvin.

***

Tumpukan berkas yang harus dicek oleh Dara sudah habis dibacanya. Ibu dengan tiga anak itu melepaskan kacamatanya sambil memejamkan mata. Bahkan punggungnya terasa akan remuk karena belakangan ini Dara terlalu sering duduk dan bekerja. Bahkan kedua putra kembarnya mengomel setiap hari.

Bingkai foto disisi meja selalu membuat Dara merasa semangat dalam menjalani hidupnya. Sama seperti Ibu pada umumnya, selama Alexi, Atharix dan Rafael baik-baik saja maka itu sudah cukup bagi Dara.

Setelah berbicara dengan William rasanya ia sudah tak nafsu makan lagi.

"Jadi, apa tindakan lo soal ini?" tanya Malvin yang sudah mendengar cerita dari Dara.

"Dari yang gue denger. Kayaknya Alexi udah tau soal asal usulnya," ucap Keisha.

"Sebentar dulu." Lagi dan lagi Dara menghela napas sambil memijat pangkal hidungnya.

"Dia udah makan?" tanya Keisha yang dijawab dengan anggukan oleh Malvin.

"Lo pusing soal apa Dar?" tanya Keisha beralih pada Dara.

INEFFABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang