Usai rapat dengan Paragon, Saga memutuskan untuk mentraktir Sasa makan siang di dekat tempat meeting karena tidak akan keburu jika makan siang di kantor.Kini mereka duduk berhadapan di restoran cepat saji sayap ayam, dengan laptop 2-2 nya membatasi wajah mereka. Saga menyalakan laptop memang karena urusan kerja. Kalau Sasa menyalakan laptop agar wajahnya tertutup karena ia tak kuat ingin menangis.
Sasa bahkan memesan ayam dengan level kepedasan maksimal agar jika Saga sadar Sasa menangis, Sasa dapat beralasan 'Karena ayam Pak.'
Sasa masih sungguh tak ikhlas jika harus dijodohkan. Tapi semakin hari rasanya memang hanya itu satu-satunya jalan.
"Sa?"
Sasa kaget tau-tau Saga menukar piring keduanya, sehingga kini di depan Sasa ada ayam honey-lemon sauce milik Saga. "Makan punya saya aja."
"Nggak apa-apa Pak, saya kuat pedes."
"Kuat gimana nangis begitu."
Tak bisa menjawab, Sasa hanya meminum es lemon yang ia pesan.
"Kalo nggak kuat, bilang Sa. Jangan nangis sendirian."
Deg!
Ucapan seperti itu terasa berbeda saat hatinya benar-benar sendu.
Padahal mungkin Pak Saga ngomong begitu cuma karena mikir gue kepedesan.
"Nggak apa-apa Pak saya suka pedes." Tak mau terlihat benaran sedih, Sasa mencoba mengalihkan topik.
Sudah hampir dua minggu sejak liburan Sasa ke Bali dengan dalih cuti sakit yang ia pakai. Ia juga telah menyiapkan surat palsu tapi Saga tak menanyakan juga mengenai surat dokternya. Padahal susah payah Sasa edit surat sakit dari Google, sekali-kalinya Sasa melakukan manipulasi dalam hidupnya.
"Oh iya Pak, mengenai surat saya yang cuti sakit waktu itu—"
"Nggak apa-apa." Saga langsung memotong. "Tanpa surat juga saya tau kamu berobatnya liburan ke Bali."
Ngok.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Proposal | A Romantic Comedy
Fanfiction❝ Is it okay to marry the groom before their love bloom? ❞ The Proposal - 2020