Baru juga Sasa keluar dari mobil, nenek Saga sudah mengirimnya pesan.
Pantas saja Ibu mengira Saga dipanggil 'Gagah', Sasa bahkan tak bisa mengerti penulisan kalimat neneknya.
Masuk ke dalam rumah, Ayah, Ibu, dan Dio sudah duduk rapih di ruang tamu bagai tahanan siap diberi makan oleh sipir. Sebuah pemandangan langka yang membuat Sasa memutarkan bola matanya.
"Mba, gimana orangnya?"
"Itu tadi mobil dia Mba? Mba dianter dia?"
"Kalian cocok nggak? Mau lanjut nggak?""Pelan-pelan ya, jangan langsung tanya semua." Sasa duduk di pinggir sofa. "Sasa mau tanya dulu deh bu, Ibu kenal orang ini dari mana?"
"Kenapa emangnya???"
"Sasa..." Sasa bingung, ia sebenarnya belum siap diinterogasi begini. "Sasa nggak nyangka aja."
"Nggak nyangka kenapa? Baik kan anaknya? Neneknya baik banget soalnya! Bahkan pas tadi kamu pergi, ibu baru tau kalo ternyata kantor dia di daerah SCBD juga! Lumayan Mba kalo deket kan apa-apa gampang. Mba tanya-tanya ke dia nggak kantornya dimana kerjanya apa jaraknya sedeket apa dari kantor Mba."
Jangankan itu, tabiat tu laki kalo lagi marah aja Sasa udah hafal! "Iya Bu daerah SCBD juga."
"Oh ya??? Beneran deket dong sama tempat kerja kamu?? Sedeket apa Mba? Ada nggak kayak dari rumah kita ke Indomaret depan?"
Duh Bu deket banget cuma kepisah dinding kaca.
"Ya pokoknya deket deh." Sasa mengibaskan tangannya.
"Nggak penting banget sih nanya jarak kantor." Dio mulai kesal kenapa tidak masuk ke inti topik. "Mba jadi mau lanjut ketemu sama cowoknya nggak Mba?"
Kalopun gue nggak mau juga besok ketemu lagi di kantor.
"Iya mau."
"ALHAMDULILLAH....!!!" Ketiganya langsung mengangkat tangan berdoa. Sasa semakin malas melihatnya.
"Ibu belum jawab pertanyaan Sasa! Ibu kenal orangnya dari mana!?"
"Oh iya." Ibu berdeham. "Neneknya sebenernya bukan temen ibu, dia cuma pelanggan ibu yang bulan lalu umroh terus ibu nitip doa. Eh rupanya dia juga lagi gencar doain cucunya. Neneknya banggain dia banget loh, Mba. Soalnya dia udah nggak punya bapak-ibu, dia yang biayain dua adeknya, cewek, sampe udah pada punya suami, dia juga punya bisnis restoran, print/percetakan di daerah UI, kontrakan di daerah Bandung, Bogor sama Depok. Bener hidup dia cuma kurang istri aja. Makanya neneknya nggak tega, bingung ngeliat dia sendiri aja."
Pak Saga udah nggak punya orangtua?
Sasa tak menyangka mendengarnya. Apakah itu alasan Saga terkesan berwatak 'keras'? Karena ia adalah tulang punggung keluarganya. Dirinya selalu harus menjadi yang paling kuat di antara dua adik perempuannya.
Pantas juga Saga suka bingung melihat Sasa yang gemar sekali menonton serial Netflix setiap jam kosong. Dirinya yang memiliki banyak bisnis di luar pekerjaan utamanya mungkin tak mengenal kata 'free-time'.
"Oh iya Bu, Sasa baru tau kalo ternyata Ibu udah nyiapin rumah?! Untuk Sasa?! Kok Ibu nggak pernah cerita sih??!!"
"Kalo ibu cerita, kamu pasti pengen tinggal di sana sendirian dan malah makin nyaman ngejomblo!"
Ngok.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Proposal | A Romantic Comedy
Fiksi Penggemar❝ Is it okay to marry the groom before their love bloom? ❞ The Proposal - 2020