Ikrar Manajerial Nomor Empat

5.3K 796 23
                                    

Setelah menikah dengan Saga, kini setiap Sasa bertemu Somi di kantor, ia harus siap dengan lirikan sinis. Tapi anehnya, setiap bertemu Saga, Somi tetap saja tersenyum manis.

Anak-anak Business Process & Management sudah mulai menerima kenyataan. Mereka sudah mulai bisa bercanda lagi dengan Sasa. Seminggu kemarin mereka masih culture shock dan beradaptasi dengan keadaan.

"Tapi gue nggak mau deh ngomongin Pak Saga aneh-aneh sekarang." Ujar Hasbi sambil menusuk sedotan Starbucksnya. "Ngeri gaji gue terancam, anjir."

Ia kini sedang berjalan keluar Starbucks sebelah kantor bersama Hana dan Kahfi. Sudah rutinitas ketiganya menyisihkan uang bulanan untuk kopi sebagai teman gosip mereka.

"Gue pikir staff dengan chance terbesar jadi pacar Pak Saga tuh Somi... Kalian tau sendiri tu cewek ambisnya gimana ngedeketin Pak Saga." Kahfi berkata setelah menyeruput minumannya.

"Iya, njir, kalian tau sendiri kalo udah rapat Business Service Team, dia  caper banget sama Pak Saga." Kali ini Hana yang nyinyir.

"Kalian masih mending. Gue selama ini udah suudzon aja Pak Saga homo! Mana kalo gue ngegosip selalu di depan Sasa!"

Ketiganya tertawa, namun tawa mereka langsung musnah saat melihat si pemeran utama sedang bersama Eugene di cafe lain sebelah kantor. Buru-buru mereka kabur.

Padahal jangankan mendengarkan gosip mereka, Eugene dan Saga saja tak tahu anak buahnya lewat. Mereka dengan Juna sedang ingin memakan manis-manisan sehingga memutuskan untuk makan siang bersama, sayang Juna harus pergi duluan mengejar meeting di luar kantor setelah jam makan siang.

Berbeda dengan para staff, para Head Officers biasa saja menanggapi pernikahan Saga. Saat berdua ini saja Eugene membicarakan sesuatu yang dianggap sensitif bagi orang-orang kantor.

"Anak gue sedih tuh karena lo nikah."

"Siapa?" Saga memotong pancake-nya.

"Somi lah. Siapa lagi? Masa Kahfi."

Saga mengangkat alis. "Tumben lo, Ko, peduli."

"Weh, gini-gini gue sayang kali sama staff." Celetuk Eugene. "Kan ikrar manajerial nomor empat: mencintai dan mengayomi karyawan demi profesionalisme pekerjaan."

Saga tertawa. "Sebenernya gue paling nggak enak sama anak-anak gue sih, takut kesannya nggak profesional."

"Loh, bukannya justru harusnya lo nggak enak sama Juna?"

Saga yang sedang menuangkan creamer langsung terdiam. "Nggak ah? Pasti dia nggak kenapa-kenapa."

"Dia bukannya pernah nyerempet ngomong kalo suka Sasa?" Eugene memang memegang banyak rahasia dua Head Officers itu. Meski terkesan asal omong, kalau sudah urusan antar pria, ia sangat jago menutup rahasia. Padahal bisa saja ia menyampaikan ke Irene dari dulu bahwa Juna suka Sasa tapi ia kerap diam. Maka dari itu Saga berani cerita pada Eugene bahwa pernikahannya dengan Sasa hanyalah karena perjodohan.

Setelahnya, Eugene melanjutkan, "Gue takut aja sih Ga dia jadi mikir gimana gitu karena kesannya lo asal nyabet, tau."

"Tuh kan, gini nih. Pasti ada yang mikir begini." Saga membuang napas panjang. "Ko, lo inget kan gue pernah nanya langsung ke Juna pas kita abis rapat sama orang QC 'Lo serius nggak, mau sama anak gue?' dia kan jawabnya aja 'Nggak tau ya?', ya gue harus apa? Di lain sisi nenek gue juga tau-tau pesen gedung, yaudah ini mah the fate works its odd. Kalo bukan karena nenek gue ambis juga gue nggak bakal maju."

"Iya sih, gue liat-liat dia nggak maju-maju tuh deketin Sasa. Masih  nggak sih dia sama si anak BI itu?"

"Masih! Back and forth gitu lah, putus nanti nyambung lagi. Kalo berantem dia mundur, break, nanti jadian lagi.  Mereka kan pacaran dari kuliah, gue tau banget orang ceweknya temen gue juga."

Saga dan Juna adalah teman kuliah sampai keduanya terpisah kala Saga melanjutkan S3. Sebagai senior, Saga biasanya selalu menjabat posisi lebih tinggi dari Juna jaman kuliah dulu. Bahkan seharusnya di kantor ini pun Saga yang memegang titel GM, namun Saga menolak karena takut tak bisa memegang tanggungjawab berhubung ia juga memegang bisnis di luar kerja.

"Bahkan dari awal gue dijodohin sama Sasa juga gue masih diem-diem aja Ko, mantau Juna barangkali mau ngejar Sasa, hampir sebulan ada kali. Maksud gue tuh 'Kalo mau maju, go on. Gue kasih waktu.' yah ini dianya aja nggak ngapa-ngapain malah gue liat masih suka telfonan aku-kamu sama mantannya. Kan nggak jelas."

"Iya sih, Juna indecisive banget urusan pacar, nggak kayak kalo lagi kerja."

"Nah itu dia, yang ada si Sasa sama Juna diseriusin nggak, dijadiin pelarian iya. Apalagi nih ya Ko, sebagai atasannya, yang gue liat si Sasa tuh orangnya indecisive juga. Kasian kalo sama Juna malah jadi nggak cocok."

"Jadi maksudnya Sasa kalo sama lo cocok?"

"Iya."

Memang hanya seorang Saga Pradipta yang bisa santai berbicara seperti itu.

"Cocok kan bukan berarti cinta."

Bagaimana mau membicarakan cinta? Kemajuan pembicaraan rumah tangga di antara Saga dan Sasa sejauh ini saja hanyalah 'Bapak masak di hari genap ya, saya di hari ganjil'.

Malam pertama mereka? Saga langsung buka laptop mengurusi surat untuk penambahan lahan bisnis kos-kosannya di Bandung. Sasa? Ia kelewat lelah hingga tidur dengan make-up yang masih belum sepenuhnya bersih dicuci.

Di hadapan Saga, Eugene sampai bergeleng-geleng tak habis pikir, "Tapi lo ngomong kayak gitu jadi kesannya cinta Sasa beneran sumpah."

"As a staff? Yes." Saga tersenyum simpul. "Kan ikrar manajerial nomor empat."

The Proposal | A Romantic ComedyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang