"Jek pokoknya sampe kapanpun lo nggak boleh lupa sama kita!"
Suasana gathering mengharu biru. Sebenarnya setiap gathering selalu didesain menghibur dan penuh canda tawa, namun karena Jek akan resmi keluar, dan hampir seluruh karyawan kantor mengenal pria tampan itu, jadilah ada adegan-adegan yang membuat tangis ketika Jek diberi kesempatan mengucapkan terima kasih.
Gathering malam itu bertema garden party. Dengan bangku-bangku berbalutkan kain putih di taman dengan pemandangan kolam berenang dan lampu cabai bergantungan, keadaan sangat terasa sendu apalagi saat Jek menyebut satu-satu staf Business Process & Management.
Ia berjanji bahwa jika ia pergi pun ia akan tetap menjaga silaturahmi. Hasbi di bangkunya langsung mengangkat jempol dan menyuruh orang-orang bertepuk tangan. Memang di balik keduanya yang sering adu mulut sebenarnya mereka berdua saling peduli. Staf BPM juga berjanji akan tetap mengajak Jek jika ingin nongkrong bersama berkeli-ling ibu kota.
Di penghujung acara, mereka pun berfoto di tepi kolam berenang. Dress code gathering yang berwarna putih membuat foto mereka seakan bernuansa pesta pernikahan.
"Next nikahan pokoknya harus undang gue ya walaupun gue udah nggak kerja sama kalian!" Jek berkata ketika sudah di mobil, melihat-lihat gambar tadi di ponselnya. Kini mereka sudah dalam perjalanan pulang. Hasbi sudah lebih dulu turun, menyisakan Sherin yang duduk di sebelah Jek dan Sasa yang duduk di sebelah bangku kemudi. Saga sedang ke ATM sebentar untuk mengisi saldo kartu e-money. Tak jauh dari sana, Sherin akan turun dengan Jek berhubung rumah keduanya berdekatan.
"Hasbi sih kayaknya yang bakal duluan. Gue denger-denger dia udah fix bentar lagi nikah, udah ngurus catering sama gedung." Ucap Sasa sambil menoleh ke belakang.
"Siapapun pernikahannya yang pasti bukan pernikahan gue sih, secara gue aja udah putus."
"Putus?" Ucapan Sherin membuat Jek langsung menoleh.
Keduanya saling menatap, dan Sherin menganggukkan kepalanya mantap. Andai keduanya tahu, mereka berdua sama-sama saling berharap.
"Sorry lama." Saga yang baru saja masuk mobil memecahkan pandangan mereka. Pria itu meletakkan ponsel dan beberapa barangnya di sela-sela dua bangku depan. "Kalian jadi turun di deket sini?"
"Jadi, Pak."
Saga melirik ke arah Sherin dan Jek bergantian dari kaca tengah mobil. "Sherin naik apa dari situ? Dianterin Jek?"
"Iya, Pak."
Setelahnya, Saga pun menjalankan mobil dan menyalakan radio. Perjalanan malam itu diisi dengan percakapan mereka yang sedih melepaskan si tukang lawak itu. Meskipun tempat kerja Jek juga tak jauh dari kantor mereka, tetap saja mereka seperti tak rela membiarkannya pergi.
Sesampainya mobil di tempat Jek dan Sherin turun, Saga dan Sasa pun kembali menoleh ke belakang, melambaikan tangan hingga bergantian memeluk Jek.
"Thank you ya Pak! Bye...!"
"Yes Jek Bye...!"
"Mba Sasa byeeee...!"
"Byeee hati-hati yaaaa!"
Drk
Setelah Jek dan Sherin menutup pintu dari luar, suasana mobil langsung berubah dengan sunyi dan ketegangan menyelimuti.
***
Kalau setiap jenis perasaan ada namanya, harusnya Sasa tahu yang ia rasakan apa definisinya. Ia tidak hanya sedih. Ia marah, ia muak, ia ingin menangis, ia bahkan merasa malu. Malu mengapa mau membuka hati untuk Saga.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Proposal | A Romantic Comedy
Fiksi Penggemar❝ Is it okay to marry the groom before their love bloom? ❞ The Proposal - 2020