"Halo semuaaa."
Staff unit Business & Process Management sedang bersiap-siap pulang saat Eugene masuk ke dalam ruangan, menjemput Irene untuk pertama kali sejak seminggu yang lalu ia dinas ke Balikpapan.
"Wah! Udah lama nggak ngeliat wajah tampan koko." Hasbi yang sok dekat dengan bos unit AM itu tersenyum lebar.
"Haha bisa aja kamu. Oleh-oleh Balikpapan senin ya. Lupa bawa saya tadi, buru-buru kelupaan abis malem jumatan."
"Heh mulutnya dijaga." Irene memukul pundak Eugene pelan.
"Nggak apa-apa udah pada gede kale." Eugene tak peduli melihat Irene merengut. "Tuh Sherin aja lipstick-an. Mau kemana sama Jejer? Udah wangi juga tuh dia."
"Orang cuma mau makan Taichan sama anak-anak kok Pak!"
"Oh kirain." Eugene tertawa bersamaan dengan Saga yang keluar ruangannya dengan sebuah berkas di tangannya.
Entahlah, hari ini Sasa takut sekali melihat Saga. Rasanya deg-degan membayangkan anak-anak akan mendapatkan undangan. Sasa tidak siap, sampai-sampai ia tadi ide mengajak makan di Sate Taichan Senayan agar mengulur waktu mereka melihat undangan pernikahannya.
"Eh, Ga. Malem sabtu gini masih megang proposal aja lu." Eugene menunjuk tangan Saga. "Padahal gue denger-denger jumat lalu menipir ke Mandarin lo? Friday night routine apa gimana?"
Anjriiiit!!!
"Oke juga main lo." Eugene masih melanjutkan.
Sasa sendiri langsung saja pura-pura mematikan CPU. Sedangkan anak-anak lain langsung pasang telinga. Bagi mereka, mendengar gosip di depan muka langsung merupakan asupan besar.
Pak Saga, saya percaya sama bapak. Plis jangan malu-maluin saya di depan SATU UNIT BEGINI YA PAK.
Tidak seperti Sasa yang tegang, Saga hanya tertawa menjawab Eugene.
"Yah ketawa doang lo, kalah sama JK."
"Wah pak saya sih friday night banter-banter open table Colosseum, sayang duit kalo nginep di Mandarin." JK menyambar.
"Eh gue juga nggak nginep kali." Saga langsung meluruskan. "Orang cuma ngurus sewa gedung nikah."
HAH??!!
Hening.
Sherin yang sedang minum bahkan langsung tersedak. Hanya deru AC yang membuat ruang Business Process and Management bersuara.
"Gedung nikah Mas?" Hasbi sudah tidak tahan, ia langsung bertanya pada inti.
"Mau nikah lo? Sama siapa? Kok nggak pernah ngomong-ngomong?"
Sasa mati-matian tidak mau terlihat mati kutu. Segala hal dalam tasnya ia pura-pura obrak-abrik padahal ia tak tahu harus apa. Keringat dingin sudah jatuh perlahan di pelipisnya.
Di lain sisi Saga benar-benar terlihat santai dengan akting natural. Ditanya Eugene, ia hanya mengibaskan tangannya, mengisyaratkan nanti-juga-kalian-tau.
"Sasa."
Damn.
Saga lalu menghampiri Sasa untuk memberi proposal, tapi Sasa tak tahu karena ia masih asyik pura-pura mencari headset.
"Y-y-ya Pak?" Menatap mata Saga saja membuat wajah Sasa memerah.
"Ini proposalnya udah oke, submit aja langsung ke Pak Juna soft-copy nya."
"I-i-iya Pak."
Dengan santainya Saga langsung pamit pulang kepada semuanya dan keluar dari ruangan. Padahal jantung Sasa sudah bergetar bagai bedug maghrib.
"Sa lo kenapa...?" Sherin menatap Sasa bingung melihat wajah temannya itu pucat pasi.
"Gue udah takut aja masih disuruh revisi. Untung ternyata udah boleh submit."
Jago juga skill nge-les lo Sa.
"Guys gue kayaknya nggak bisa jadi ikut ya? Gue mendadak nggak enak badan..."
"Yah, Mba? Kan Mba Sasa yang ngajak?
"Gue kayaknya mau dapet deh..." Sasa pura-pura memegang perutnya. "Lemes banget...."
Dan dengan alasan itu, Sasa berhasil kabur. Menunggu jam berlalu membuat otaknya tak bisa berpikir jernih. Selama di KRL ia hanya bisa berdoa dan pura-pura tidur. Sampai di rumah ia mandi dan menonton film. Ingin rasanya menjauhkan diri dari HP.
Meski matanya sesekali melirik benda tersebut.
Ia tak pernah segila ini seumur hidupnya.
Drrrt.
Drrrt.
Drrrrrrrrrrrrrttrtrtrrrt.
Ketika pukul delapan malam banyak notifikasi masuk ke HP-nya, Sasa pasrah menghadapi kenyataan hidupnya.
"Ok, this is the time."
×××
KAMU SEDANG MEMBACA
The Proposal | A Romantic Comedy
Fanfiction❝ Is it okay to marry the groom before their love bloom? ❞ The Proposal - 2020