Post-Holiday-Depression

2.9K 229 7
                                    

"Morning guys."

Hasbi datang ke ruangan dengan nyawa setengah melayang, padahal hari sudah menjelang akhir pekan dan biasanya pasti Hasbi yang menyambutnya paling bahagia. Akhir pekan minggu ini semua terasa berbeda berhubung akhir pekan pertanda mereka akan mendekati gathering kantor perpisahan Jek dan mereka tidak mau menghadapinya.

Sudah lima hari Sasa bekerja di kantor sejak liburan bulan madunya dan Jek sudah boleh tak bekerja menyelesaikan last obligatory proposal sebelum resmi mengundurkan diri. Memang jika menghadapi tugas resign, karyawan sudah diizinkan tidak masuk kantor karena sudah tidak ada pekerjaan lagi yang menuntut mereka untuk datang.

Rasanya aneh sekali Sasa meninggalkan kantor untuk liburan dengan perasaan bahagia, sedang ia kembali dengan satu persatu kesedihan mendatanginya. Jek sebenarnya masih mau saja masuk kantor, namun ia dapat kabar kalau staf penggantinya akan mulai pindah setelah akhir pekan sehingga ia sudah harus mengosongkan kubikelnya kemarin. Sedih rasanya melihat ia memindahkan barang-barang, semua staf unit BPM sampai menangis saat Jek melambaikan tangan keluar ruangan.

Sasa sendiri tak paham bagaimana unit BPM begitu dekat seperti keluarga di saat biasanya kantor metropolis erat kaitannya dengan persaingan. Maka dari itu ia sangat nyaman berada di antara empat staf lain itu. Jika saja bukan karena Saga, mungkin ia tak pernah terpikirkan untuk mengundurkan diri.

Ya, selama lima hari terakhir ia bekerja, menghadapi Saga adalah hal yang paling membuatnya ingin hengkang dari pekerjaan. Pulang dari Amerika kemarin pria tersebut terus saja hanya di kamar, tak menyapanya bahkan tak menunjukkan batang hidungnya. Sepertinya sudah perjanjian nonverbal bagi keduanya untuk tidak perlu memasak untuk satu sama lain. Ketika di rumah saat malam tiba, tidak ada yang menyentuh dapur sama sekali. Keduanya sudah membeli makanan di luar. Berangkat dan pulang kantor pun Sasa hanya sendirian, tak sudi naik mobil Saga lagi. Sasa seperti dirinya sebelum menikah kembali dengan rutinitas awal naik kendaraan umum dan transportasi online.

Sebenarnya yang lebih menyakitkannya lagi adalah ketika mereka sudah berada di kantor. Karena Sasa mau terlihat profesional, ia pasti harus terlihat baik-baik saja di depan teman-temannya. Jadilah ia bekerja sebagaimana mestinya. Tapi justru itu permasalahannya. Di kantor, Saga benar-benar bertingkah seakan mereka tidak sedang dilanda masalah. Ia bahkan mengajak Sasa bicara seperti tak ada apa-apa.

'Sa deadline tanggal 26 bisa jadi tanggal 29 kok nggak apa-apa'

'Sa ini tugas tambahan cuti kemaren'

'Sa revisi terakhir kok belum masuk email saya, ya? Nggak ada problem kan?'

Saga berbicara seakan mereka masih sama seperti Saga-Sasa yang sebelumnya. Tanpa masalah, tanpa saling berdiam di rumah, tanpa rasa amarah. Jika melihat Saga mendiamkannya saja sudah cukup menyakitkan, bayangkan melihat Saga biasa saja di depan orang-orang. Sikap itu membuat Sasa tak tahu harus apa.

"Si Jek hari ini masuk nggak ya?" Hasbi menatap bangku Jek yang kosong. Rena dan Sasa yang sudah duduk di bangkunya hanya mengangkat bahu sedih.

"Eh, Hasbi udah dateng." Tiba-tiba Sherin masuk dari luar dengan beberapa berkas di tangannya. Perempuan itu memang sering datang paling pertama, tak aneh ia sudah kesana-kemari di saat Hasbi, Rena dan Sasa baru meletakkan tas di kubikel masing-masing.

"Sher kata lo Jeka hari ini dateng nggak?"

Saraf wajah Sherin mengendur. "Nggak usah bahas deh. Sedih."

Sherin pun berjalan masuk ke ruangan Saga untuk meletakkan berkas-berkas yang dititip Juna untuk unit BPM. Namun di tengah langkahannya, ia berhenti membaca salah satu berkas.

The Proposal | A Romantic ComedyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang