Post-it Note

3.3K 270 16
                                    

Kalau memang Sasa bisa menentukan warna dari hari-hari bulan madu mereka, seharusnya ia tak gegabah memilih warna pelangi menjadi hari penutup liburan Saga dan Sasa. Karena faktanya, meski dihiasi gradien mejikuhibiniu, rupanya malam itu ditutupi warna kelabu.

Hancur. Hancur sehancur hancurnya. Ketika Saga menelepon Juna dan memutuskan keluar, Sasa tak tahu apa yang mereka bicarakan tapi ia sadar betul memang ada yang tak beres karena Saga tak kunjung masuk ke dalam. Sasa pikir mereka sedang membicarakan pekerjaan. Ditunggunya pria itu sambil Sasa duduk dalam diam. Setengah jam, satu jam, dua jam. Hingga Sasa memberanikan diri membuka pintu, pria itu tidak ada di luar. Entah kemana, chat Sasa pun tidak dibalas olehnya.

Sepanjang malam Sasa menunggunya, sendirian, sesekali melihat ke luar, barangkali ada pria itu sedang berjalan di trotoar. Tidak ada tanda-tanda keberadaannya. Padahal besok pagi Saga sudah harus pulang. Memang dari yang Sasa lihat barang pria itu sudah rapih tersusun di kopernya, namun tetap saja bukankah mereka seharusnya menghabiskan malam terakhir bersama?

Pria itu kemana?

Sasa mencoba membuka akun Instagram teman-teman Saga, mencari nama Olivia. Ada satu akun yang juga diikuti oleh Juna. Sayang-nya akun tersebut terkunci, juga terlihat tak aktif karena tak menggunakan foto dan tak juga memiliki banyak unggahan foto.

Sasa menggigit bibir, sesekali melihat ponselnya berharap ada pesan dari Saga. Hatinya seperti ditusuk sampai air matanya terjatuh. Ia duduk, berdiri, berjalan keluar, hingga mencoba tidur. Tetap saja tak bisa. Pria itu tak datang juga. Sasa bahkan merendahkan dirinya dengan implisit memberi pesan 'I'm waiting in case you thought I'm sleeping'.

Gegabah sekali Sasa, berpikir ia akan menjadi yang menang malam ini. Gegabah sekali ia, berpikir Saga juga ingin bercinta dengannya. Bodoh sekali, Sasa sampai dua kali menunjukkan badannya untuk pria itu selama liburan ini.

Bodoh. Benar-benar bodoh. Sudah jelas tadi siang Saga berimplisit alasan Anya pergi darinya saja karena Saga tidak mau serius. Apa yang membuat Sasa berpikir ia lebih spesial hingga membuat Saga mau serius dengannya?

Sasa membodohi dirinya sendiri memikirkan satu hari tadi merupakan jembatan bagi ia dan Saga untuk memulai hubungan baru. Padahal mungkin di mata pria itu, permainan tetaplah permainan. Tak ada yang perlu dilebih-lebihkan. Jika ada perjanjian maka ikutilah perjanjian. Kalau kemarin Sasa bilang tak mau bermain sampai tengah malam maka memang hanya sampai pesta dansa mereka menutup hubungan. Tak ada penentuan pemenang, Saga saja tak ada di kamar sekarang. Kalah telak Sasa tahu hatinya mencintai pria itu.

Ketika jam menunjukkan pukul satu, lama-lama Sasa tertidur termakan waktu. Ia bahkan terlelap tidak sebagaimana mestinya, tanpa masuk ke selimut ia menjadikan tangan sebagai bantal.

Sasa hanya berharap semoga ia dapat terbangun saat Saga datang. Sekedar menanyakan pria itu habis dari mana dan apa alasan ia keluar malam-malam bukannya tidur di kamar.

Jam di dinding terus berputar, matahari pun mulai menunjukkan cahayanya dari ufuk timur. Saga datang ketika jam menunjukkan pukul empat dan ia bersiap-siap tanpa sama sekali membangunkan Sasa. Sengaja tadi malam pria itu tak mau masuk kamar sampai perempuan itu berkemungkinan telah tertidur pulas. Saga sedang ingin sendirian tak berbicara dengan siapa-siapa.

Hingga akhirnya jam sudah menunjukkan pukul sembilan, mata Sasa terbuka dan mendapati seluruh barang Saga sudah tidak ada. Kopernya, bajunya, tas laptopnya, hingga barang-barangnya di kamar mandi semua sudah bersih tak tersisa.

Sasa tak tahu pukul berapa pria itu datang, pukul berapa pria itu pergi keluar, hingga baju apa yang dikenakan pria itu saat pergi. Sasa hanya dapat terduduk dengan pandangan mengawang, tak tahu apa yang harus ia lakukan. Pesannya bahkan tak dibalas.

Ia pun menatap ke arah pintu balkon, ke arah waktu itu kaki Saga terpentuk melihat Sasa hanya berbalutkan handuk. Sasa sangat bahagia saat itu. Pagi ini, dengan perasaan berbanding terbalik, angin di luar pun terasa seperti menusuk, mencekik Sasa membuat ia kembali ingin merutuk.

Menggigit bibir lama, Sasa pun melangkahkan kaki ke kamar mandi. Ia ingin cepat pulang ke Indonesia saja, seketika New York tak indah lagi baginya.

Ketika ia melangkah, matanya menangkap sebuah sticky notes berwarna kuning di kabinet sebelah TV, tempat Sasa meletakkan kopernya. Sasa pun terhenti dan membaca kata-kata yang tertera di atasnya.

Maaf saya pergi tadi malem, roamed around NY wanted to exhaust myself supaya bisa tidur di pesawat. Have a safe flight. Sorry I forget to tell you last night was amazing. Thank you.

***

The Proposal | A Romantic ComedyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang