"Hoaaamm!!!"
Suara burung yang bercicit di balkon kamar membangunkan Sasa dari tidur panjangnya. Sasa pun meregangkan otot-ototnya. Cukup pegal ia tidur hampir seharian di balik selimut dua puluh empat jam penuh. Melihat ponselnya, Sherin baru saja mengirimnya pesan.
[Sherin]: Morning Sa
[Sherin]: HAHA TAU AJA
Akibat telepon kemarin, Sasa memutuskan untuk mengikuti kata-kata teman dekatnya itu. Tak peduli perasaan mereka bagaimana, yang penting Saga adalah miliknya.
Jam dinding menunjukkan pukul sepuluh pagi. Sejak Sasa dan Saga pindah hotel, Sasa terus saja tidur. Selain itu, paling-paling perempuan itu hanya minum air isotonik penyegar badan. Kalau bukan untuk sarapan pukul tujuh tadi, mungkin Sasa akan bablas tidur sampai jam sepuluh saat ini. Setelah sarapan pun ia tidur lagi. Pegal juga rasanya hanya meringkuk di kasur, padahal ia sudah berada di hotel dengan pemandangan danau Central Park. Sayang sekali kalau pemandangan taman tersebut ia lewatkan begitu saja.
Jadilah Sasa melangkah ke pintu balkon dan membukanya.
Cklek
Embusan angin langsung menyambut badan Sasa. Tangannya ia regangkan, matanya terpejam dan ia menarik napas dalam-dalam. Dengan hawa penuh oksigen dari pepohonan Central Park, ia mengangkat senyumnya.
"So beautiful." Ia bergumam.
Berbeda dengan nuansa hotel mereka sebelumnya, Saga memutuskan untuk menginap di The Plaza setelah insiden kemarin. The Plaza adalah hotel yang berada tepat di depan Central Park. Hotel itu bernuansa klasik ala bangunan Perancis dengan dinding putih kerajaan yang mendominasi lobinya. Pelanggan memasuki hotel pun disambut dengan chandelier besar di tengah ruangannya.
Sasa menyenderkan tangannya ke dinding balkon, menatap bentangan taman Central Park seluas 341 hektar itu. Lama-lama ia tak enak juga dengan Saga. Jika dipikir lagi, kejadian kemarin memang dapat merenggut nyawa. Tapi Sasa tetap tak paham untuk apa Saga menyewa kamar di hotel semewah The Plaza. Harga masuknya saja dua kali lebih mahal dari hotel mereka sebelumnya. Berhubung The Plaza merupakan hotel yang dijadikan lokasi syuting Home Alone 2, tak aneh tempat itu menjadi salah satu yang disegani di pusat kota selain JW Marriott dan Ritz Carlton yang juga berjejer dengan lokasi The Plaza.
Setelah pindah hotel, Saga dan Sasa tidur di kamar dengan kasur yang terpisah. Kamar mereka terisi dua kasur single bed yang terpisah meja nakas kecil dengan lampu gantung di atasnya. Kasur Sasa berada di dekat pintu balkon sedangkan kasur Saga berada dekat kamar mandi.
Akibat hotel sebelumnya merupakan pesanan ibu dan meminta kasur tambahan pasti akan ketahuan karena reservasi hotel bukan atas nama mereka, jadilah sebelumnya mereka tak bisa berbuat banyak urusan kasur dan tidur. Jauh sangat melegakan bagi Sasa sekarang ia dan Saga tak tidur di atas kasur yang sama, karena dengan nyaman ia bisa tidur semaunya tanpa harus takut tiba-tiba bangun pagi sudah berpelukan dengan Saga. Sungguh ia tak mau kejadian drama seperti itu terjadi pada pernikahan mereka.
Cklek
Pintu kamar yang terbuka membuat Sasa menolehkan kepalanya. Saga sepertinya baru pulang berolahraga. Tadi usai sarapan, mereka berdua pisah tujuan karena Sasa mau lanjut tidur sedangkan Saga pergi ke area fitness hotel.
Sasa pun masuk ke dalam kamar menghampiri Saga. Ia bertingkah biasa saja seakan insiden kemarin tak mempermasalahkannya di saat Saga masih banyak diam. Tadi malam memang Sasa banyak tidur, jadi keduanya tak banyak bicara. Tapi ketika Sasa sudah segar pun Saga tetap tak menyapanya. Ketika sarapan juga ia memakan makanannya dalam diam, rasa khawatir masih menghantuinya. Bahkan ia sempat bertanya untuk membatalkan tiket konser mereka nanti malam karena takut Sasa masih lemas, yang mana hal tersebut langsung ditolak Sasa.
"I'm fine, Pak! Saya udah sehat." Begitu Sasa meyakinkannya.
Diam-diam Sasa perhatikan, Saga masih tak mau berbicara di saat Sasa sudah duduk di pinggir kasur menatapnya. Akhirnya Sasa memutuskan untuk bertanya basa-basi pada pria tersebut.
"How's the gym area?"
"Good."
Cemberut Sasa melihat ekspresi dingin Saga.
Pada akhirnya pun Sasa menjulurkan tangannya ketika Saga berjalan ke kasur, membuat langkah Saga terhenti.
"Maaf..." Sasa bersuara kecil. "Maaf saya nggak bawa HP..."
Seketika raut wajah Saga mencair. Sarafnya langsung melembut. "Feeling better?"
Sasa mengangguk.
Kedua ujung bibir Saga pun terangkat. "Central Park, shall we?"
Tersenyum Sasa mendengarnya.
Setelahnya pun Saga mengacak-acak rambut istrinya itu. "Lain kali bawa HP."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
The Proposal | A Romantic Comedy
Fanfiction❝ Is it okay to marry the groom before their love bloom? ❞ The Proposal - 2020