Mertua yang Baik | Ini Bukan saatnya

1.5K 203 18
                                    

(Namakamu) tengah menyiapkan pakaian kerja iqbaal, Lelaki itu tengah berada di kamar mandi setelah beberapa menit yang lalu ia dibangunkan oleh (namakamu)

clek!

(Namakamu) melirik sekilas pada pintu kamar mandi yang telah terbuka, Tak lama muncul iqbaal yang tengah berjalan kearahnya sembari menggosok-gosokkan rambutnya dengan handuk, tenang guys pake celana kok tapi less shirt aja

(Namakamu) menghela nafasnya lalu ia beranjak pergi ketika iqbaal sudah berada didekatnya, "Roti sama susu udah aku siapin, Kamu tinggal makan aja."

Iqbaal yang tengah menggosok-gosokan rambutnyapun terhenti lalu ia beralih menatap kepergian (namakamu), Ia terdiam bungkam. Tangan kanannya terulur untuk mengambil kemeja kerjanya sebelum memakainya ia menatap kemeja itu lamat-lamat

"Makasih," Iqbaal tersenyum kecil

Iqbaal turun dari tangga dengan sesekali ia merapihkan dasinya yang menurutnya terasa kurang pas dilehernya, Kedua matanya menangkap sosok wanita yang sudah dipastikan itu (namakamu) yang tengah duduk sembari mengunyah dengan raut wajah yang datar

Setelah iqbaal duduk ia melihat (namakamu) tengah minum susu sepertinya istrinya itu sudah selesai sarapan

"Nanti siang aku mau izin keluar rumah," Sahut wanita itu lalu bangkit dari duduknya ketika hendak melangkah iqbaal mencekalnya

"Kemana?"

"Rumah bunda," jawab (namakamu) hendak melangkah, namun lagi-lagi iqbaal tahan

"Wait? What?" Kekeh iqbaal

(namakamu) mengeryit, Ia melihat iqbaal yang bangkit dari duduknya lalu lelaki itu beralih menghadap pada dirinya, "Mau ngapain kesana?"

"Aku menantunya Bunda, Emangnya salah aku main kesana? Harus ada apa-apanya dulu?"

Iqbaal mengangkat kedua bahunya disertai senyumannya, "ya siapa tau aja, Kamu mau bilang sama mereka kalau aku mau nikah lagi,"

(Namakamu) tersenyum miring  pada iqbaal, "Kamu tenang aja, Aku bakalan bilang sama mereka kok, Tapi bukan sekarang. Tunggu aja ya?" Ujarnya lalu melengos pergi sebelumnya ia menepuk bahu kiri iqbaal

Senyumannya yang tadinya terpasang diwajahnya kini melebur begitusaja ketika mendengar ucapan (namakamu),

(Namakamu) menutup pintu dengan keras, Lalu ia menyandarkan tubuhnya dengan raut wajah yang mencoba untuk menahan tangisannya

"Hiks!"

(Namakamu) menutup rapat-rapat mulutnya, Ia tidak ingin iqbaal mendengar tangisannya. Ia tidak ingin dianggap lemah oleh pria itu, Sudah cukup ia menangis ketika mengetahui pria itu akan menikah lagi dan itu yang terakhir kalinya ia menangis pria tak tahu diri itu

Tangan kanannya berada di dada, Menahan tangisan cukup membuat dadanya sakit. Kenapa ini?

"shh, aws!"

(Namakamu) berjalan tertatih-tatih kearah sofa yang ada dikamarnya sembari memegangi dadanya

"Ad--duhh, sesek banget."

(Namakamu) barusaja tiba dirumah sang mertua. Senyumannya terbit tatkala pintu terbuka. Munculah wanita paruhbaya dengan rambut putih yang terpampang sangat jelas

"Bu (namakamu)?"

"Bi wati apakabar?"

Wanita bernama Wati itu tersenyum ramah seraya mengangguk kecil, "Alhamdulillah baik bu, Silahkan masuk."

(Namakamu) mengangguk sebelum masuk ia menghembuskan nafasnya, "I-iya bi,"

"Assalamualaikum.."

"Waalaikumsalam, ehh-- menantu Bunda dateng, Kok gak bilang-bilang sih? Iqbaal mana?"

(Namakamu) terkekeh mendengar deretan pertanyaan dari sang mertua, Selalu begitu. "Aku capek nda, Mau duduk dulu boleh gak?"

Aisyah-- Mertua sekaligus Bunda dari iqbaal, Menepuk keningnya pelan. "Astagfirullah! Maaf ya sayang. Bunda jadi lupa nyuruh kamu duduk, Ayo nak duduk-duduk,"

"Ayah kemana nda? Kok sepi?"

"Ayah pergi sama temen-temennya, Biasalah olahraga golf dari pagi sih, Mungkin sebentar lagi pulang," jawab Aisyah sembari membenarkan anak-anak rambut yang menghalangi wajah (namakamu)

"Ohiya, Kamu kesini sendiri? Iqbaal mana?"

"Iqbaal kan kerja nda, Jadi wajar aja aku kesini sendiri." Kekeh (namakamu) ia berusaha untuk menjawab dengan baik walaupun kalau boleh jujur ia malas untuk membicarakan tentang pria itu

"Tapi gak biasanya lho!"

(Namakamu) tersenyum pada Aisyah, "Eum-- nda, Maaf ya aku gak bawa apa-apa, Soalnya aku dadakan mau kesininya."

"Iya gapapa kayak sama siapa aja,"

Mereka berdua sama-sama terdiam, Aisyah yang mengelus pipi (namakamu) sedangkan yang dielus malah sibuk memikirkan hal yang akan dilontarkan olehnya pada Aisyah

"Permisi, Silahkan diminum bu.." Wati meletakkan dua cangkir teh hangat sertai dua toples makanan ringan dimeja, "Saya permisi kebelakang,"

"Makasih bi,"

"Ayo diminum sayang," Titah Aisyah

(namakamu) menggeleng, "Nanti aja nda, Aku mau ngomong sesuatu sama bunda."

Aisyah menaikkan kedua alisnya, "Ohya? Ngomongin apa?"

(Namakamu) menatap lamat-lamat Aisyah, Wanita yang ada dihadapannya ini begitu menyayanginya, Begitupun sebaliknya. Ia juga begitu meyayangi Aisyah, Ia beruntung bisa mendapatkan ibu mertua seperti Aisyah. Ada perasaan tidak tega untuk menceritakan permasalahan yang sedang ia hadapi bersama iqbaal pada Aisyah. Ia takut kalau hubungan Aisyah dan Iqbaal tidak akan baik-baik saja nantinya, Namun ia tidak bisa pungkiri jika pada akhirnya memang akan menjadi seperti itu kan?

"Mau ngomongin apa sayang? Kok diem sih?"

(Namakamu) tersenyum hangat pada Aisyah, Kedua tangannya menggenggam erat kedua tangan Aisyah. Menyalurkan segala rasa pada genggaman tersebut. Ia tidak membayangkan kalau Aisyah akan membenci iqbaal atas kelakuan bejad Putranya itu, Atau bahkan bisa saja Aisyah membenci dirinya sendiri

"Tuhkan diem lagi," Aisyah mendecak sebal

(Namakamu) terkekeh kecil, "Nda, Maafin aku ya. Aku belum bisa jadi menantu yang baik untuk bunda,"

Aisyah mengeryit, "Kok bilang kayak gitu sih kamu?" Lagi-lagi Aisyah mengelus lembut kedua pipi (namakamu)

Kedua mata (namakamu) tibatiba saja berkaca-kaca, Ia menunduk sembari menggenggam kedua tangan Aisyah yang ada dipipinya, "Maafin aku nda,"

Raut wajah Aisyah kini menjadi panik, Menantunya ini kenapa? Kenapa tibatiba menangis? "Ss-sayang, Kamu kenapa hei?"

Airmata (namakamu) sudah membasahi kedua tangan Aisyah, Ia menggeleng. "Maafin aku nda, Karena aku yang gak hati-hati. Calon cucu hiks! bunda jadi pergi, Maafin shh.. aku nda,"

Aisyah tersenyum kecil ia menarik tubuh (namakamu) untuk ia peluk, "Jangan diomongin lagi sayang,  Ini semua udah takdir dari yang diatas. Udah ya? Ssthh!"

Sejujurnya (namakamu) menangis bukan semata-mata karena kematian anaknya saja. Tapi karena permasalahan rumah tangganya, Untuk saat ini biarlah ia menangis sekencang apapun didalam pelukan Aisyah, Asalkan Ibu mertuanya ini tidak mengetahui alasannya yang sebenarnya kenapa ia menangis, Cukup perihal Kematian anaknya saja yang Aisyah tahu. Perihal rumah tangganya... Ini bukan saatnya


"Kamu kenapa sayang? Kenapa kamu menangis begitu menderita seperti ini?"







bersambung...






















 𝐉𝐢𝐰𝐚 𝐘𝐚𝐧𝐠 𝐓𝐞𝐫𝐢𝐫𝐢𝐬 (𝐓𝐀𝐌𝐀𝐓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang