8 - Yang Tersembunyi di Hati

283 43 1
                                    

Kafe langganan Ale sepi malam ini. Dan Ale merasa senang dengan hal itu. Dia sedang ingin merasakan kesunyian dari hiruk pikuk kesibukannya. Sejak berada di kantor cabang, pekerjaannya cukup berubah drastis. Target yang cukup berat membuatnya harus bekerja ekstra. Dulu, dia adalah orang di kantor pusat yang mengatur target marketing. Sekarang, dia menjadi korban dari target yang dibuatnya dulu.

"Sudah lama menunggu, le?" Ale mendongakkan kepala dan melihat Helena sudah berdiri di depannya.

Ale menggeleng dan meminta sahabatnya itu duduk.

"Macet banget jalanan." Keluh Hellena sambil duduk di depan Ale. Dia memanggil waitress dan memesan secangkir kopi.

"Bukannya kamu bilang tidak boleh minum kopi sama dokter karena sedang program?" tanya Ale.

Hellena tersenyum simpul. "Aku tidak lagi program. Aku bercerai dengan suamiku kemarin."

Ale terkejut mendengarnya. Dia menatap tidak percaya pada sahabatnya yang masih bisa tersenyum meski baru saja mengatakan tentang perceraian. Bagaimana bisa dia masih menemui orang lain ketika hatinya mungkin saja hancur setelah pernikahannya hancur?

"Kamu tidak perlu bersimpati padaku, le. Karena aku justru merasa lega setelah bercerai. Kita bisa pulang malam sekarang."

Ale menggerakkan tangannya dan menggenggam tangan Hellena. Dia tahu kalau dibalik senyuman itu, pasti ada hati yang hancur. Ale juga tahu mungkin saja apa yang dilihatnya beberapa bulan yang lalu menjadi salah satu alasan perceraian mereka. Tetapi, dia tidak ingin menanyakannya.

"Aku baik-baik saja, le." Hellena masih saja tersenyum. Dia menepuk tangan Ale dengan tangan kanannya.

"Apa yang ingin kamu lakukan malam ini?" tanya Ale.

"Boleh aku bermalam di rumahmu? Aku tidak ingin sendirian malam ini." pinta Hellena yang langsung dijawab anggukan oleh Ale.

Hellena lalu meraih espresso yang sudah dihidangkan di depannya.

"Espresso itu mengingatkanku pada seseorang. Dia berkata padaku kalau menambahkan susu pada espresso itu akan menjadikannya latte yang lebih enak. Rasa manis susu pada pahitnya espresso menjadi variabel lain yang bisa saja membuat kita tergila-gila dengan nikmatnya." Ale mengatakannya dengan senyum tersungging di bibirnya. Ingatannya sedang membawanya pada saat dia menikmati kopi bersama Andra. Sudah satu minggu ini, mereka tidak bertemu. Andra harus menjalani pendidikan selama dua minggu di Jakarta.

"Seseorang itu pasti sangat berharga bagimu?" tanya Helena sambil meletakkan cangkir espresso-nya.

Ale tersenyum. "Dia adalah orang yang sangat baik padaku."

"Semoga kali ini kamu menemukan orang yang tepat."

Ale menggeleng.

"Kami berdua hanya bersahabat saja. Dia laki-laki yang baik. Sayangnya, sulit untuk dinikahi." Cerita Ale.

"Kenapa?"

"Kami pergi ke tempat ibadah yang berbeda." Ale menjawab lalu menyanyikan lagu milik Marcel yang berjudul Peri Cintaku. Hellena seketika tertawa mendengarnya. Dia sampai harus menutup mulutnya karena takut suara tawanya terdengar keras. Ini adalah tawa pertamanya setelah hakim memutuskan perceraiannya kemarin.

"Malah diketawain, sih?"

"Bagaimana dengan perasaanmu sendiri padanya?" tanya Hellena setelah tawanya berhenti.

Ale mengangkat bahu. "Aku tidak tahu."

"Alessandra?"

Seorang laki-laki tiba-tiba datang menghampiri mereka dan menghentikan pembahasan tentang perasaan Ale. Mereka langsung menoleh kepada laki-laki yang menyunggingkan senyum pada Ale.

Same Sky Different WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang