Langit sangat semarak malam ini. Bintang-bintang bertaburan memeriahkan keindahan langit, apalagi bulan menunjukkan wujudnya seutuhnya. Sudah lama sekali langit tidak semeriah lukisan orang-orang. Ale menatap langit indah dari halaman belakang rumahnya. Tangannya menggenggam coklat panas yang nyaris kehilangan panasnya. Sejak satu jam yang lalu, dia hanya duduk diam di sini. Memikirkan banyak hal.
"Apakah Papa mengganggumu?" Ale menoleh dan tersenyum pada Papanya. Dia memberikan isyarat pada Papanya untuk duduk di sampingnya.
"Kamu sedang memikirkan sesuatu?" tanya Papa kemudian.
Ale menggeleng. Dia tidak mungkin menceritakan tentang Bara pada Papanya. Masa lalunya dengan Bara tidak hanya menyakitinya, tetapi juga Papanya.
"Bara?" Papa bertanya lagi. Kali ini, pertanyaan Papa mengejutkan Ale. Bagaimana Papa bisa tahu tentang Bara? Apakah Bara....
"Dia menemui Papa di rumah beberapa hari yang lalu." Pertanyaan di kepala Ale terjawab. Itu berarti Bara sudah datang ke rumah ini. Kenapa dia tiba-tiba menemui Papa?
"Dia meminta maaf pada Papa. Dia bilang kalau dia akan menetap di sini lagi. Dia menempati rumah yang kalian beli dulu." Lanjut Papa.
"Apakah dia menyesal, Pa?" Ale menanyakan pertanyaan yang dipendamnya sejak bertemu Bara. Kenapa dia pulang? Kenapa dia tidak bersama perempuan yang dinikahinya dulu dan malah pulang lalu datang ke rumah ini lagi? Apakah dia menyesali perbuatannya dulu?
Papa tidak langsung menjawab. Papa hanya menarik napas panjang, lalu menghembuskannya. Dia mengulanginya beberapa kali sebelum mengeluarkan suara. "Apakah kamu masih membencinya?"
Pertanyaan Papa membuat Ale menoleh dan menatap Papanya. Apakah Papa perlu menanyakannya? Bagaimana bisa tidak membencinya setelah apa yang dilakukannya?
"Apakah Papa tidak membencinya?" Ale malah balik bertanya.
Papa menggeleng. "Bagi Papa, kamu dan Bara sama-sama anak Papa. Papa hanya berusaha memahami sudut pandangnya. Saat itu, dia hanya melakukan hal terbaik yang bisa dilakukannya."
Ale semakin tidak mengerti dengan Papanya. Apa yang sudah Bara katakan pada Papanya hingga berpikir seperti itu?
"Maksud Papa apa sih? Ale enggak ngerti." Intonasi suara Ale menjadi tinggi. Dia merasa kesal dengan Papanya.
"Ale, anak Papa, belajarlah untuk memahami orang lain dengan sudut pandang mereka bukan hanya sudut pandangmu. Selama ini, kamu merasa menjadi orang yang paling tersakiti dari perpisahanmu dengan Bara, kan? Tapi apakah kamu tahu alasan Bara memilih pergi saat itu? Apakah kamu pernah bertanya-tanya kenapa dia harus pergi padahal kalian adalah pasangan yang sempurna? Apakah kamu pernah berpikir kalau bisa saja Bara merasakan luka yang sama denganmu?"
Ale bergeming. Pertanyaan itulah yang dulu memenuhi kepalanya. Apa yang salah darinya hingga Bara pergi? Dia terus bertanya-tanya hingga akhirnya dia lelah bertanya karena tidak mendapatkan jawaban apapun. Lalu, ketika dia kembali sekarang, dia sudah tidak ingin menanyakannya lagi. Luka yang diakibatkan oleh sikap Bara saat itu, melebihi keinginannya untuk bertanya.
"Bicaralah dengannya sebagai dua orang dewasa yang tidak mengedepankan emosi. Tanyakan padanya semua pertanyaanmu. Mungkin, setelah itu lukamu akan sembuh. Rasa penasaran yang kamu tahan akan terlepaskan. Bisa saja, lukamu tidak sembuh selama enam tahun karena ada yang belum selesai di antara kalian."
Ale masih bergeming. Bagaimana bisa dia berbicara dengan Bara jika melihatnya saja akan melukainya? Bagaimana caranya bertahan dengan lukanya?
"Papa percaya padamu. Kamu sudah cukup dewasa untuk bisa menyelesaikannya. Bara sedang menunggumu untuk menjelaskan semuanya. Beritahu dia, jika kamu sudah siap bertemu dengannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Same Sky Different World
RomancePernahkah kalian merasakan jatuh cinta pada seseorang yang memiliki keyakinan yang berbeda denganmu? Kisah ini menceritakan dua hati yang saling bertemu namun sulit untuk bersama karena mereka pergi ke tempat ibadah yang berbeda. Tidak hanya tentang...