28. When Love isn't Enough

247 34 1
                                    

Aroma lavender memenuhi ruangan kamar yang temaram. Lampu kamar sengaja dimatikan dan hanya menyisakan satu lampu tidur. Ale tidur bersebelahan dengan Hellena. Dia memilih untuk menginap di rumah Hellena karena dia sedang tidak ingin pulang dan bertemu Papanya. Emosinya masih meluap-luap setiap kali teringat respon Papanya tadi.

"Aku tidak pernah tahu kamu bisa semarah itu pada Om Osman." Ujar Hellena sambil menatap ke langit-langit kamar. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 11 malam, namun mereka masih terjaga dan sulit tidur.

"Aku juga tidak pernah menyangka kalau Papa akan berubah menjadi orang yang mencampuri kehidupan pribadiku." Ale membalasnya dengan bergumam.

"Mungkin, Papamu tidak ingin melihatmu seperti enam tahun lalu."

"Ale enam tahun yang lalu dan sekarang tentu saja dua orang yang berbeda."

Hellena membenarkan selimutnya, lalu memiringkan badannya menghadap Ale.

"Lalu, kamu yang sekarang sudah bisa memikirkan apa yang akan terjadi nanti dengan kalian berdua? Maksudku, hubunganmu dan Andra."

Ale diam. Dia tidak bisa menjawab pertanyaan Hellena. Dia pun sedang memikirkannya hingga saat ini dan tidak pernah menemukan jawabannya.

"Pernahkah kamu berpikir sebentar dan merenungkan apa yang Papamu katakan tadi? Tidak ada yang salah dari pemikiran orang tua, le. Papamu hanya berpikir dengan logis. Dia hanya tidak ingin melihat putri kesayangannya mengalami hal yang sama dengan yang terjadi enam tahun lalu. Kamu yang hanya diam saja, melamun, dan tidak mau makan sampai harus dilarikan ke rumah sakit."

"Aku pun juga sudah memikirkannya. Berulang kali hingga kepalaku sakit. Bahkan, aku juga sudah memikirkannya sebelum memutuskan untuk menjalin hubungan dengan Andra. Aku juga yakin Andra sudah memikirkan hal yang sama. Tetapi, untuk saat ini, kami hanya ingin menikmati waktu kami bersama. Sebelum kami berdua harus benar-benar berpisah." Ale merasakan rasa sakit yang semakin menguasai hatinya. Dia tidak bisa menahan lagi airmatanya. Membayangkan berpisah dari Andra, dia tidak yakin akan menjadi kuat lagi. Tetapi, dia juga tidak bisa memaksakan diri untuk bisa bersatu dengan Andra. Dia dan Andra adalah dua benua yang terpisah oleh lautan yang luas. Meskipun mereka bernaung di bawah langit yang sama, mereka tidak mungkin menghilangkan air di lautan yang memisahkan mereka.

Ale merasakan Hellena menyentuh pundaknya dan menepuknya dengan pelan. Dia semakin terisak. Kedua tangannya mencengkeram erat selimut yang menutupi sebagian tubuhnya. Malam ini terasa berat untuk dilewati, padahal perpisahan itu belum terjadi.

-00-

Andra berjalan lemah menuju ke tempat tidurnya. Dia merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Rasa lelah mulai terasa setelah berjam-jam dia berputar-putar mengelilingi kota Jogjakarta. Semula, dia hanya ingin melepaskan penat yang dirasakannya. Namun, meski berkilo-kilometer ditempuh dan tangki bensin mobilnya hampir habis, rasa penat itu juga tidak hilang.

Matanya terpejam sesaat. Ingatannya membawanya pada peristiwa di rumah Ale tadi. Setiap kalimat yang diucapkan Om Osman masih terekam kuat di otaknya. Begitu juga dengan sikapnya saat di rumah sakit, Andra tidak melupakannya sedikitpun. Dia tidak menyalahkan Om Osman atas sikap ataupun perkataannya, karena dia tahu semua itu dilakukan karena kasih sayangnya pada putri kesayangannya. Ibunya sendiripun juga mengambil sikap yang sama. Andra masih ingat dengan pembicaraannya dengan Ibunya beberapa waktu lalu saat dia pulang ke Solo.

"Jadi bagaimana hubunganmu dengan Alessandra?" tanya Ibu malam itu.

Andra yang sibuk dengan laptop di pangkuannya dan sedang mengerjakan neraca debiturnya, langsung menghentikan aktifitasnya.

Same Sky Different WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang