22. Three Different Love

243 40 3
                                    

Lampu-lampu kuning menggantung cantik di langit-langit kafe. Menghasilkan suasana romantis di ruangan bercat krem dengan beberapa tanaman menempel di dinding. Kafe ini terasa romantis, apalagi tempatnya yang tidak pernah ramai dan riuh. Alunan musik instrumental juga selalu mengisi keromantisan di dalam kafe.

Andra sudah duduk di meja yang berada di sudut ruangan sejak tiga puluh menit yang lalu. Sesampainya di Jogja, dia langsung menuju ke kafe ini. Dia sudah merencanakan pertemuan ini sejak beberapa hari yang lalu, saat dia mengirimkan pesan pada Ale. Beberapa kali, dia menengok ke arah pintu, namun Ale tidak juga muncul. Andra melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Ale sudah terlambat tiga puluh menit dari waktu yang dijanjikan. Dia juga tidak mengirimkan pesan apapun. Apakah Ale tidak akan datang?

Jari-jari tangan Andra bertautan. Dia berusaha menenangkan dirinya sendiri. Juga, jantungnya yang sejak tadi sudah berdetak dengan cepat.

-00-

Ale masih duduk di kursi mobilnya sejak beberapa waktu lalu. Berkali-kali dia membaca pesan yang dikirimkan Andra beberapa hari yang lalu. Lalu, dia menatap laki-laki yang berada di dalam kafe dan tampak sedang menunggunya. Ale ragu, apakah keputusannya akan benar kali ini? Apakah dia tidak akan menyakiti hatinya lagi?

Dia teringat dengan yang dikatakan Bara beberapa hari yang lalu. Saat itu, mereka bertemu di rumah Ale. Meski lebih banyak mengabaikannya, Ale mendengar setiap ucapan Bara. Dia juga ingat apa yang dikatakan Bara sebelum pergi.

"Jika suatu saat, hatimu mulai bergetar pada seseorang, maka dengarkanlah hatimu saja, le. Jangan mendengarkan orang lain karena hanya kamu sendiri yang tahu apa yang diinginkan hatimu. Cukup dengarkan hatimu. Meskipun setelah itu, kamu bisa saja terluka, tapi itu lebih baik karena itu adalah keinginanmu yang sesungguhnya, bukan keinginan orang lain."

Ale memejamkan matanya, mencoba mencari tahu apa yang diinginkan hatinya saat ini. Andra. Apakah dia benar-benar mencintainya dan ingin memilikinya? Dia terus menyuarakannya di dalam hati.

Perlahan, dia membuka matanya. Dia sudah mendapatkan jawabannya.

-00-

Pintu kafe terbuka. Andra menoleh lagi. Kali ini, bukan Ale lagi yang masuk ke dalam kafe. Entah sudah berapa kali dia melakukannya. Kopi yang tadi dipesannya sudah hampir habis, tapi Ale tidak juga muncul. Andra tertunduk. Apakah ini berarti Ale tidak memiliki perasaan yang sama dengannya?

Lonceng di pintu terdengar lagi. Itu berarti pintu terbuka lagi. Andra sudah mulai putus asa, namun dia masih mendongakkan kepalanya dan mencari tahu siapa yang datang. Wajah lelahnya berubah karena senyumnya langsung merekah melihat Ale yang berjalan menghampirinya. Dia tampak cantik dengan terusan selutut warna coklat tua yang dipadukan dengan blazer panjang warna pastel. Rambutnya digerai. Semakin dekat, hingga Andra menyadari jika dia sudah tersihir oleh Ale.

"Maaf karena membuatmu menunggu lama." Ale duduk di kursi yang berhadapan dengan Andra. Bibirnya yang dipoles lipstik nude, menyunggingkan senyum.

"Tidak apa-apa. Jalanan pasti macet." Bagi Andra, lebih baik kalau Ale terlambat daripada tidak datang sama sekali.

Ale menggeleng. "Sebenarnya, aku sudah datang sejak tadi. Aku hanya butuh waktu untuk berpikir."

Andra mengerti. Pasti tidak mudah bagi Ale untuk datang kemari. Banyak hal yang mungkin jadi pertimbangannya.

"Lalu?" tanya Andra.

Ale tidak langsung menjawab. Dia bertanya sekali lagi pada hatinya. Apakah ini benar?

"Kalau kamu..."

"Aku juga merasakan hal yang sama denganmu." Ale memotong perkataan Andra.

Andra yang sekarang diam. Beberapa waktu lalu, dia mengirimkan pesan pada Ale. Dia hanya bertanya, apakah mungkin jika kita memikirkan hal yang sama, atau bahkan merasakan perasaan yang sama? Jika benar, aku ingin menemuimu di kafe tempat kita pertama kali bertemu saat aku kembali ke Jogja.

Lalu, hari ini, Ale datang dan mengatakan padanya kalau dia juga merasakan hal yang sama. Hatinya terasa berdesir. Aliran darahnya seolah bergerak cepat karena jantungnya yang semakin cepat berdetak. Matanya menatap kedua bola mata Ale yang sedang mengatakan semua isi hatinya. Bibirnya tersenyum. Dia merasa dipenuhi oleh cinta Ale malam ini.

-00-

Lampu ruangan kamar sengaja dimatikan sebagian, hanya menyisakan lampu meja dan lampu dinding di balik tempat tidur. Bara menatap foto yang terpasang di dinding di atas tempat tidurnya. Foto itu sengaja dibawanya dari Seattle. Ini adalah satu-satunya foto terindah yang dimilikinya dengan Zoe.

Malam ini, dia merasakan rindu yang luar biasa pada istrinya. Meski waktu terus bergerak maju, namun hatinya senang sekali berjalan ke belakang dan mengingatkannya dengan memori-memori lamanya bersama Zoe. Bara bahkan masih ingat dengan jelas bagaimana cara Zoe menatapnya, atau sedang tersenyum padanya. Saat ini pun, dia seperti merasakan kalau Zoe tengah memeluknya dari belakang. Tangan kecil Zoe melingkar erat di pinggangnya.

Bara memang mencintai Zoe melebihi apapun. Perempuan yang dengan tiba-tiba datang di kehidupannya dan menghancurkan rencana pernikahannya dengan Ale, ternyata mampu membuat Bara jatuh cinta begitu dalam. Sifat Zoe dan caranya mencintai berhasil meluluhkan hati Bara. Lalu, setelah dia pergi untuk selamanya, dia berhasil membawa sebagian hati Bara bersamanya.

Zoe memang luar biasa. Dia berhasil membuat Bara meninggalkan Ale. Bahkan setelah dia pergi dan Ale muncul lagi dalam kehidupan Bara, cinta itu tidak juga muncul lagi. Zoe masih mengisi hati Bara sepenuhnya. Bara bahkan merasa jika perasaannya pada Ale berubah menjadi perasaan seorang kakak pada adiknya. Meski terkadang hati itu terasa bergetar karena Ale, tetapi ingatan tentang Zoe selalu berhasil menetralkannya lagi.

"Sampai kapan kamu akan menghantuiku seperti ini Zoe? Bahkan setelah kamu pergi, aku tidak bisa berpaling hati pada siapapun, termasuk Ale." Gumam Bara.

-00-

Abimana berdiri menghadap jendela kaca besar di ruang kerjanya. Langit beranjak semakin gelap, namun dia masih enggan untuk bergerak dari tempatnya. Pikiran dan hatinya juga terus berputar-putar pada Ale. Ingatannya terus memutar ulang pertemuannya dengan Ale beberapa saat yang lalu. Setelah Ale pergi, dia sempat mengejar Ale hingga ke halaman parkir. Saat itu, dia menemukan Ale sedang bersama laki-laki yang ditemuinya di kantor Ale. Mereka saling menatap dengan penuh cinta, meski bisa saja mereka tidak saling mengatakannya. Tapi, mata mereka bercerita dengan sempurna. Saat itu, Abimana sadar, mendapatkan Ale menjadi semakin sulit. Ale tidak hanya berkubang pada masa lalunya, seperti yang dikatakan Papanya. Ale justru sudah menatap masa depannya dengan laki-laki itu.

Lalu, bagaimana caranya dia akan masuk ke dalam kehidupan Ale? Tembok yang dibangun Ale sudah semakin tinggi. Harus dengan cara apa lagi untuk mendakinya?

-00-

Same Sky Different WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang