Angin berhembus pelan, namun suhu dingin masih cukup terasa pagi ini. Bara berlari di sepanjang jalan setapak di sekitar rumahnya. Sesekali, dia mengamati pohon-pohon yang mulai dipenuhi daun. Beberapa bunga juga mulai bermunculan. Setelah dinginnya salju menutupi jalanan, akhirnya musim semi tiba. Dia menghentikan larinya dan mulai berjalan di sekitar taman. Bunga-bunga ini terlihat sangat indah. Seattle selalu menjadi indah saat musim semi tiba.
Zoe selalu menyukai saat musim semi tiba. Dia akan sangat bersemangat untuk pergi ke pasar dan membeli beberapa bunga, lalu memenuhi rumah dengan beberapa bunga yang berwarna-warni. Bara melanjutkan langkahnya. Dia ingin pergi ke pasar dan membeli beberapa bunga yang menjadi kesukaan Zoe.
Sesampainya di pasar, dia mulai mencari penjual langganan Zoe. Perempuan paruh baya itu langsung menyapa dengan ramah saat melihat Bara. Tanpa diminta, dia pun langsung mengambilkan beberapa bunga dan menatanya dengan indah.
"For Zoe." Ucap perempuan paruh baya itu yang langsung disambut Bara.
"Thank you." Bara mengapit rangkain bunga itu dan hendak membayar, tetapi perempuan itu menolaknya.
"I see spring as I see Zoe. So, I just want to give it to her. Tell her I'm blessed to know her."
Bara mengucapkan terima kasih sekali lagi, lalu mulai berjalan pulang. Dia mengamati bunga dalam sebuah buket yang cantik. Zoe pasti akan menyukainya. Dia berjalan cepat menuju ke rumahnya. Bara menaiki lima anak tangga lalu membuka pintu rumahnya. Dia lalu berjalan menuju ke ruang tengah. Di sana sudah ada sebuah buket bunga yang sudah layu. Dia mengambilnya dan menggantikannya dengan buket yang baru saja didapatkannya.
Pandangan Bara kemudian tertuju pada sebuah foto besar yang tergantung di dinding. Seorang perempuan tampak tersenyum lebar dengan gaun pengantinnya yang indah. Meski hanya dengan riasan natural, perempuan itu sudah tampak cantik. Senyumnya lebar. Matanya yang bulat tampak bersinar. Tangannya mengapit erat tangan Bara. Foto ini menggambarkan kebahagiaan setelah beberapa jam yang lalu mereka melangsungkan pernikahan.
"Perempuan itu benar. Kamu memang seperti musim semi, Zoe. Bahkan, bunga-bunga yang tumbuh cantik di musim semi, mungkin akan malu dengan kecantikanmu." Bibir Bara tersenyum saat mengatakannya, namun dia tidak bisa menutupi matanya yang berair. Napasnya naik turun. Tetapi, Bara menahan tangisnya. Dia segera mengusap airmatanya yang nyaris menetes.
"Aku merindukanmu, Zoe."
Suaranya bergetar saat mengatakannya. Dia memang sangat merindukan istrinya yang telah pergi meninggalkannya untuk selamanya.
Bara kemudian mengedarkan pandangannya di sekitar ruangan. Beberapa kardus tampak bertumpuk. Juga, beberapa barang sudah mulai tertutup kain putih.
Minggu depan, dia akan kembali ke Indonesia. Kepergian Zoe menjadi alasannya untuk kembali ke Indonesia. Zoe telah mengambil sebagian hidupnya di sini. Jadi, dia pikir, akan lebih baik jika dia kembali ke Indonesia. Juga, dia ingin memenuhi keinginan terakhir Zoe.
-00-
Bara melajukan mobilnya pelan memasuki jalan perumahan. Meski enam tahun telah berlalu sejak dia meninggalkan negara ini, namun dia masih cukup mengingat jalan menuju ke rumah yang dulu pernah dibelinya. Dia menghentikan mobilnya di depan rumah bercat putih dengan pagar kayu yang tinggi. Sebuah mobil SUV sudah terparkir di halaman parkir. Bara melangkah turun dari mobil dan berjalan masuk. Rumah ini sama sekali tidak berubah sejak terakhir kali dia datang kesini.
Langkah kakinya pelan memasuki rumah. Pandangannya beredar ke seluruh ruangan yang masih sama. Hingga akhirnya, tatapannya terhenti pada sosok perempuan yang memunggunginya. Bara sudah bisa mengenali perempuan itu meski hanya dari belakang. Rambutnya masih sama panjangnya. Dia hanya terlihat lebih kurus dari terakhir kali melihatnya. Perempuan itu berbalik dan sekarang mereka berpandangan. Wajah perempuan itu tampak terkejut. Dia bahkan menjatuhkan botol air mineral yang dipegangnya dan membuat air menggenang di lantai.
"Bara..." Dia menggumam pelan, namun cukup terdengar di telinga Bara.
Bara melangkah pelan mendekatinya lalu meraih tangannya dan menariknya agar tidak terpeleset oleh air yang menggenang di sekitarnya. Dia lalu mengambil tisu dan berjongkok di depan Ale. Tangannya mengusap pelan sepatu Ale yang basah.
Sementara Ale hanya diam mematung dan pandangannya tertuju pada setiap gerak Bara. Tenggorokannya masih tercekat, hingga tidak bisa mengucapkan apapun selain menyebut nama Bara.
-00-
"Bagaimana kabarmu?"
Bara mengulurkan secangkir teh panas pada Ale yang duduk di kursi bar. Tangan Ale meraih cangkir teh itu dan menangkupkan kedua tangannya pada cangkir. Rasa hangat langsung menjalar pada tangannya yang membeku.
"Baik-baik saja. Kamu sendiri?"
Bara tidak langsung menjawab. Dia berjalan memutari meja bar, lalu duduk di samping Ale. Seketika, Ale bisa menghirup aroma parfum yang ternyata tidak berubah.
"Setelah Zoe pergi, aku berusaha untuk menjadi baik-baik saja."
Ale diam. Di dalam hatinya, dia sedang bertanya-tanya kemana perginya perempuan yang dulu membuat Bara memilih untuk meninggalkannya. Namun, egonya memilih untuk tetap diam. Dia tidak perlu mencari tahu keberadaan orang yang tidak lagi menjadi bagian hidupnya.
Bara menoleh pada Ale. Perempuan di sampingnya ini masih terlihat sama seperti enam tahun yang lalu. Dia tidak tampak sedikitpun menua. Pandangan Bara berpindah ke arah jari Ale yang tidak memakai cincin apapun. Apakah dia belum menikah? Kenapa dia masih belum menikah? Apakah luka yang dulu dibuatnya terlalu dalam hingga membuat perempuan di sampingnya ini sulit membuka hati?
Bara mengalihkan pandangannya dan menatap halaman belakang. Di luar sana, air di kolam renang tampak bergerak pelan.
"Kamu yang ingin membeli rumah ini?" Ale akhirnya mengeluarkan suara.
"Aku ingin menempatinya."
Ale diam lagi. Pertanyaan muncul lagi di otaknya. Apakah Bara memutuskan kembali ke sini dan tinggal di sini?
"Jika kamu tidak keberatan, le."
"Kamu bisa menempatinya. Dari dulu, ini adalah rumahmu. Kamu saja yang membuatnya jadi namaku." Jawab Ale sekenanya. Dia pikir, tidak ada yang salah dari ucapannya. Karena memang itu yang terjadi.
"Aku membelikannya untukmu. Jadi, ini adalah rumahmu." Bara tampak bersikeras.
Ale memilih tidak membalas. Dia mengambil sesuatu dari dalam tas yang dibawanya dan memberikan pada Bara. "Ini kunci rumah. Dan pengurus rumah akan datang sebentar lagi. Kamu bisa berbicara dengannya untuk merapikan rumah ini. Kamu bisa tinggal di sini sesukamu."
Karena hatinya yang semakin sakit dengan terlalu lama berada di dekat Bara, Ale memilih untuk mengakhiri pembicaraan. Dia berjalan pergi meninggalkan Bara setelah menyerahkan kunci rumah. Langkah kakinya cepat hingga sampai di mobil. Tidak sekalipun, dia menoleh. Ale melajukan mobilnya meninggalkan rumah itu.
-00-
Ale berjalan cepat keluar dari rumah dan langsung menjalankan mobil meninggalkan rumah. Meski hanya sekilas melihat wajahnya, Andra tahu kalau Ale pasti sedang terluka sangat dalam. Kekhawatirannya ternyata benar. Saat dia melihat seorang laki-laki memasuki rumah itu, dia tahu kalau laki-laki itu adalah masa lalu Ale. Caranya memandang rumah itu menunjukkan kalau dia sedang bernostalgia dengan kenangan yang dimilikinya.
Andra kemudian melajukan mobilnya mengikuti mobil yang dikemudikan Ale. Dia mengkhawatirkan kondisi Ale melebihi apapun. Itulah alasan kenapa dia mengikuti Ale ke rumah ini meski Ale tidak mengijinkannya ikut.
-00-
KAMU SEDANG MEMBACA
Same Sky Different World
RomancePernahkah kalian merasakan jatuh cinta pada seseorang yang memiliki keyakinan yang berbeda denganmu? Kisah ini menceritakan dua hati yang saling bertemu namun sulit untuk bersama karena mereka pergi ke tempat ibadah yang berbeda. Tidak hanya tentang...