6 - Sore di Ratu Boko

312 40 1
                                    

Monday always be the busiest day. Entah kenapa selalu banyak hal yang harus dilakukan di hari senin. Ale duduk di kantin kantor dan menyuapkan nasi kare yang menjadi penyelamatnya. Dia bahkan belum makan sejak tadi pagi. Sementara cacing-cacing di perutnya sudah menangis sejak tadi.

"Makannya pelan-pelan kali, le. Nanti kesedak kamu." Andra yang sejak tadi duduk di depannya sembari menikmati kopinya. Juga, rokok yang hampir habis.

"Nanti cacing-cacingnya keburu pingsan, ndra." Ale menjawab dengan mulut penuh makanan.

"Lagian tumben kamu enggak sarapan? Bukannya Papamu rajin bikin sarapan?"

"Papa lagi ke Jakarta. Ada kerjaan dengan teman bisnisnya."

"Kamu sendirian di rumah? Aku boleh main ke rumah?"

Ale menghentikan makannya. Matanya memicing menatap Andra. Sementara Andra malah tertawa mendengarnya.

"Pikiran kotor amat sih, le. Aku kan cuma main."

"Bukan kotor sih. Cuma menjaga diri saja dari predator macam kamu."

Andra tergelak.

Hubungan mereka sudah semakin dekat seiring berjalannya waktu. Selama hampir enam bulan Ale berada di kantor cabang ini, dia merasa nyaman untuk berteman dengan Andra. Begitu pula sebaliknya. Itulah kenapa mereka selalu berdua, bahkan saat mengunjungi nasabah.

Ale tiba-tiba menghentikan makannya. Dia hanya diam tertegun menatap ke piringnya yang masih berisi banyak makanan. Andra yang melihat perubahannya mencoba mencari penyebabnya. Dia melihat dua orang perempuan yang sedang membahas tentang Ale yang memiliki karir yang bagus namun masih belum menikah meski usianya sudah diangka 30an. Entah apakah dua perempuan itu sengaja melakukannya pada Ale atau mereka tidak tahu dengan keberadaan Ale di kantin. Andra lalu menyodorkan gelas minuman pada Ale.

"Minumlah dulu. Kamu mau cari tempat makan yang lain?" tanya Andra.

Ale menerima gelas minuman dan meminumnya sedikit. Dia lalu beranjak dari duduknya dan berjalan pergi. Sementara Andra langsung menuju ke penjaga kantin untuk membayar makan. Dengan langkah cepat, dia langsung mengikuti Ale yang sudah masuk ke dalam mobilnya.

Di dalam mobil, Ale hanya diam saja. Pandangannya tertuju pada jendela kaca mobil. Andra yang mengemudikan mobil juga memilih diam. Mungkin Ale sedang tidak ingin berbicara.

"Aku pengecut banget ya, ndra?" Ale tiba-tiba bersuara. Dia menoleh pada Andra, menunggunya menjawab.

"Kenapa pengecut? Itu respon yang wajar. Justru kalau kamu marah kepada mereka yang membicarakanmu, maka kamu menjadi pecundang."

"Tapi bukankah yang mereka katakan itu benar? Jadi cewek jangan ketinggian karirnya biar cowok-cowok enggak takut deketin. Biar enggak jadi perawan tua." Ale mengatakannya pelan. Ada sesuatu yang menusuk dadanya saat mengucapkannya.

"Justru itu pandangan yang kolot banget. Mempunyai pasangan yang pintar, karirnya bagus, dan bisa berpandangan positif itu menyenangkan. Karena perempuan seperti itu akan menjadi Ibu untuk anak-anakmu. Kurang bahagia apa coba? Kalau nanti anak-anakmu bisa seperti Ibunya atau bahkan lebih."

Ale tersenyum mendengarnya. "Bijak banget sih kamu. Gimana cewek-cewek enggak jatuh cinta sama kamu?"

Andra tertawa. "Kalau itu terjadi, mungkin aku enggak jomblo sampai usia tua begini."

"Oh, ya? Kamu mau aku kenalkan dengan temanku?" tawar Ale yang membuat tawa Andra semakin kencang.

"Kenapa enggak sama kamu aja? Kamu jomblo juga, kan?"

"Who says?"

"Karena selama enam bulan sama kamu, tidak pernah ada cowok yang telepon kamu. Nanyain lagi apa? Sudah makan?"

Ale langsung meninju lengan Andra. "Woii! Enggak usah diperjelas juga kali."

Mereka lalu tertawa.

"Kita mau kemana sih, le, naik mobil gini?" tanya Andra yang sadar kalau mereka tidak ada tujuan sejak tadi. Yang dilakukannya dari tadi hanya mengikuti Ale yang sudah masuk mobil duluan. Dia juga hanya mengemudikan mobil berkeliling kota Jogja. Ini adalah kedua kalinya melewati Tugu Jogja.

"Lha kamu emang mau kemana tadi naik mobil?"

"Kan kamu yang naik mobil duluan."

"Aku tadi juga enggak sadar masuk mobil aja. Dan kamu malah nyetir muter-muter gini."

"Aku pikir kamu mau ke nasabah."

Ale tertawa. "Bosan kali ke nasabah mulu."

"Kita jalan-jalan, yuk! Ke Ratu Boko."

"Ngapain? Ini juga jam kerja."

"Marketing kan bebas. Yang penting angkanya keluar."

Ale tersenyum lebar mendengarnya. "Baiklah."

"Yeaay!" Andra mengemudikan mobilnya menuju ke candi Ratu Boko. Meski tempatnya cukup jauh dari pusat kota Jogja, namun tidak masalah asalkan bersama Ale.

Dia menoleh sebentar dan melihat Ale yang masih tersenyum lebar sambil menatap lurus ke depan. Ale memang cantik. Sangat cantik malah. Dan entah sejak kapan dia mulai menyimpan perasaan untuknya.

-00-

Langit luar biasa cantik sore ini. Semburat kuning yang berpadu dengan langit yang mulai gelap terlihat sempurna. Bangunan candi pun memunculkan bayang-bayang di tanah. Pemandangan ini benar-benar memanjakan mata.

"Kenapa aku tidak pernah menyadari kalau senja bisa secantik ini?" Ale bergumam. Sudut bibirnya tertarik ke samping dan memunculkan lesung pipit di pipinya yang putih bersih.

"Mungkin kamu kurang menyadari keindahan yang ada di sekitarmu, le. Sesuatu yang indah dan bagus tidak harus selalu mahal ataupun megah. Cobalah untuk melihat yang ada di sekitarmu. Di sampingmu, mungkin?"

"Kamu?" Ale menoleh dan menatap pada Andra. Pandangan mereka bertemu dan berbicara, meski bibir hanya diam mengatup.

Ale mengalihkan pandangannya seketika.

"Kita pulang? Bukankah candi akan tutup?" Ale lalu berjalan lebih dulu.

Sementara Andra masih diam terpaku menatap punggung Ale yang semakin mengecil karena dia sudah semakin jauh. Haruskah dia diam? Atau mengejarnya dan menggenggamnya agar tidak pergi terlalu jauh?

Ale menoleh. Matanya membulat menatap Andra. Dia tidak percaya dengan apa yang baru saja dilakukan laki-laki itu. Pandangannya lalu beralih pada dua tangan yang saling tergenggam. Sesuatu mengganggu pikirannya. Apa maksud Andra melakukan ini? Namun, jauh di dalam dadanya, dia merasakan ada yang berdetak tidak biasa.

"Ayo." Andra menarik tangan Ale dan mengajaknya berlari. Ale hanya bisa diam dan menatap genggaman tangan yang terasa semakin erat.

-00-

Same Sky Different WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang