16. Dia yang Selalu Menemukanku

245 37 2
                                    

Merasakan sakit berarti tubuh sedang merespon jika ada bagian yang terluka. Respon tercepatnya adalah mata yang berair, bahkan kadang otak yang merasa sangat lelah membuat kita merasakan pusing, kehilangan keseimbangan tubuh, atau mungkin hingga hilang kesadaran. Ale tidak tahu apakah yang sedang dirasakannya sekarang adalah bentuk dari bagian tubuhnya yang sedang terluka. Dia hanya merasakan sakit yang amat sangat di dadanya. Airmatanya juga tidak bisa berhenti mengalir. Dia tidak pernah tahu jika sesuatu yang sudah terkubur dan dikira sudah mati ternyata bisa hidup kembali hanya dalam waktu sekejap.

Beberapa orang berlalu lalang di sekitarnya. Namun, dia terus berjalan menembus keramaian. Dia sengaja melakukannya karena dengan keramaian seperti ini, orang tidak akan memperhatikan airmatanya yang tidak mau berhenti. Mereka mungkin hanya melihat sekilas, lalu mengabaikannya. Itulah yang diharapkannya sekarang. Berada sendirian meski di tengah keramaian. Sesekali, dia menabrak orang karena pandangannya kabur akibat airmata yang terus merangsek keluar. Entah sudah berapa lama dia berjalan, dan sudah seberapa jauh dia berjalan. Seingatnya, dia hanya memarkirkan mobil di salah satu jalan dan sekarang dia sudah berada di titik 0 kilometer Yogyakarta.

Ale duduk di salah satu bangku karena kakinya mulai terasa sakit. Dia menengadahkan kepalanya menatap langit malam yang sangat gelap. Mendung menutup seluruh langit dan menjadikannya sangat gelap. Angin dingin juga mulai terasa. Mungkin sebentar lagi hujan akan turun. Namun, Ale memilih tidak peduli. Justru dia lebih senang jika hujan akan turun. Dia bisa menangis kencang dan mengeluarkan semua airmatanya, menyembunyikannya dalam hujan.

Tetes air hujan mulai terasa. Beberapa orang tampak berlari-lari mencari tempat berteduh atau terburu-buru pulang. Mereka mungkin tidak berpikir kalau hujan akan turun di musim kemarau seperti ini. Tetesan air hujan mulai terasa semakin deras. Ale masih duduk diam tanpa berpindah posisi, meski dingin mulai dirasakan kulitnya. Hingga, tiba-tiba dia tidak lagi merasakan hujan. Ale mendongak dan melihat seseorang memayunginya.

Apakah ini kebetulan atau seperti apa? Dia tiba-tiba datang begitu saja. Ale masih menatapnya dengan tidak percaya. Laki-laki itu menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa digambarkan, antara sedih atau khawatir. Nafasnya tampak memburu. Entah apa yang baru saja dilakukannya.

"Akhirnya aku menemukanmu." Dia mengatakannya pelan, lalu senyum mengembang di bibirnya.

Ale masih diam dan terpaku memandangnya.

Laki-laki itu juga masih diam mematung di depan Ale dan membiarkan sebagian bajunya basah karena posisi payung yang terlalu condong ke arah Ale.

Hujan turun semakin deras. Ale pun berdiri. Dia mendekatkan dirinya pada tubuh laki-laki itu. Dia hanya ingin membuat posisi payung berada di tengah-tengah sehingga baju laki-laki itu tidak semakin basah.

"Kita cari tempat berteduh."

Mereka berjalan berdua menuju ke sebuah gedung lama yang mempunyai atap kecil. Setidaknya mereka bisa berteduh di sana sampai hujan reda.

-00-

Andra melirik ke perempuan di sampingnya. Bahunya basah karena terkena hujan. Rambutnya juga basah karena tadi dia terlambat memayunginya.

"Kamu baik-baik saja, le? Bajumu basah."

Ale menoleh. Dia mengembangkan senyum. Sangat kontras dengan matanya yang terlihat sembab.

"Bukankah kamu lebih basah daripada aku?"

Pandangan Ale tertuju pada kemeja flannel yang tampak sekali basah hampir seluruh bagian. Bagaimana bisa dia masih mengkhawatirkanku sementara dia lebih basah daripada aku? batin Ale.

Andra tersenyum. Dia menyentuh lengan bajunya yang basah. "Aku tidak akan masuk angin karena hujan begini." Dia mengatakannya dengan percaya dirinya.

Ale mengangkat alisnya. "Oke, kita lihat siapa yang masuk angin besok."

Akhirnya kamu tersenyum, le. Andra bersyukur di dalam hatinya. Sejak keluar dari rumah tadi hingga sampai di malioboro, dia terus mengikuti Ale. Matanya tidak pernah lepas dari memandangi Ale yang berjalan tanpa tujuan dan menerobos keramaian. Dia bahkan menitipkan mobilnya pada temannya, karena dia tahu Ale pasti tidak akan bisa menyetir pulang nanti.

Andra menoleh pada Ale yang tampak mendongak dan memandang hujan yang masih turun meski sudah tidak sederas tadi. Lampu-lampu jalan menampakkan percikan-percikan air yang turun dari langit.

Satu jam berlalu. Mereka masih berada di teras sebuah gedung tua. Hujan akhirnya reda. Meninggalkan sisa-sisa air di trotoar jalan. Beberapa bahkan membentuk kubangan air. Mereka akhirnya memutuskan untuk berjalan kembali ke tempat Ale memarkirkan mobil tadi.

"Bagaimana kamu tahu aku memarkirkan mobilku di sini? Aku sendiri bahkan lupa." tanya Ale saat mereka sampai di mobil Ale.

Andra hanya tersenyum. Menurutnya, dia tidak perlu menceritakan pada Ale kalau dia sudah mengikutinya sejak tadi pagi. Dia berjalan menuju kursi kemudi yang diikuti Ale duduk di kursi sebelahnya.

"Aku harus mengantarmu kemana?" tanya Andra sebelum menyalakan mesin mobil. Dia menatap Ale dan menunggunya menjawab.

"Kemanapun asal tidak pulang."

-00-

Same Sky Different WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang