Oria POV
Baru saja aku mau bersantai ria, pengganggu udah pulang aja. Sasage muncul aja kayak hantu, berdiri di belakangku, berkacak pinggang udah kayak pose mau mulai mengomel.
"Jadi binatang liar lagi? Kau itu tak pernah mau mendengarkanku ya?" Aku pura-pura tuli, bergulung dengan malas sambil menguap lebar-lebar. Salah dia nggak pulang di saat aku memohon, sekali nggak diharapkan muncul begitu aja.
"Oria, jangan menguji kesabaranku." Dicueki sedikit aja udah emosi jiwa. Aku ditangkap, angkat tinggi-tinggi dilemparkan begitu aja. Huh, tapi aku bisa mendarat dengan cantik. Pasang muka sombong, mendengus keras-keras. Goyang ekorku, menjulurkan lidah ajak berantem.
"Kau sendiri dari mana aja sih! Yang salah Hakon! Aku nggak bakal berbentuk begini kalau kau bisa kasih tahu Hakon yang benar!" Aku balik marah, salah Sasage tak menolongku. Aku jadi korban pencabulan gumpalan bulu dan baru bisa bebas kemarin.
"Jangan melawan bosmu." Ugh. Aku lupa, bos selalu benar. Sasage menggunakan kekuatannya untuk memaksaku tunduk.
"Bagaimana dengan tugas yang kuberikan padamu?" Habis itu dia tanya soal kerjaanku kayak aku nggak becus aja. Nggak dicek lalu nggak dikerjakan. Maaf aja, aku bukan rubah malas kayak gitu.
"Udah kelar kok. Tuh lihat sendiri." Aku tunjuk berkotak-kotak papan jodoh yang sudah selesai dikerjakan dan Sasage sungguhan mengeceknya kayak aku kerja asal-asalan aja.
"Kau menulis yang benar, kan? Bukan asal tulis nama." Keningnya mengerut tak senang, kemudian dia melemparkan dua papan padaku.
"Lihat baik-baik apa yang kautulis! Perbedaan 50 tahun itu bukan jodoh lagi, suaminya sudah pantas jadi kakeknya. Ini juga, lihat baik-baik, mereka berdua laki-laki! Siapa yang akan jadi istrinya! Kerja yang serius, Oria! Sekali kau menulisnya, tak ada yang bisa mengubah takdir mereka lagi!" Habis itu aku lagi yang disalahkan.
"Apaan sih, makanya jadi Dewa yang modern sedikit. Zaman sekarang tuh pedofil banyak, yang homo juga. Kan kau bilangnya tulis sesuai doa, mereka maunya begitu, masa aku kabulkan salah juga!" Aku tak terima dong! Orang jelas-jelas itu mau manusianya, bukan salahku kalau selera para jomblo itu agak melenceng.
"Jangan asal pasangkan cuma karena mereka yang minta. Dengarkan apa mau sekelilingnya, pikirkan baik-baik masa depan mereka. Karena anak buah seperti mu pamorku jadi jatuh!"
"Makanya jangan liburan mulu! Kerjakan sendiri!" Bodoh amat apa maunya orang sekeliling. Yang penting pasangan itu bahagia, susah amat. Memangnya Sasage pikir berapa banyak doa yang masuk setiap hari? Buluku bisa botak kalau dipikirkan semua.
"Berani kau bilang begitu? Sudah bosan jadi arwah penjaga ya?" Lagi-lagi begitu, tak bisa menang adu mulut pakai kekuatan posisi.
"Maafkan aku, Tuan Sasage. Rubahmu yang imut ini tak berani membantah." Apa boleh buat, aku juga pakai kekuatan pesona makhluk kecil menggemaskan.
"Kau menjijikkan. Sana cari Hakon, ajak dia pergi ke kuil Dewa Kematian." Pesonaku mental, si Sasage jadi makin jahat. Dia mau kirim aku ke tempat mengerikan. Lempar papan surat izin ke keningku, lalu tiba-tiba saja wujudku berubah menjadi arwah dengan sendirinya.
"Antar gulungankah?" tanyaku memastikan.
"Antarkan dirimu sendiri," jawab Sasage cepat.
Sudah aku duga. Dewa jahat ini mau balas dendam. Dia lempar aku ke Hakon dengan sosok mudah dicabuli, lalu suruh kami ke tempat mengerikan seperti ingin menyuruhku mati untuk kedua kalinya.
"Aku nggak mau! Aku mau protes! Hargailah hak asasi makhluk berbulu!"
"Sesuatu seperti itu tak ada. Sana pergi! Ini perintah!"
KAMU SEDANG MEMBACA
What Does Fox Want 2 [END]
FantasyRatusan tahun telah berlalu, Sang Dewa telah kembali. Beliau meminta pembuktian kepada Oria, menjadi arwah rubah yang baik, atau diubah menjadi rubah liar. Ujian penuh misteri dan kekocakan untuk diakui sebagai arwah rubah yang sesungguhnya pun dim...