Hakon POV
Aku menemukan Tolya di ruang riset, sengaja langsung masuk dan mengambil tempat duduk di depannya. Kuberi senyuman menyebalkan yang dia benci, tak peduli seberapa keras suara decakkan yang dia keluarkan.
"Ayo pergi makan kue," ajakku.
"Sudah kubilang tak mau. Pergi sana!" Sikap yang buruk, membuatku ingin mempermainkannya dengan buruk juga.
Aku kemudian berdiri, meletakkan tanganku di pundaknya sembari mendekatkan bibirku ke telinganya. "Yakin? Kalau kau ikut, aku mungkin bersedia membawamu ke Kuil Dewa Pernikahan." Untuk memancing ikan, ketepatan umpan adalah yang terbaik.
Oria selalu berpikir pria itu mengejar legenda kami karena uang, tapi aku yakin itu tak benar. Tolya seperti mengharapkan sesuatu yang lain. Keinginan bersama saudaranya yang belum sempat kudengar tempo hari.
Begitu umpan termakan, segalanya menjadi mudah. Tolya bereaksi seperti apa mauku. Dia bilang, "Bawa aku ke kuil itu setelah menemani kalian makan!"
"Tak masalah, tapi rahasiakan perjanjian kita dari Oria dan Fuku." Nanti tak menarik lagi. Karena aku ingin melihat sendiri wajah emosinya, kalau Oria tahu bisa-bisa semuanya menjadi kacau.
Rubah show tetap saja jadi rubah show, tak perlu melakukan sesuatu yang tak bisa dia lakukan. Aku cukup puas hanya dengan memajangnya di sampingku, menyentuhnya sesukaku dan mempermainkannya untuk mengisi waktu luang. Orang lain tak boleh, karena semua yang menyangkut Oria adalah hak istimewaku.
"Asalkan kau menepati janjimu."
"Tentu saja akan kutepati." Aku tidak berbohong, hanya saja realita memang tak sama dengan apresiasi. Nanti akan kuajarkan itu padanya. Sekarang kita lewatkan dulu. Karena inilah adalah waktunya menyenangkan Oria.
Kami pergi ke gerbang setelah itu. Tampang Tolya terlihat muak sepanjang waktu, tapi tak masalah. Fuku tetap bisa terpesona dalam kondisi apa pun. Jadi manusia naif memang hidupnya sederhana dan mudah dipermainkan.
Intinya kami tetap sampai ke toko kue yang mereka inginkan. Interiornya luar biasa feminin dan tamunya mayoritas perempuan. Aku bisa lihat kekesalan yang bertambah di wajah Tolya, apalah setelah dia melihat daftar menu yang tersedia. Sudah gambarnya terlalu meriah, harganya tak masuk akal.
"Hakon, kelihatannya yang ini enak. Yang itu juga. Aku mau semua, boleh?" Untuk rubah show semua itu bukan masalah, perutnya nomor satu. Lagi pula uang kami tanpa batas, tak perlu pusing memikirkan masalah hidup manusia.
"Kalau kau menciumku, akan kubayarkan semua yang kaupesan." Pola itu hanya berlaku untukku. Untuk Oria masih harus pusing karena akal-akalan ku. Jarang-jarang kami bisa menghabiskan waktu berdua dengan santai, akan kumanfaatkan sebaik-baiknya. Pekerjaan biar jadi prioritas nomor dua.
"Lagi-lagi begitu! Aku nggak mau!" Oria ngambek, sok buang muka tak mau, tapi dibujuk sedikit juga pasti berubah pikiran kok.
"Oke, jadi kue tart-nya juga tak mau? Benar nih? Ukuran besar lho, banyak buah beri kesukaanmu di atasnya." Kasih lihat saja halaman dengan kue kesukaannya. Pastikan porsinya juga besar. Beginilah caranya menyogok rubah show.
"Kalau beli sekarang dapat miniatur rubah pink yang lucu." Fuku menimpali, kebetulan sampai pada halaman yang sama.
"Aku mau pesan yang ini! Rubahnya kelihatan sangat lucu!" Setelah Fuku pesan, kepala Oria mulai gerak-gerak aneh, tergiur dengan miniaturnya.
"Tak ada yang putih nggak mau!"
"Oh, yang putih ada kok. Kalau pesan set dua jenis kue dan cokelat panas dapat boneka rubah putih yang menggemaskan. Kalau dua set, dapat sepasang boneka rubah putih. Hanya untuk hari ini, sebagai peringatan hari Festival Pernikahan Rubah," jelasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
What Does Fox Want 2 [END]
FantastikRatusan tahun telah berlalu, Sang Dewa telah kembali. Beliau meminta pembuktian kepada Oria, menjadi arwah rubah yang baik, atau diubah menjadi rubah liar. Ujian penuh misteri dan kekocakan untuk diakui sebagai arwah rubah yang sesungguhnya pun dim...