Chapter 4

602 107 0
                                    

Oria POV

Setelah seminggu kerjaanku hanya duduk dan tulis-tulis papan jodoh, akhirnya aku bisa berleha-leha lagi. Pause dulu jasa mendengar doa minta jodoh, nanti-nanti lagi baru buka layanan.

Sekarang aku lagi berjemur, habis perawatan bulu ceritanya. Niatku mau santai selama sebulan atau dua bulan, tapi Sasage nggak senang. Dia berdiri di depanku udah kayak ibu tiri.

"Jadi rubah lagi?" Matanya menatap nggak senang. Maunya aku tetap pertahankan bentuk arwah pelindung.

"Emang kenapa? Gumpalan bulu, kan lucu," balasku cuek. Jadi anak tiri bebal.

"Kau tak punya karisma. Apa yang akan dipikirkan oleh Dewa lain yang datang berkunjung?" Alah alasan! Mana pernah ada tamu datang. Orang kuil ini selalu kosong, gumpalan bulu oranye saja yang banyak.

"Ini seperti kau itu peliharaan kuil daripada penjaga," katanya lagi.

Aku putar bola mata. Mau peliharaan, maskot, penjaga atau pajangan masa bodoh! Yang penting aku imut.

"Aku tak punya baju kayak Hakon, tiap berubah repot cari baju manusia. Menyusahkan," balasku, cari-cari alasan.

"Kalau begitu pakai ini, jangan berkeliaran seperti binatang liar lagi!"

Sial, dikasih baju benaran. Dikeluarkan begitu saja kayak magis, tiba-tiba muncul di tangan. Kadang aku suka lupa kalau Sasage ini Dewa sungguhan. Saking nggak jelasnya makhluk satu ini.

"Iya! Iya, kupakai!" Terpaksa deh, aku berubah wujud dan pakai bajunya. Gaya kuno, sama kayak punya Hakon. Sama sekali tak ada perkembangan fashion selama ribuan tahun.

"Ya ampun, jelek begini," komentarku, sambil putar-putar badan nggak senang.

Kupingku yang imut ditarik dengan ganas, berasa kekerasan pada makhluk setengah berbulu. "Pakai saja, jangan banyak mengeluh!" Diomeli melulu kayak aku tuh anak kecil.

"Kalau bisa dibuat bergaya, ngapain dibiarkan tetap tradisional? Tuan Sasage kurang fleksibel." Aku balas dong, mana ada tuh perasaan takut dan menyesal diomeli. Udah kebal!

Aku bisa lihat bosku itu punya tingkat kesabaran yang minim. Mukanya udah kelihatan kesal banget aja. Aku pura-pura tak sadar sih. Habis si Hakon sedang pergi disuruh Sasage entah ngapain. Tak ada yang akan membelaku.

"Pergilah ke Kuil Dewa Air!" Tiba-tiba aku dikasih perintah, dikasih gulungan kayu mencurigakan mirip penggulung shusi. Gagal beri tahu, sekarang aku diperbudak. Memang ya, yang namanya bos di mana-mana tak mau tahu, kasih perintah saja hobinya.

"Kuilnya di mana?" tanyaku dengan polos.

Pernah dikasih tahu sama Hakon, tapi aku mah lupa. Lagian lewat dunia siluman kalau mau ke sana, aku mana bisa baca jalan di sana. Orang banyak kabut gaib. Jalan bisa tiba-tiba berubah sendiri. Gak ada tuh yang namanya GPS atau peta kertas.

"Cari tahu sendiri! Pergi sekarang!" teriak Sasage menyuruh.

Aku nggak jalan, masih berdiri di depan pasang muka bodoh. "Nanti deh, tunggu Hakon pulang." Aku mau minta ditemani. Takut tersesat atau ketemu siluman kelaparan di jalan.

"Pergi sekarang! Hakon baru akan pulang bulan depan!"

"Ke mana? Kok lama begitu?"

"Jalan, Oria!"

Aku nggak dijawab. Mungkin Hakon diperbudak juga, jadi kurir antar gulungan tak jelas begini.

"Tapi aku tak tahu kuilnya di mana," balasku lagi. Santai, pasang muka tak peduli. Sambil korek kuping, pura-pura tuli.

What Does Fox Want 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang