Chapter 1

1.8K 157 27
                                    

Oria POV

Aku menguap, bermalas-malasan di depan gerbang kuil. Ceritanya sedang berjemur sambil membuang-buang waktu. Hakon hilang gitu, tahu deh! Entah ke mana. Aku sih tak peduli.

Hidup selama ratusan tahun jadi gumpalan bulu tuh, lama-lama jadi kayak kakek-kakek. Makan, tidur, main, berjemur atau duduk bengong berhari-hari. Kalau lagi bosan turun ke dunia manusia, ganggu cucu cicit keturunan abangku.

Sudah bosan berjemur, aku merenggangkan badan. Jalan berlenggok ke dalam kuil, mau makan sesajen. Pas itu, ada bayangan yang muncul di belakangku. Refleks aku berbalik, mau omeli Hakon yang pergi nggak bilang-bilang.

"Gumpalan bulu, habis dari mana!" Langsung teriak aja gitu, nggak pakai lihat siapa yang datang.

"Kau siapa?" Makanya, pas ternyata itu bukan Hakon, aku mundur secepat kilat sampai menabrak pintu kuil.

Orangnya seram. Matanya emas, kulitnya pucat, rambutnya juga emas. Berpendar-pendar mencurigakan. Sosoknya seorang laki-laki terlihat seperti berumur dua puluhan, tapi aku yakin pasti umurnya udah nggak terhitung. Ini, kan dunia siluman, mana ada yang normal di sini.

"Penjaga kuil ini. Sana pergi! Siluman dilarang masuk!" Aku sok berani, tunjuk mukanya pakai kakiku yang lucu.

"Oh, pengganti Rio sudah ada," komentarnya. Sambil melihatku lekat-lekat. Tahu-tahu aja aku udah tertangkap. Ekorku yang ditangkap, dicengkeram pakai kekuatan siluman. Kepalaku di bawah, ronta-ronta nggak jelas, tapi tak bisa lepas.

"Emang kau itu siapa!" Kok kenal Nenek? Aku jadi curiga ... masa teman sesama arwah pelindung?

Sejak jadi arwah, aku udah ketemu sih sama beberapa penjaga kuil lain. Ada ular, harimau, burung, dan lain-lain. Biasanya kami ketemu pas Hakon ajak jalan-jalan di dunia siluman, nggak pernah tuh saling berkunjung kuil. Soalnya penjaga kuil tak boleh berkunjung ke kuil lain, kalau nggak bareng Dewa-nya.

Masalahnya, Dewa Pernikahan tuh terlalu santai. Berlibur tak pulang-pulang. Padahal masih banyak jomblo di luar sana yang butuh kekasih hati. Emang dasar, bos Hakon itu.

"Hakon, kamu tidak mengajarimu pasanganmu apa pun?" Bukannya menjawab, dia malah bertanya. Dilemparkan gitu ke Hakon yang ada di belakangnya. Pakai sosok siluman, kelihatan sok serius mukanya. Entah kapan pulangnya juga. Tahu-tahu ada di sana aja. Emang siluman mah sesuatu sekali.

"Aku sudah mencoba, Tuan Sasage. Oria yang tak mau belajar, selalu saja mengurus bulunya sepanjang waktu." Udah gitu omongan Hakon berasa menyudutkan aku. Kedengarannya aku nggak guna sekali, kayak anjing pameran gitu. Sibuknya jaga kualitas bulu.

"Aku rajin belajar pengendalian angin kok!" balasku, nyolot. Nggak terima dibilang gitu habis kerja keras belajar pakai kekuatan angin sampai tahap master.

Sekarang aku udah bisa melayang, bisa blow bulu pakai kekuatan magis. Gunting bulu nggak perlu minta bantu Hakon lagi. Tinggal pakai anginku, udah deh hasilnya bagus! Masa dibilang aku nggak bisa apa-apa, nggak mau belajar. Dasar Hakon tukang fitnah!

"Kau belum bisa menggunakan kekuatan angin itu untuk menebas siluman. Ini sudah 500 tahun, Oria." Tatapan mata Hakon kelihatan ngehina gitu. Nggak puas dia, soalnya sekarang bulunya kalah saingan sama buluku.

"Satu-satunya skill-mu yang berkembang hanyalah keahlian mempercantik bulumu."

"Memangnya kenapa? Toh, kita nggak ada kerjaan. Ya aku rawat bulu dong!" Jaga kuil yang nggak ada Dewa-nya tuh berasa pengangguran. Doa-doa para jomblo yang terdengar sama sekali nggak bisa aku kabulkan. Kalau lawan siluman sih ... Hakon juga bisa sendiri. Lah, terus ngapain aku harus belajar macam-macam.

What Does Fox Want 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang