Chapter 55

531 84 37
                                    

Oria POV

Rubah emas super elegan ini mau pamer daya tarik dulu. Terbang dengan gaya yang modis ke depan naga gadungan. "Aoi, Shi, lihat! Sosokku cantik sekali! Ekorku banyak, halus mengembang!" Tak lupa bicara pakai suara keras biar kedengaran.

"Bagus kau bisa mengendalikan sosok rubah ekor sembilan itu, tapi jangan menghalangi pandangan." Ish! Orang iri ya gitu, reaksinya nggak senang lihat orang lain lebih cantik.

"Oria, awas!" Apalagi yang diteriakkan oleh – wuaaa!

"Kelinci jahat! Jangan main tendang dong!" Pantatku sakit. Ditentang dengan kaki pink menyebalkan itu.

Tampang naga juga terlihat membodohiku. "Kan sudah kubilang awas." Bilang begitu seakan aku bego, udah dikasih tahu malah nggak mengelak. Yang salah kelinci tahu, tendangannya yang terlalu cepat.

"Percuma saja kau memanggil bantuan, kau sudah hampir tak bisa melawan." Sudah begitu kelincinya sombong, bicara dengan naga pakai nada merendahkan.

Si naga berdecak kesal, nggak membalas hinaan kelinci. Aku pun sadar, sisik naganya banyak berjatuhan. Kumisnya juga hilang satu, tanda-tanda akan jatuh segera. Kekuatanku masih full sih, tapi kelincinya juga nggak ada capek-capeknya. Kuku kaki dan tangannya super tajam, kayak bisa menarik buluku sampai pitak.

"Kami tidak sudi kalah dari penjaga kuil yang menggunakan kekuatan siluman. Jadi Oria, ayo kalahkan mereka." Aku nggak mengerti soal pakai kekuatan siluman atau tentang harga diri setinggi gunung si ular cebol. Intinya kalau kami mengalahkan kelinci itu, pesertanya tinggal kami berempat saja.

"Gampangnya kalahkan mereka dengan cepat. Lalu sisa waktu permainannya, kita habiskan dengan berkemah di dekat sungai ya!"

"Berkemah? Pikiranmu memang selalu simpel, Oria."

"Kalian yang tangkapkan ikannya nanti."

"Iya, kalahkan mereka dulu. Lebih baik kau serius. Luka dari sesama penjaga kuil butuh waktu bertahun-tahun untuk sembuh. Kalau bulumu dicabut, tumbuhnya juga butuh bertahun-tahun."

Apa katanya? Luka sih bisa pakai kekuatan penyembuhan, tapi buluku nggak bisa ditumbuhkan lagi pakai cara yang sama. Pantas saja dicoba berkali-kali gagal. Tidak mau! Ekorku udah terbakar di ujungnya. Kalau buluku dicabut lagi jadi jelek dong. Pokoknya aku harus serius!

"Nggak akan aku biarkan dicabu – HUAAA! PANTATKU PITAK!" Curang banget! Orang masih bicara juga, kelinci jahat itu sudah main serang aja, seenaknya cabut bulu pantatku.

"Pffttt ... barusan dicabut tuh." Naga jahat! Malah tertawa keras-keras.

Aku marah! Mau balas dendam! Rubah cantik mau pamer kekuatan dulu.

Satu kibasan ekorku yang indah mendatangkan topan, meniup kelinci jahat. Kelincinya berat sih, jadi nggak tertiup. Dia bahkan melompat ke arahku, menarik satu kakiku. Lalu aku diputar-putar, dilemparkan jatuh ke tanah.

"Rubah bodoh," katanya, menghina.

Setelah aku bangkit lagi, kelinci dan naganya sudah kembali bertabrakan kepala. Naga yang kalah, termundur beberapa langkah. Sang kelinci tak memberi ampun, siap-siap menendang lawannya yang belum bisa bangkit berdiri.

Aku menolong naga, terbang menabrak perut kelinci, membalas dorongannya. Dia jatuh terduduk, tapi langsung bangkit lagi loncat-loncat sambil meninjuku.

"Kelinci jalan pakai dua kaki aneh banget tahu!" Aku bersusah-payah mengelaki pukulan kelinci, sambil mencari celah untuk menamparnya dengan ekorku. Satu tamparan meleset, tapi tamparan kedua mengenai kakinya. Ia pun jatuh, terduduk dengan muka kesal.

What Does Fox Want 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang