Hakon POV
Setelah perkenalan kacau itu, Tolya jadi semakin waspada kepada kami sesuai yang kuharapkan. Mencampur logika dan takhayul menjadi satu, mengacau sedikit pemikirannya agar terpengaruh oleh delusi yang kubuat.
Aku sengaja mengatur kami satu kelas dan Oria bersama dengan Fuku. Biar sesama anak polos itu bermain saja, biarkan orang dewasa yang menyelesaikan ujiannya.
Aku meletakkan tasku, sengaja mengambil posisi duduk tepat di samping Tolya. Pria itu mendengus, kubalas dengan senyuman.
"Boleh aku duduk di sini?" tanyaku, mencari alasan untuk membuka obrolan.
"Kau sudah duduk di situ. Untuk apa tanya lagi." Reaksi yang menyebalkan, tapi aku bisa jadi lebih menyebalkan untuknya. Semakin dia menunjukkan rasa tak suka padaku, aku akan semakin menempelinya.
Kurangkul bahu Tolya sok akrab, menatapnya misterius. "Apa namaku membuatmu terganggu? Kau tak berpikir jika aku rubah dalam dongeng masa kecilmu, kan?" Tolya seharusnya semakin mencurigaiku sekarang, dan itulah yang kuinginkan. Rasa curiga tanpa bukti yang akan membuatnya frustrasi sedikit demi sedikit.
"Sikap arogan ini ... akan kubuktikan kalau itu semua bukan hanya dongeng!" balas Tolya.
Pria itu terpancing. Dia menarik rambutku, mencari letak telinga rubah yang dikiranya tersembunyi. Tak menemukan telingaku, dia memelototi mataku, mencari tahu trik apa yang membuat warnanya berubah.
"Sudah puas memeriksa?" Sayang sekali. Kekuatan Dewa bukanlah trik, fisik ini bukan hanya ilusi, melainkan tubuh pengganti yang dibuat menggunakan kalung yang terbuat dari batu darah Tuan Sasage sebagai inti kekuatannya.
"Kau pasti menyembunyikan ekormu!" Masih saja belum menyerah, malah mencoba menarik celanaku mencari ekor yang tak ada.
Pas itu, Daisuke melewati meja kami. Kelihatannya dia juga punya jadwal kelas yang sama. Mulut pria itu ternganga, tertutup setengahnya dengan ujung jari. Aku menyeringai licik dalam hati, sedangkan di luar memasang ekspresi wajah malu-malu tertindas.
"Hentikan ... kenapa kau berbuat seperti ini padaku?" Ups, tak lupa kalimat sok polos.
"Apa, kenapa kau tiba-tiba – "
"Hentikan Tolya! Pikiranmu ke mana? Terobsesi pada rubah juga ada batasnya. Jangan hanya karena namanya sama dianggap 0rang yang sama!"
Kali ini aku sengaja menunjukkan senyuman culasku. Tepat ketika Tolya didorong oleh Daisuke menjauh. Daisuke membelakangiku, karenanya hanya Tolya yang melihat ekspresi wajah meremehkan yang memang sengaja ingin kutunjukkan padanya.
Inilah balasanku atas sikapnya sebelumnya. Aku tak peduli ingatannya telah kuhapus. Aku tetap akan membuat hidupnya kacau sebelum memberinya kebahagiaan.
"Kau baik-baik saja Hakon?"
"Aku baik-baik saja."
Aku mengubah ekspresi wajahku begitu Daisuke menoleh. Kini Daisuke duduk di antara kami. Mencoba menjadi penengah yang baik. Hal itu tak terlalu berpengaruh bagiku, karena aku masih bisa mempermainkannya.
Lihatlah tetap penuh emosi itu, begitu menghibur. Setiap kali aku memberinya senyuman ramah yang palsu, Tolya semakin geram. Dia menggeretakkan giginya, paham kalau senyumanku adalah bentuk pelecehan pada harga dirinya.
"Rubah keparat!" Dia mengumpat.
"Sudah Tolya, kelas udah dimulai. Jangan terus mengoceh soal rubah. Itu hanya legenda." Daisuke menasihati.
"Betul, legenda akan tetap menjadi legenda tanpa bukti." Aku tertawa meledek. Mempermainkannya dengan permainan kalimat dan menantangnya untuk membuktikan sendiri kebenaran rahasia arwah rubah.
KAMU SEDANG MEMBACA
What Does Fox Want 2 [END]
Viễn tưởngRatusan tahun telah berlalu, Sang Dewa telah kembali. Beliau meminta pembuktian kepada Oria, menjadi arwah rubah yang baik, atau diubah menjadi rubah liar. Ujian penuh misteri dan kekocakan untuk diakui sebagai arwah rubah yang sesungguhnya pun dim...