Oria POV
Sasage datang kurang dari sepuluh menit, muncul aja begitu. Entah Hakon panggilnya gimana, tahu-tahu saja dia tahu kehadirannya dibutuhkan di sini. Biasa, mereka memang suka curang. Kekuatan praktis nggak pernah diajarkan padaku. Tahunya suruh-suruh dan memperlakukan ku kayak maskot atau binatang peliharaan kuil.
Sekali tampang malas itu tertuju padaku, Sasage menghela napas. Dia jalan ke arah Anko sambil korek kuping. "Kau mau memanggilku juga percuma, semua sudah terjadi." Bicaranya macam bos tak bertanggung jawab.
Anko pukul singgasananya lagi. "Bagaimana bisa kau berbicara seperti itu! Mereka berdua tanggung jawabmu!" Dia bentak-bentak Sasage.
Aku senang banget lihatnya. Berbanding terbalik dengan Hakon yang duduk di belakangku. Tampangnya serius sekali. Memelukku dengan erat dari belakang seperti takut aku bakal kabur.
"Lalu maumu bagaimana? Menghidupkannya lagi? Mustahil, kan. Ini sudah bukan zamannya, tubuhnya juga sudah tak ada." Sasage ngeles entah soal apa, bicara tak jelas kayak mencari-cari alasan.
Aku mendongakkan kepala, tatap Hakon penuh rasa penasaran. "Mereka bicarakan apa sih?" Tanya apa yang membuat Anko marah-marah dan Sasage bersikap bodoh amat.
"Membicarakanmu, Oria," jawab Hakon. Bukannya paham, aku makin bingung. Perasaan namaku nggak disebut deh. Apa hubungannya denganku? Palingan juga Sasage kerja nggak becus.
"ITU BUKAN PERMASALAHANNYA! KEBERADAAN DEWA ADALAH UNTUK MENOLONG MANUSIA, BUKAN MEMBUNUHNYA!" Aku tersentak kaget saat mendengar suara teriakan berikutnya. Hanya Anko yang terlihat serius. Tampang Sasage masih saja terlihat tak peduli. Dia bilang, "Bukan aku yang melakukannya."
"PERBUATAN PENJAGA KUIL ADALAH TANGGUNG JAWAB PEMILIK KUIL!" Udah deh, Anko tambah marah.
"Aku masih cuti saat itu, jadi di luar tanggung jawabku." Sekali Sasage bilang begini, Anko terdiam dengan tangan terkepal erat. Kayaknya mereka punya aturan soal liburan juga, jadinya Sasage bisa cuci tangan.
"Hakon, siapa yang salah sih? Sasage atau kita?" Aku tanya lagi, kali ini pakai bisik-bisik. Habis rasanya ada yang tak benar. Apa yang Anko ributkan itu sesuatu yang terjadi saat Sasage liburan.
Ya kali, kebetulan aku yang imut ini melakukan sesuatu yang mereka anggap salah. Biasanya juga begitu. Aku merasa nggak berdosa, tapi dianggap pelaku sama mereka.
"Hakon yang membunuhmu." Yang jawab si Anko. Dia pakai nada biasa aja pas bicara sama aku, tapi kalimatnya nggak biasa. Soalnya susah aku cerna.
Aku kibas-kibas tangan, menjernihkan kesalahpahaman. "Nggak kok. Aku masih di sini, duduk manis menunggu kalian ribut nggak jelas." Mereka drama banget. Bicara soal bunuh-bunuhan melulu, padahal mah nggak ada apa-apa.
"Nggak jelas kau bilang!?" Nada suara Anko agak meninggi. Dia melotot padaku. Sasage dan Hakon juga ikut-ikutan menatapku penasaran, berasa aku jadi tonton massal.
"Kenapa marah-marah sih? Kan aku kemari hanya mau memperbaiki catatan doang. Tinggal tulis lalu cap-cap sedikit selesaikan?" Aku tatap balik, pasang ekspresi wajah terimutku.
Sasage menghela napas supeeer panjang. Dia tunjuk mukaku dengan jempol, menatap dengan tatapan mengejek yang menjengkelkan.
"Lihat sendiri kelakuannya. Oria tak punya penyesalan apa pun, tidak juga merasa menjadi korban dan dia punya bakat bagus sebagai penjaga kuil. Lewatkan saja kenapa sih? Tinggal tulis dan cap, gampangkan," ucap Sasage. Meniru apa yang baru saja aku katakan.
Kalau yang begini aku setuju. "Iya tuh! Cepat selesaikan lebih baik. Aku mau gunting bulu sambil berjemur, nanti keburu sore nggak ada matahari."
"Kau bukan anjing show, berhenti mengurus bulumu!" Sasage marah tak jelas, tidak tahu diri habis kubela.
KAMU SEDANG MEMBACA
What Does Fox Want 2 [END]
FantasyRatusan tahun telah berlalu, Sang Dewa telah kembali. Beliau meminta pembuktian kepada Oria, menjadi arwah rubah yang baik, atau diubah menjadi rubah liar. Ujian penuh misteri dan kekocakan untuk diakui sebagai arwah rubah yang sesungguhnya pun dim...