Chapter 14

496 85 0
                                    

Oria POV

Habis pulang jalan-jalan sama Hakon, kami ketemu anak hilang di depan kuil. Bau-baunya kayak manusia, tapi masa iya sih? Ini, kan dunia siluman.

"Hakon, itu siluman apa?" tanyaku penasaran.

Hakon geleng-geleng kepala. "Hidungmu dipakai, Oria." Sambil bilang gitu. Hidungku yang imut ini selalu kupakai kok, buat endus perubahan aroma parfum buluku. Aku maunya bilang begitu, tapi Hakon udah keburu jawab.

"Dia manusia," kata Hakon.

Ternyata hidungku masih punya fungsi mengenali bau manusia, tadi hanya ragu kok. Habis selama 5oo tahun jadi gumpalan bulu, hanya pernah lihat penjaga kuil atau siluman doang yang datang.

"Terus? Kok bisa sampai di sini ya?" Masa dijebak sama siluman sih? Seperti kasusku dulu?

"Terkadang ada manusia yang bisa menemukan jalan masuk ke kuil. Kan sudah pernah kuberitahukan dulu. Yang seperti ini jarang, tapi kalau ada, permohonannya harus kita kabulkan." Bagus deh bukan kasus penipuan gumpalan bulu. Cuma kok kedengarannya bakal nyusahin ya? Baru juga aku mau berleha-leha mumpung Sasage pergi, muncul deh kerjaan nggak penting gitu.

"Wow! Rubahnya bisa bicara! Ada manusia setengah rubah! Ada kuping dan ekornya!" Tuh, kan! Pas lihat kami, dia langsung lari-lari mengelilingi kami kayak lihat sirkus.

Tangannya mulai iseng mau pegang ekor Hakon, tapi si gumpalan bulu dalam bentuk siluman ini memberikan tatapan mengancam yang membuatnya mundur teratur. Aku sih masa bodoh. Masih duduk nyaman dalam gendongan, tak mau pusing biar Hakon yang urus.

"Apa kau Dewa? Rubahmu lucu sekali! Boleh kupegang!"

"Hehe ... dengar tuh apa katanya, aku lucu! Kalau sisirkan buluku boleh pegang." Aku berubah pikiran. Manusia ini baik kok, pandai melihat sisi positifku. Jadi aku lompat turun. Rencananya mau pergi ambil sisirku, tapi Hakon malah menangkapku lagi, diangkat jauh-jauhkan dari anak baik itu.

"Jangan menyentuhnya," kata Hakon pakai nada bicara mengancam.

Aku geleng kepala imut. Heran kok tiba-tiba marah tak jelas. Si korban juga menjauh, lalu maju lagi. Kayak takut, tapi penasaran. Tipe manusia plin-plan nggak jelas maunya apa.

"Sang Dewa sedang keluar, tapi kami tetap akan mendengarkan doamu," sambung Hakon.

Dia bawa aku masuk ke kuil dan manusia itu ikut saja dari belakang kayak anak ayam baru menetas mengikuti induknya. Kayak-kayaknya tak ada yang bakal sisirkan buluku nih.

"Jadi ini sungguhan Kuil Dewa Pernikahan!? Kalian bisa mengabulkan semua keinginanku?" Tuh, lihat saja tingkahnya. Sudah berubah jadi pendoa tak sabaran. Kayak kami ini serba bisa aja saja. Aku toh cuma gumpalan bulu maskot kuil.

"Akan kami dengarkan dulu," kata Hakon.

"Eh? Nggak langsung dikabulkan?" Aku yang kaget. Kirain gampang aja gitu. Tinggal tanya nama dan nama incarannya, nanti biar kutuliskan ke papan jodoh.

"Jadi kuilnya hanya hiasan?" Nah, kan. Kalau begini mah kami makin diragukan. Kirain rubah tukang PHP doang, nggak bisa apa-apa.

"Bukan seperti itu ...." Hakon kelihatan kesal deh. Ini anak tipe-tipe yang menjengkelkan sih. Hakon mana sabaran mau mendengarkannya mengoceh nggak jelas. Mau minta istri saja banyak tingkah dulu.

"Akan kudengarkan siapa yang ingin kau nikahi. Setelah itu aku memeriksa takdir hidup kalian, perbuatan masa lalu, karma, doa-doa keluarga kalian dan baru memutuskan apakah kalian bisa berjodoh atau tidak." Ternyata Hakon bekerja jadi tukang comblang yang serius kayak ajaran Sasage. Dia sungguhan periksa semuanya baru mau tulis papan jodoh.

What Does Fox Want 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang