Hakon POV
Aku duduk bertopang dagu di perpustakaan, mengawasi Fuku dan Viktor tengah mempermainkan Tolya. Beberapa hari ini mereka terus bertengkar setiap kali bertemu di kampus. Oria sampai begitu kesal, merajuk tak mau lagi mengawasi mereka.
Kukirim dia kembali ke kuil selama beberapa waktu. Kebetulan Tuan Sasage ingin memeriksa perkembangan kemampuan Oria. Penggunaan anginnya tempo hari cukup terkontrol, jauh melebihi apresiasiku. Saat kulaporkan pada Tuan Sasage, beliau berkata ingin mengetesnya.
Oria tak pernah berlatih. Selama ini anginnya hanya dipakai untuk mengurus bulu. Rasanya aneh bila tiba-tiba saja dia bisa mengontrolnya dengan baik. Menggunakan kekuatan kami di dunia ini jauh lebih sulit daripada di dunia arwah. Terlebih dalam bentuk rubah setelah kami meninggalkan kuil dalam waktu lama. Kekuatanku sendiri sudah mulai berkurang. Jika Oria memang bisa berkembang sebaik itu, tak akan ada lagi yang menentangnya sebagai penjaga kuil.
Aku sungguh berharap tesnya menunjukkan hasil bagus. Ditambah keberhasilan menyatukan cinta yang telah gagal berkali-kali inkarnasi, posisi Oria akan stabil. Karena itulah, akan kupastikan tugas ini berhasil tak peduli bagaimanapun caranya.
Fuku telah menyadari keberadaanku. Dia segera berpisah dengan Viktor. Kemudian berlari memasuki gedung perpustakaan ini. Kurasa dia akan segera sampai ke tempatku.
"Hakon, akhirnya ketemu juga! Oria bolos tiga hari tak ada kabar. Dosen kami sudah marah-marah. Dia mungkin harus mengulang semeter." Tak masalah, aku hanya perlu mengusik ingatan manusia, membuat Oria kembali sekelas lagi dengan Fuku tahun depan. Itu pun bila pekerjaan ini belum selesai saat itu.
"Biarkan saja. Kalau Oria gagal dengan studinya, aku akan merawatnya seumur hidup." Aku tersenyum tulus, menyampaikan betapa besar cintaku dan sebagai balasannya, Fuku malah menunjukkan ekspresi ngeri.
"Sengaja membuatnya tak bisa apa-apa agar tinggal di sisimu itu licik sekali." Astaga, ternyata niatku ketahuan.
"Semua itu bagian dari cinta, Fuku. Ingat kata-kataku, kau harus licik untuk bisa mendapatkan kebahagiaanmu. Untuk sekarang jangan sampai luluh dulu. Tolya belum mendapatkan pelajaran yang cukup." Kami masih harus mempertahankan permainan ini sampai Oria kembali. Karena dia yang harus bertindak di akhir. Kalau tidak, hasil ujian ini tak akan menjadi keberhasilannya.
"Tapi aku benci Viktor. Kamu dapat dia dari mana sih? Lagian kenapa sampai harus menipu Oria juga. Rasanya aku agak merasa bersalah." Mencarikan pacar sebrengsek Viktor itu sulit. Selain harus Fuku sogok terus, aku juga membayarnya di belakang. Jangan sampai keraguan Fuku menyia-siakan usahaku.
"Fuku, Oria itu bodoh dan naif. Dia tak akan suka cara kita dan aku tak mau terlihat buruk di matanya. Jadi kita juga harus menipunya." Membangun simpati Oria pada Tolya juga merupakan bagian dari rencana. Kelak, Oria akan berbalik mendukung Tolya. Saat itulah, keadaan benar-benar akan berakhir sesuai rencanaku.
"Aku merasa seperti menjual jiwaku pada iblis."
"Kau berkonsultasi dengan orang yang tepat. Jangan ragu padaku. Teruskan usahamu. Bila membuang sedikit uang dan bersabar dengan Viktor sebentar demi memiliki Tolya seumur hidup saja tak sanggup, maka cintamu tak sebesar yang kaupikirkan. Lupakan dia, carilah cinta baru." Kugunakan sedikit kekuatan arwah dalam kata-kataku. Fungsinya tak akan terlalu kuat, tapi cukup untuk menguasai pikiran manusia berpikiran sederhana seperti Fuku.
"Cintaku pada Senior bukan sesuatu yang bisa digantikan! Aku akan berusaha lebih keras!" Pria kecil ini berdiri, berlari meninggalkanku. Namun, sepenuhnya ia sudah dalam kendali kekuatanku. Setidaknya untuk satu minggu ke depan, pengaruh kekuatanku akan bertahan padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
What Does Fox Want 2 [END]
FantasíaRatusan tahun telah berlalu, Sang Dewa telah kembali. Beliau meminta pembuktian kepada Oria, menjadi arwah rubah yang baik, atau diubah menjadi rubah liar. Ujian penuh misteri dan kekocakan untuk diakui sebagai arwah rubah yang sesungguhnya pun dim...