Oria POV
Aku sudah sampai ke kuil Dewa Air. Kukira bakal diperlakukan seperti tahanan, rupanya tidak. Hanya disuruh duduk, dikasih jamuan sambil menunggu Dewa mereka datang.
Shi pergi mengantarkan gulungan pesan Sasage, jadi aku hanya duduk berdua sama Aoi. Tampang kedua ular itu sama, kayak anak kembar yang nggak bisa dibedakan sama sekali.
"Aoi, sampai kapan aku bakal tinggal di sini?"
Hakon kapan datangnya ya? Berhubung dia pulang ke kuilnya masih bulan depan, aku penasaran bagaimana caranya mereka menghubungi Hakon. Kalau Sasage sih aku nggak berharap apa-apa. Itu Dewa, kan nggak jelas.
Masa aku harus tinggal di sini berbulan-bulan? Jadi peliharaan dong? Nggak mau ah! Di sini dingin, banyak paritnya, mana bagus buat buluku.
"Tidak tahu. Memangnya buat apa juga kamu tinggal di sini? Kalau hanya mengantarkan pesan saja, bisa langsung pulang." Yang ditanya juga menyebalkan. Macam aku yang mau tinggal lama-lama di sini. Padahal mah si Shi itu yang menyeretku seenak jidatnya.
"Tanya pasanganmu sana! Aku juga mau pulang kok, nggak dikasih!" Aku sewot, kesal, sebal dan tak tahu jalan pulang, tapi tak mau mengaku juga. Nanti ular jahat ini tertawakan aku. Bilangnya aku nggak berguna, hanya bisa menyusahkan Hakon.
"Kau memakan sesuatu di kuil kami?" Nah, kan! Sekarang aku malah dituduh! Memangnya dia pikir aku ini rubah liar apa! Lihat apa yang enak main makan saja!
"Mana ada! Tadi tuh Shi marah-marah tak jelas, tuduh aku bukan arwah penjaga kuil apalah! Katanya mau dicek dulu sama Dewa kalian gitu." Aku jelaskan dong, biar tak dituduh lagi. Rasanya kayak penjahat aja. Padahal mah aku berhati suci bersih.
Habis aku menjelaskan, pandangan Aoi padaku berubah. Tiba-tiba saja dia mundur, menjaga jarak dari ku dengan sikap yang begitu waspada. "Apa yang kaulakukan?" Lalu makin menuduh lagi.
Semua orang jahat! Kalau nggak aku diomeli, disuruh-suruh, dituduh, ya ditindas lagi! Memang makhluk gaib tuh sesuatu sekali.
"Mana ada! Panggil Hakon cepat, sama Sasage sekalian! Jangan seenaknya fitnah aku!" Kirain aku bakal merasa sedih, terus tertekan apa! Nggak bakal, ya ada aku bakal protes membela diri.
"Shi tidak akan memperlakukan mu seperti itu tanpa sebab, Oria. Lagian sikap macam apa itu! Tuan Sasage itu seorang Dewa, beliau majikanmu! Cara panggil macam apa itu!" Ih, sekarang aku diomeli lagi.
"Apaan, Dewa tukang liburan begitu." Mana aku mau dengar, nggak penting amat mau panggil apa. Yang penting nggak di depan hidung Sasage saja, soalnya nanti aku bakal diubah jadi gumpalan bulu oranye yang jelek.
"Rubah tengik, akan kuajarkan sopan santun padamu."
"Coba aja! Aku nggak takut sama ular kecil kok!"
Kalau depan Aoi sih aku berani. Dia, kan hanya ular tua bangka yang sukanya nyamar jadi anak kecil. Entah sudah ganti kulit berapa juta kali, masih saja bertingkah sok imut.
"Oke, biar kugigit kau!"
Setelah itu Aoi berubah jadi ular putih kecil, tapi berlagak hebat melilit kakiku. Giginya tajam sekali ... udah siap mau menggigit betisku. Nggak aku biarkan dong. Jadi aku berubah jadi gumpalan bulu yang imut, melepaskan lilitannya dan langsung membalas mencakar sisik jelek itu pakai kukuku yang imut.
Tak lama, kami main cakar-cakaran dan gigit-gigitan yang menggemaskan, tapi merusak buluku dan sisik jelek itu. Hingga Shi kembali lagi ke sini. Si galak itu mengangkat aku dan Aoi dengan tangan berbeda, memisahkan kami sejauh yang ia bisa.
"Oria ... sudah kubilang, tunggulah yang manis." Hanya aku yang salahkan. Soalnya sesama ular saling mendukung. Biasa ... dunia emang nggak adil. Apalagi terhadap makhluk super imut seperti aku ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
What Does Fox Want 2 [END]
FantasíaRatusan tahun telah berlalu, Sang Dewa telah kembali. Beliau meminta pembuktian kepada Oria, menjadi arwah rubah yang baik, atau diubah menjadi rubah liar. Ujian penuh misteri dan kekocakan untuk diakui sebagai arwah rubah yang sesungguhnya pun dim...