Chapter 7

587 99 4
                                    

Oria POV

Memang bos bejat! Habis kena marah Shirage, dia melampiaskan kekesalan padaku. Sasage sialan itu mengikat leherku pakai kalung anjing! Dia suruh aku jalan kaki berasa lagi bawa anjing jalan-jalan. Talinya dia pegang, sengaja jalan cepat biar aku terseret-seret. Terpaksa aku jalannya sambil lari biar nggak terpeleset.

"Main apa sih! Lepaskan nggak!" Aku protes tak terima, menatapnya sinis berhenti jalan. Sengaja, biar Sasage kesal menarikku.

"Lepaskan? Bukannya kau sudah jadi peliharaan kuil? Bertingkahlah yang sesuai. Disuruh berwujud arwah malah jadi binatang terus." Dia malah pasang muka kayak preman mau mengajak ribut. Memang sih aku pernah bilang masa bodoh mau dianggap peliharaan atau maskot, tapi kan bukan berarti aku bersedia diperlakukan kayak gitu!

"Oke! Sekarang aku udah jadi arwah!" Ya udah, terpaksa aku berubah wujud, meninggalkan sosok gumpalan bulu super imut ini. Sasage lalu membuang pegangan kalung anjingnya, dia berdecak kesal. "Kalau begitu cepat kembali ke kuil, kerjakan pekerjaanmu!" Terus menghilang begitu aja. Mungkin mau kabur dari tugas, liburan lagi entah ke mana.

"Hakon, lihat deh kelakuan Sasage! Tak jelas begitu!" Aku langsung mengadu, protes ke Hakon yang dari tadi membisu jalan di belakang kami.

"Kalau kau tak dibegitukan, pasti kau selalu berbentuk rubah. Kita ini arwah penjaga kuil, Oria. Bentuk rubah itu hanya dipakai untuk menyamar di dunia manusia. Bukan sosok permanenmu." Hakon malah balik ceramah.

"Bentuk ini jelek. Bajunya kuno." Aku korek kuping, jalan cepat di depannya. Masih saja melawan. Bentuk saja dipermasalahkan, yang penting kerjaku kelar aja masa masih nggak cukup. Memang dasar Hakon dan Sasage sama aja, banyak maunya.

"Bagus kok, wajahmu jadi ganteng." Nih Hakon mulai menggombal nggak jelas. Tahu-tahu saja tanganku ditahan, lalu aku didorong hingga menabrak batang pohon. Dia berada di depanku, menatap begitu teduh membuat kekesalanku lenyap. Tangan Hakon berpindah ke wajahku, mengusap perlahan naik ke telingaku. Dia mengusapnya main-main, sembari mencium leherku menggoda.

Aku lupa! Gumpalan bulu satu ini memang aslinya mesum. Pasangan sebenarnya tak perlu dalam bentuk hubungan romantis. Kayak arwah penjaga kuil lain. Shi dan Aoi aja contohnya, hubungan yang lebih seperti saudara. Hakon aja yang memang cabul, menipuku dan melecehkanku begini.

Dan begonya aku, bukannya menendangnya ... aku malah mendadak jinak saat leherku dijilati. Tangannya kaku terangkat, bingung mau ditaruh ke mana saat Hakon memeluk pinggangku erat.

Setelah menjilati leherku, dia menggigit daguku, memberi tatapan panas yang membuatku menahan napas. Gelisah tak karuan mencoba menyembunyikan debaran dada yang suka berkhianat.

"Aku lebih suka sosok ini," Hakon ngebual.

Dia menjilat bibirku setelah itu, memaksa agar mulutku terbuka dan membiarkan lidahnya masuk ke dalam. Aku benci saat dia melakukan ini, karena ciuman darinya selalu terasa sangat memabukkan.

"Katakan lagi, Hakon." Harga diriku berasa terlempar begitu jauh, hancur bersama dengan akal sehat. Saat aku sadar, tanganku telah berpindah ke lehernya, melingkar dengan manja. Mulutmu mulai ngaco, minta digombali berasa kegatalan sekali.

"Aku menyukaimu, Oria." Hati bego! Ngapain kesenangan sendiri cuma karena mendengar kata-kata penuh tipu daya begitu?

Aku bahkan sudah membalas ciumannya, mengisap bibirnya begitu bersemangat. Hakon jadi makin lancang, tangannya sudah berpindah ke pantatku, meremas dengan kuat mendorongku semakin mendekat padanya.

Dari hanya ciuman ringan, terbawa suasana menjadi ciuman panjang begitu sensual. Lidah kami saling menyapa, bergelut merasakan manisnya saliva masing-masing.

What Does Fox Want 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang