Oria POV
Karena ini musim panas, kampus kami mengadakan kegiatan bersama secara sukarela. Sejenis piknik memetik buah persik. ToFu ikut dong, berhasil dibujuk sama Hakon. Caranya aku tak mau pikirkan, yang penting mereka ikut saja sudah cukup. Jadi aku juga bisa pergi untuk menciptakan momen spesial tumbuhnya cinta di antara mereka.
Pikniknya dua hari satu malam, satu kamar untuk empat orang. Entah gimana caranya, kelas senior dan junior bisa gabung satu kamar. Mungkin Hakon pakai kekuatan siluman, tahu-tahu saja kami kebagian satu kamar berempat.
Tolya menatapku penuh curiga. Dia bilang, "Kalian menyogok ya?"
"Jangan salahkan aku. Lagian kenapa kesal sih? Sekamar sama teman lebih baik daripada sekamar sama orang nggak begitu dekat." Aku mana mau tahu, mau sogok atau cuci otak sama saja.
Tolya mengalihkan pandangan pada Fuku dan Hakon yang sedang diskusi pembagian tempat tidur. Soalnya hanya ada dua ranjang ukuran sedang. Dia menunjuk mereka dengan jempolnya. "Teman yang sibuk merencanakan aksi penyelinapan tengah malam?" Ceritanya mau mengadu kalau Fuku mau menyergap dia di ranjang malam-malam atas rekomendasi Hakon.
"Haha ... Fuku anak polos tahu. Yang ada kau yang menyerangnya." Mana mungkin Fuku punya nyali. Emang Hakon, selalu mencuri kesempatan. Palingan juga Fuku malu-malu gumpalan bulu kalau disuruh seranjang dengan Tolya, lalu merengek minta seranjang denganku.
Heh!? Tunggu dulu! Nanti malam aku dong yang disergap?
"Oria! Kalau kau nggak keberatan, gimana kalau – " Pas banget Fuku panggil, pasti mau ajak berbagi ranjang.
"Aku mau banget!" Cepat-cepat kujawab sebelum Hakon menyela.
"Hehe ... bagus deh. Hakon, Oria bilang oke!" Terus Fuku lapor ke Hakon.
Seringai sombong langsung menghiasi wajahku. Sengaja kupamerkan biar Hakon kesal karena tak bisa seranjang denganku. "Baguslah, kalau begitu sudah kita putuskan." Tapi kok ... Hakon malah terlihat lebih senang ya?
"Putuskan apanya? Kalian tak tanya padaku?" Malahan Tolya yang terlihat kesal. Cowok menyebalkan itu bersedekap di sampingku, membuat Fuku tersipu malu kayak orang bego mendadak bisu nggak bisa ngomong.
"Kau seranjang dengan Fuku. Aku dengan Oria. Tiga lawan satu suara, tak perlu tanya lagi. Lagi pula kalau tidak dengan Fuku, kau mau dengan siapa?" Heh ... apa kata gumpalan bulu?
"KOK GITU! AKU NGGAK BILANG MAU SERANJANG DENGANMU!" Aku protes, nggak terima. Nggak mau dilecehkan di depan orang.
"Tadi kamu bilang mau banget, Oria." Fuku di saat begini baru bersuara, saking kegenitannya mau seranjang dengan Tolya.
"Aku nggak bilang begitu!"
"Dengar, Oria tak bilang setuju. Jadi dua lawan dua suara." Nah gitu dong, sekarang aku dan Tolya jadi teman. Fuku bukan temanku lagi, soalnya dia sudah terhasut oleh Hakon.
"Oria mah! Peka sedikit dong!" Fuku hentak-hentak kaki, merajuk sok imut, tapi aku lebih imut. Jadi aku nggak mau peduli.
"Jadi apa maumu?" Pertanyaan Hakon mengandung aura mengintimidasi ala siluman yang berasa benar-benar bisa mengutuk. Sekaligus membuat otakku terpaksa berpikir keras. Habis kalau nggak sama Fuku, hanya sisa aku dan Hakon. Masa denganku? Ogah. Nggak mau. Memang paling pas bareng tuh Tolya bareng Hakon. Sesama orang licik biar akur.
"Tolya dan Hakon. Aku dan Fuku. Beres!" seruku. Secepat mungkin memberi alternatif lain demi keselamatan tubuhku.
"Aku nggak mau seranjang denganmu!" Si Fuku kurang ajar. Saking merajuknya dia begitu sekarang. Memperlakukan ku kayak kakak tiri jahat.
"Baiklah. Aku tak masalah dengan si bodoh ini." Dan cowok taksirannya lebih kurang ajar. Tunjuk pipiku dengan ujung jarinya. Seenaknya memutuskan sambil menghinaku.
"Aku yang keberatan!" Hakon langsung mendekat, tepis tangan Tolya. Terus dia berniat memelukku kayak di drama, tapi aku lebih dulu menunduk menghindari lengannya, kabur sejauh mungkin dari mereka.
Tatapan jahat Hakon kini tertuju padaku, kelihatan super kesal aku lebih memilih tidur dengan Tolya daripada dengannya. Padahal aku nggak bilang setuju, hanya diam dengan ekspresi imut yang begitu polos.
"Iya tuh! Senior yang peka dong! Kan Hakon dan Oria pacaran. Jadi kita yang harus pengertian memberi mereka kesempatan berduaan." Di saat begini baru Fuku bisa berteriak pada Tolya. Sampai si cowok menyebalkan terkaget.
"Kau sebegitu putus asanya mau seranjang denganku?" Berakhir mengucapkan sesuatu yang membungkam mulut Fuku seketika.
Hahaha! Bagus! Rasakan! Siapa suruh menumbalkanku pada Hakon, dikatai begitu deh cowok taksiran.
"Bukan ... itu, anu ... Hakon ...." Nangis, kan. Malu, kan. Mohon-mohon pembelaan Hakon deh. Berasa Hakon abangnya yang baik hati, pengertian dan suka memanjakan.
"Tak perlu berkata seperti itu. Sampai membuat junior menangis segala. Memalukan." Dan Hakon sungguhan membela, niat banget menjodohkan mereka.
Eh? Oh, iya! Kan tujuanku kemari untuk mendekatkan mereka. Kok aku malah terbawa suasana jadi berasa peran antagonis yang senang memperumit jalan cerita cinta ToFu sih!?
"Cih!" Tolya berdecak kesal, mengacak rambutnya tak jelas kenapa.
"Oria, sini. Ikut denganku." Di saat yang sama, Hakon menarikku keluar kamar, meninggalkan mereka dalam kecanggungan yang aneh. Aku diseret lumayan jauh dari mereka. Di sebuah set tempat duduk yang disediakan oleh penginapan agar tamu bisa bersantai.
"Kau tak lupa dengan tujuan kita, kan? Kenapa kesannya malah seperti kau mempersulit Fuku. Bekerjasamalah. Bukannya kau mau membayar karmamu?" Terus diingatkan pada kebegoanku beberapa saat yang lalu.
"Ingat kok! Aku cuma bercanda. Nanti juga aku akan mendukung Fuku!" Aku menyangkal, berlagak tak lupa padahal tadi memang lupa. Yang penting sebelum Hakon ingatkan, aku sudah ingat lebih dulu.
"Kalau begitu bilang kau tidur denganku." Ugh, tapi ....
"Apa yang kautakutkan? Kita selalu tidur bersama."
"Siapa yang takut! Tak perlu bilang begitu segala." Kesannya kayak kami selalu mesra-mesraan tidur bareng setiap malam. Padahal sebenarnya nggak, hanya kadang-kadang saja kalau aku tersogok.
"Kalau begitu ayo kembali, bantu mereka berbaikan," ujar Hakon.
Karena sepertinya hari ini Hakon begitu serius berpikir ala rubah comblang, jadi aku rasa malam ini aku bisa tidur dengan aman. Aku pun setuju, mengangguk, mengikuti Hakon kembali ke kamar.
Saat kami memasuki kamar, suasana canggung itu berubah menjadi kecanggungan yang berbeda. Tolya dan Fuku duduk bersebelahan di ranjang yang sama. Tampang Tolya seperti biasanya terlihat menyebalkan, tapi tampang Fuku gugup gelisah malu-malu gumpalan bulu.
Jadi, apakah ada proses pendekatan di antara mereka? Masa iya, mataku tak salah lihat, kan? "Hakon, suasananya menjadi kayak pink berbunga-bunga, nggak?" Untuk memastikan, aku bertanya pada Hakon. Bisik-bisik sesama siluman biar tak kedengaran.
"Kau itu bicara apa sih? Kadang aku tak paham bahasamu, Oria." Balasan dari Hakon pakai suara keras. Terus dia geleng-geleng kepala berasa ocehanku itu terdengar tolol sekali.
"Ya sudah, lupakan!" Aku kesal! Emosi jiwa! Hakon bodoh!
KAMU SEDANG MEMBACA
What Does Fox Want 2 [END]
FantasyRatusan tahun telah berlalu, Sang Dewa telah kembali. Beliau meminta pembuktian kepada Oria, menjadi arwah rubah yang baik, atau diubah menjadi rubah liar. Ujian penuh misteri dan kekocakan untuk diakui sebagai arwah rubah yang sesungguhnya pun dim...