Chapter 18

384 83 0
                                    

Oria POV

Rupanya kami nggak pergi jauh-jauh. Alias ganti profesi dari rubah comblang menjadi tukang intip orang pacaran. ToFu udah pindah gitu, meninggalkan ruang riset universitas yang mau dipakai mahasiswa lain. Mereka pindahnya ke kamarnya Fuku, mungkin mau mesra-mesraan.

"Hakon, ngapain kita ngintip di sini. Di sana ada sofa empuk." Aku sih bodoh amat. Capek sembunyi di dalam lemari baju Fuku, ngintip dari celah pintu yang terbuka sedikit.

"Kalau ke sana bukan mengintip lagi namanya, Oria." Hakon mengomelnya pakai bahasa gumpalan bulu, mungkin biar nggak terlalu kedengaran.

"Sejak awal juga ngapain ngintip. Biarkan aja mereka, atau ngumpul bareng." Aku balas pakai bahasa gumpalan bulu juga, suarannya dipelankan sekali.

"Ini pekerjaan kita Oria, menguji Tolya. Apakah dia memang pantas untuk Fuku."

"Eh? Rubah comblang pekerjaan sampingannya rubah penguntit? Nggak banget. Minta kerjaan lebih santai dong."

"Kalau ada kita, Tolya tak akan menunjukkan niat aslinya. Diam saja kau, dan perhatikan mereka baik-baik." Aduh, Hakon sensian. Bikin aku nggak nyaman. Mau ajak bercanda aja tak bisa. Ya udah. Aku kerja yang benar. Jadi tukang intip!

Ceritanya sekarang Fuku dan Tolya lagi duduk hadap-hadapan, minum teh mahal kiriman orang tua Fuku. Tampang Fuku kelihatan bego banget, menatap Tolya kayak lihat idol super ganteng.

Sementara tampang Tolya kelihatan sialan sekali. Dia menceritakan soal leluhurnya, alias masa laluku dan Hakon. Alasan kenapa dia ngebet sekali minta Hakon mengabulkan doanya. Itu karena dia percaya Hakon yang membuat Kakek kaya raya dengan kekuatan siluman. Padahal mah sebenarnya cukup kami keluyuran di dekat manusia, orang itu bakal kaya sendiri.

Leluhurnya kaya karena aku sering datang minta belikan sabun perawatan bulu. Berhubung aku sudah tak butuh sabun dan tak pernah datang lagi, mereka jatuh miskin hingga generasi Tolya.

Tolya inginnya kaya lagi, berpikir jika meminta pada kami keinginannya akan dikabulkan. Tentu saja nggak bisa. Kami tak boleh sembarangan mencampuri nasib manusia.

Itu dulu Sasage pergi berlibur, jadi kami bisa bebas ke dunia manusia. Sekarang mah nggak bisa, nanti kena omel. Ini bantu Fuku aja lapor dulu kok, via siluman mail, langsung sampai aja laporannya dalam kepala Sasage.

Cuma Hakon yang bisa pakai siluman mail. Soalnya dia siluman jahat. Aku maskot imut, nggak bisa apa-apa.

"Jadi begitu, makanya aku ingin meminta tolong pada Hakon. Fuku, kau mau membantuku bertemu dengan Hakon lagi, kan?" Ugh. Apaan akting jelek begitu. Pasang tampang sok sedih, padahal beberapa saat lalu sikapnya buruk sekali pada Fuku.

"Aku akan melakukan apa saja untukmu, Senior. Tenang saja, Hakon dan Oria tinggal di sini untuk sementara." Fuku bego banget. Masih aja tersipu-sipu bego cuma karena tangannya digenggam sedikit.

"Aku boleh menunggu di sini sampai mereka kembali?"

"Boleh, tapi aku juga tak tahu kapan mereka kembali."

"Tak apa-apa, aku akan datang terus sampai bertemu dengan Hakon."

"Kalau begitu Senior simpan saja kunci serepku."

Ahhh! Ingin rasanya aku keluar dan menggigit Tolya. Senyumannya itu lho! Licik sekali waktu Fuku memberinya card yang menjadi kunci. Aku yakin tuh, pasti Tolya tahu Fuku suka padanya, jadi dimanfaatkan demi harta.

"Hakon, setelah dipikir-pikir ... aku lebih suka DaiFuku daripada ToFu."

"Dasar rakus, jangan bicarakan makanan sekarang. Lihat baik-baik, mereka tak bisa jadi pasangan. Tolya tak bisa membahagiakan Fuku. Kita harus mencarikan Fuku jodoh lain."

"Makanya, aku bilang tuh DaiFuku!" Itu lho, senior lain yang tinggal di lantai atas. Namanya Daisuke. Kayak-kayaknya suka sama Fuku. Aku ketemunya kemarin, waktu Hakon balik ke dunia siluman dipanggil sama Sasage.

"Wow ... apa ini? Pantas saja ada suara-suara aneh, ternyata kalian ada di dalam sini. Jadi kecil enak sekali, gampang sembunyi."

"AHHH! AKU DITANGKAP!" Lagi asyik-asyiknya gosip dengan Hakon, pintu lemari terbuka secara tiba-tiba. Tolya jahat itu menangkapku, dipegang erat-erat sampai tak mau lepas.

"Kalian bisa bicara pakai bahasa rubah juga?" Sambil interview Hakon pula. Memang ngeselin!

"Eh? Oria dan Hakon ngapain di dalam sana?" Hanya Fuku yang memberi reaksi polos. Terkaget melihat kemunculan kami. Dua rubah penguntit amatiran. Baru juga mulai, udah ketahuan.

"Fuku, tolong aku! Aku nggak suka digendong sama Tolya!" Aku ronta-ronta dengan imut, berusaha nggak terlalu banyak gerak biar buluku tetap rapi.

"Dinginnya, aku ini cicit buyutmu tahu." Tiap kalimat yang keluar dari mulut Tolya memang membuat emosi.

"Aku nggak peduli! Kau menyebalkan sekali! Lepaskan aku!" Aku nggak peduli soal buyut-buyutan. Ratusan tahun udah berlalu, kekentalan darah juga sudah mencair bercampur ke mana-mana.

"Tak mau. Kalau kulepaskan Hakon akan kabur lagi." Sekarang Tolya tersenyum busuk. Seakan mengatakan aku adalah umpan Hakon. Cih! Kalau begini aku nggak bakal kasih tahu kalau aku juga bisa membuatnya kaya.

Brak!

Bukan aku yang pukul Tolya. Itu si Hakon. Tiba-tiba berubah bentuk, merebutku kembali dan kemudian mendorong Tolya sampai terpental.

"Inilah kenapa aku membenci manusia." Terus dia bilang begitu dengan nada marah. Aku jadi teringat, kalau Hakon memang tak pernah suka dengan manusia. Orang-orang yang begitu serakah dan egois telah begitu banyak melukainya.

Aku lalu berubah bentuk. Mengambil sosok arwah agar tak ditangkap lagi. "Fuku, kami akan kembali ke dunia arwah dulu. Jangan biarkan hatimu dimanfaatkan demi kepentingannya." Kali ini tak perlu menunggu Hakon, aku yang putuskan sendiri apa yang kuinginkan.

Tangga menuju ke kuil kubuka, naik ke atas dengan cepat tanpa menunggu balasan dari Fuku. Soal cowok itu terlalu polos dan bego untuk mengerti maksudku. Hanya angguk-angguk kepala dengan ekspresi bingung.

Hakon ikut denganku. Mungkin karena ini pertama kalinya aku bersikap serius, jadi dia menghargai keputusanku.

Begitu tiba ke kuil, aku masuk ke kamar. Merajuk, kesal, ingin tidur menenangkan pikiran biar bisa kembali lagi dengan kepala dingin melanjutkan tugas jadi rubah comblang.

"Oria kenapa? Tumben sekali dia mengambil bentuk arwah?" Aku nggak dengar tuh pertanyaan Sasage. Main pergi aja, tinggalkan Hakon menemani bos nyebelin itu. 

What Does Fox Want 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang