Chapter 17

391 82 1
                                    

Oria POV

Aku yakin Hakon pasti siluman sungguhan. Soalnya dia bisa dengar teriakan tertindasku lintas dunia. Gumpalan bulu itu munculnya pas banget! Tepat ketika Tolya membawaku masuk ke ruang risetnya, Hakon muncul di antara kami. Husss ... gitu, muncul asap, lalu asapnya berubah jadi Hakon. Tatapannya garang sekali, terlihat makin seram dengan mata merah khas siluman itu.

Hakon pasti lupa tuh, kalau kami harus bertingkah kayak anjing. Habis ruangan ini nggak ada jendela dan pintu masuknya tertutup oleh Fuku yang terduduk di lantai, ngos-ngosan berhasil mengejar kami.

Nggak ada yang bersuara sama sekali. Aku dan Fuku saling tatap penuh rasa penasaran. Hakon tatapnya sama Tolya, penuh permusuhan. Berasa bisa berkomunikasi ala tatapan mata. Tak lama, Hakon bersuara. Dia bilang, "Jangan berani-beraninya menjadikan Oria bahan percobaan. Aku tak akan membiarkanmu begitu saja."

"GUMPALAN BULU BODOH! KAU YANG SURUH AKU DIAM PURA-PURA JADI ANJING, TAPI KAU SENDIRI MENGANCAM KAYAK SILUMAN!" Aku langsung emosi. Kesal setengah mati. Sudah menahan diri mendengarkan larangan Hakon, malah dia sendiri yang melanggarnya.

"Oh! Jadi kalian memang rubah putih. Kabulkan permohonanku, buat aku jadi kaya raya." Ini lagi si Tolya, malah langsung berdoa seakan kami ini arwah pelindung Dewa Kemakmuran.

Dia tangkap aku, menyisihkanku ke samping biar bisa bicara dengan Hakon. Seakan aku ini maskot dan Hakon yang bisa mengabulkan doa. Cuih! Mana bisa! Orang kami rubah comblang kok, bukan rubah emas.

Hakon emosi deh. Baru juga dibilangi, malah pegang-pegang aku. Dia melompat penuh gaya, tampar muka Tolya dengan ekornya. Pakai kekuatan siluman sampai-sampai Tolya terhempas jatuh terduduk di lantai. Lalu aku bebas deh, melayang-layang, pindah sembunyi di belakang Hakon pura-pura jadi korban.

"Senior baik-baik saja?" Fuku langsung bantu Tolya berdiri, bertingkah kayak istri perhatian. Sayangnya laki-laki pilihan Fuku kurang baik, perhatian cowok itu malah diabaikan. Tetap saja, mata Tolya hanya tertuju pada Hakon.

"Hakon sudah dong! Katanya kalian tak boleh melukai manusia, tak boleh sampai ketahuan, tapi kenapa malah bicara dan menyerang Senior!" Aduh ... baik benar sih Fuku, masih juga belain itu cowok mata duitan. Tanyakan pertanyaan yang mengambang-ngambang dalam kepalaku dari tadi.

Kok Hakon yang selalu jadi gumpalan bulu teladan itu, mendadak melanggar banyak aturan ya? Masa iya sih ... karena terlalu cinta padaku. Ish ... aku, kan jadi gemas.

"Dia tak masalah. Sejak awal identitas kami sudah ketahuan," jawab Hakon serius.

"Masa? Dia punya kekuatan gaib gitu?" Aku jadi kepo, tanpa sadar keceplosan.

Hakon putar bola mata, pukul kepalaku pakai kakinya yang imut. "Gunakan hidungmu, Oria. Dia keturunan abangmu. Garis darah keturunan keluarga sendiri tak bisa kau bedakan. Bukannya sampai 100 tahun lalu kau masih menyusahkan keturunan Akio. Itulah kenapa keturunanmu masih percaya pada keberadaan kita sampai saat ini." Dia kasih tahu sesuatu yang mengejutkan.

Pantas saja Tolya ngeselin sekali. Ternyata keturunan abangku toh! Eh, tapi itu bukan salahku. Salah kekuatan perawatan bulu yang susah sekali dikuasai, jadi aku masih harus bolak-balik ke dunia manusia buat pesan sisir dan sabun perawatan bulu sampai 100 tahun lalu.

Sekarang sih aku sudah pro. Tak perlu teknologi apa pun. Sudah sangat alih memperlucu diri sendiri.

"Mana mungkin aku ingat bau gituan. Nggak penting sekali." Soal si Tolya masa bodoh. Kalau udah ketahuan ya sudah, biarkan saja.

"Itulah kenapa kau sampai tertipu dan dijadikan rubah."

"Apa kau bilang!? Sok tahu sekali! Waktu aku berubah jadi gumpalan bulu, kau belum lahir!"

"Sekali melihatmu saja aku langsung tahu kalau catatan harian leluhurku itu tidak dibuat-buat. Berpura-pura jadi anjing saja tak becus."

Aku kesal! Tolya ternyata mempermainkan dari tadi. Dia sudah tahu aku saudara leluhurnya sejak Fuku memanggil namaku. Dia hanya ingin mengerjaiku, memancing kedatangan Hakon dengan menjadikan aku umpan.

"Hakon, aku benci padanya. Tampar lagi, gigit sekalian!" Aku langsung mengadu pada Hakon, masih betah sembunyi di belakang Hakon. Badan Hakon lebih besar gitu, bulunya juga lebih lebat, jadi cocok dijadikan tameng.

"Hakon kesayanganmu tak bisa melukaiku. Aku ini manusia dan kalian tidak boleh melukai manusia. Daripada itu, kenapa tak mengabulkan permohonanku saja? Jadi aku tak akan bertanya kenapa kalian kembali ke dunia manusia setelah lama bersembunyi di dunia lain."

"Selama kau tak mati, tak masalah." Betul! Nggak ada Sasage kok, hukum tak berlaku buat Hakon. Gumpalan bulu yang semangat! Bela aku terus!

"Sebenarnya apa yang terjadi? Apa yang dari tadi Senior katakan?" Timing Fuku nggak pernah pas. Lagi seru-serunya mau lihat Hakon dan Tolya berantem, dia malah menyela.

Tubuh kurus kelihatan lemah itu berada di antara Hakon dan Tolya. Fuku mencoba melerai mereka, memberikan tatapan super imut berharap bisa melelehkan hati Tolya, tapi sayangnya cowok itu sama dinginnya dengan leluhurnya, alias abang dan ibuku ... jadi pertanyaan Fuku tak dijawab. Badannya juga digeser ke samping seakan keberadaannya mengganggu pembicaraan penting.

"Diamlah Fuku, kau berisik sekali." Tolya bahkan mengatakan sesuatu yang jahat pada Fuku. Segala sikap manis tadi yang seperti memberi harapan hanya bagian dari permainannya. Aku jadi emosi. Cowok begini pantasnya diinjak-injak daripada mendapatkan orang sebaik Fuku. Aku berubah pikiran. Tak ada pasangan ToFu!

"Kau yang diam! Sadari posisimu manusia! Kami yang memutuskan mau mengabulkan doa siapa." Oke, akting sok angkuh aku udah bagus belum? Udah mirip saja tingkah Hakon pas kami baru kenal?

"Aku tak mau dengar apa pun kata rubah show yang selalu bertingkah sok imut." Cih! Ternyata aktingku gagal. Tolya korek kuping, bertingkah lebih sok hebat dari ku.

Aku yang baik hati ini memang tak bisa berpura-pura sombong. Maklum saja, hatiku masih putih bersih kayak buluku. Nggak kayak hati Tolya dan Hakon. Hitam gelap, hobi kibuli orang.

"Bicara sesukamu. Kami tak akan pernah mengabulkan doamu. Hanya doa Fuku yang akan kami kabulkan. Ayo pergi, Oria." Hakon hilang kesabaran. Habis bicara begitu, dia membawaku berpindah tempat meninggalkan Fuku dan Tolya sendirian.

Aku ikut saja. Tak berani tanya kenapa Fuku ditinggalkan di sana. Mungkin Hakon punya rencana tersendiri. Berhubung otaknya super licik, ahli menipu. 

What Does Fox Want 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang