Oria POV
Hari ini akhirnya aku mulai kerja. Fuku bawa aku buat mengintip si calon jodoh. Namanya Tolya, jadi sekarang kita punya pasangan ToFu di sini.
Hakon sih nggak kerja, dia makan gaji buta menghilang entah ke mana. Katanya pergi periksa kuil sebentar, tapi pasti itu cuma alasan.
"Yang itu, Oria! Lihat, Senior lagi sendirian." Fuku semangat banget tuh! Aku berasa lihat anak gadis di mabuk cinta. Sembunyi di balik tembok gerbang kampus, menatap memuja pada cowok taksiran.
"Ya udah, ke sana. Ajak ngobrol, ajak kencan." Kalau niat mau gaet itu harus usaha, sembunyi doang si selamanya juga bakal jadi jomblo.
"Tapi aku malu," rengek Fuku.
Aku putar mata malas. Ini nih yang bikin malas. Pantas saja Hakon kabur. Suruh aku kerja sendiri. Orang yang mau dicomblangkan malu-malu gumpalan bulu.
"Laki-laki bukan sih! Sana jalan, Fuku!" Kudorong kaki Fuku, tapi karena aku sedang berbentuk gumpalan bulu ... cowok itu nggak maju-maju. Dorongan tubuh kecil ini sama sekali tak ada tenaga.
"Tunggu, Oria! Aku siapkan hati dulu!" Fuku menutup mukanya dengan telapak tangan, bicara omong kosong nggak penting. Katanya udah suka lama. Tinggal di asrama yang sama, kamar hanya selisih dua pintu, tapi tingkah kayak baru kenal.
"Cih! Kau tak berguna. Apa boleh buat, akan kubantu!" Terpaksa aku yang imut ini bertindak. Berhubung Hakon bilang kami nggak boleh pakai kekuatan arwah pada manusia, aku memanfaatkan daya tarik sosokku yang menggemaskan.
"Huaaa! Apa ini!?" Aku langsung lari ke Tolya, loncat ke atas kepalanya, injak-injak dengan gerakan yang lucu.
"Oria, kembali!" Tuh, kan! Hasilnya ada. Fuku langsung lari ke depan target. Soal malu dan siapkan hati udah lupa dia.
"Maafkan aku! Maafkan anjingku, Senior!" Fuku langsung menangkapku, menunduk berkali-kali minta maaf entah buat apa.
"Nggak apa-apa, tapi ini sungguh anjing?" Pas tatapan laki-laki itu tertuju padaku, aku pasang ekspresi wajah imut. Goyang ekor akting jadi anjing kecil yang imut, lembut dan menggemaskan.
"Ehehe, ini punya bibiku. Dititipkan untuk sementara, katanya anjing impor, Alaskan Klee Kai." Fuku sudah matian-matian riset cari jenis anjing yang mirip dengan rubah, tapi aku rasa cowok taksirannya masih curiga padaku.
Dia mendekat perlahan-lahan. Sebenarnya mau menatap diriku yang lucu, tapi Fuku malah kesenangan sendiri. Salah tingkah sampai memelukku terlalu erat. Pipinya semerah tomat, kelihatan gugup-gugup bego.
"Aku tak yakin dengan jelas anjing impor, tapi aku yakin ekor anjing itu naik. Ini turun dan mengembang sekali. Dia lebih mirip rubah di kebun binatang." Ckck ... hal kecil aja diributkan. Ya udah, aku naikkan ekorku biar mirip sedikit.
"Woah! Ekornya naik tiba-tiba!" Tolya melompat mundur, hampir jatuh ke belakang. Terkaget melihat begitu pro reaksiku sebagai anjing KW.
Haha ... kagetkan!? Kagetkan! Makanya jangan memelototiku seperti melihat pajangan di galeri.
"Oria, jangan menakuti Senior!" Fuku kesal padaku. Pantatku dipukul, berasa aku bakal mengubah sikap aja. Yang ada aku putar bola mata. Dibantu malah tak tahu berterima kasih.
"Lihat, anjingmu memutar matanya. Dia mengerikan, Fuku. Cepat-cepat kembalikan pada bibimu." Kurang ajar! Saran macam apa itu! Aku yang imut ini dibilang menakutkan.
"Hehe, anjing juga makhluk hidup. Tak perlu terlalu dipikirkan. Yang seekor lagi lebih manis." Hakon yang sinis malah dibilang lebih manis? Cuih! Aku ngambek! Tak mau bantu mereka lagi.
Detik berikutnya aku melompat turun, mau pergi menakuti kucing saja. Tapi aku tak bisa gerak, Fuku mencengkeram kalung leherku terlalu kuat. Dia sudah tertawa-tawa sok imut di depan Tolya.
Entah gimana mereka jadi jalan-jalan bareng, membicarakan betapa lucunya Hakon. Habis itu pindah duduk di kursi taman, saling goda kecentilan. Aku jadi obat nyamuk, duduk di rumput samping kursi hampir ketiduran.
Yang begini mah nggak perlu kubantu. Bisa jadi jodoh sendiri kok. Boleh nggak sih aku langsung jodohkan aja? Terus pulang ke dunia siluman main sama makhluk kecil imut yang loncat-loncat di dekat nadi bumi.
Mendadak kepalaku dielus sama Tolya, tapi bukan sejenis elusan yang biasanya 'kyaaa! Imut sekali!!!' itu. Elusannya penuh akan rasa penasaran, seakan sedang memeriksa jenis buluku. Orang ini masih tak percaya aku anjing. Dia bahkan menyentuh telingaku. Bikin kesal, dongkol kesetanan.
Kubalas dengan pelototan tak senang. Melompat tiba-tiba, tampar wajahnya dengan ekorku. Lalu mendarat dengan pose yang elegan.
Saking terkejutnya Tolya, dia sampai tak sempat bereaksi. Terbengong dengan tampang bego.
"ORIAAA! APA YANG KAU LAKUKAN!" Fuku sih langsung drama. Teriak memekikkan telinga, langsung lap wajah Tolya pakai sapu tangan seakan ekorku barang kotor.
"Huft!" Aku buang muka. Cukup Hakon yang suka melecehkanku, orang lain dilarang keras pegang-pegang tanpa izin.
"Aku merasa anjingmu mengerti perkataan kita, tapi tak mau dengar." Bagus, tuh tahu! Makanya jangan kurang ajar sama gumpalan bulu siluman seperti ku.
"Ahaha ... Senior bilang apa, mana mungkin. Oria hanya anjing biasa." Ya ampun ... Fuku agak bego cari alasan, hasilnya aku makin ditatap penuh curiga.
"Aku yakin itu rubah putih. Ayo bawa ke lab, Fuku. Kita tes DNA-nya." Saking penasarannya sampai mau tes DNA segala. Badan ini mana ada selnya, hanya bisa disentuh, tapi tak ada satu pun organ di dalamnya.
"Semua rubah di kota ini oranye atau hitam, Senior ada-ada saja." Betul-betul! Cuaca di sini hangat, mana ada rubah putih yang bisa hidup. Yang putih, kan rubah salju. Aku dan Hakon pengecualian sih.
"Justru karena itu, Fuku. Legenda mengatakan kalau membawa rubah putih ke rumah, pemilik rumah itu akan diberi kemakmuran dan kebahagiaan. Legenda dibuat karena ada dasarnya. Pasti karena dulu rubah putih ada dan sekarang juga masih ada, hanya tersembunyi!" Eh ... cerita rakyat zaman hidup Kakek masih menurun? Kirain udah dilupakan.
Aku jadi ingat ... dulu Kakek jadi kaya raya karena ada Nenek dan Hakon yang berkeliaran di rumahnya. Sekarang apa kabar keturunan abangku ya?
"Ahaha ... Oria itu anjing. Percayalah, Senior." Aduh ... menyerah saja deh Fuku. Aku lebih senang jadi gumpalan bulu daripada anjing kok.
"Kita tes dulu." Tak perlu di tes segala.
Gyaaa! Aku diangkat tiba-tiba, dibawa lari kembali ke arah kampus. Aku ingin teriak dan memaki, tapi bicara dengan manusia bisa dilarang oleh Hakon. Mau tampar mukanya juga tak bisa, tangannya terlalu kuat mencengkeram tubuhku yang mungil. Akhirnya aku hanya bisa ronta-ronta, memelototi Fuku biar cowok itu gerak cepat sedikit. Menolongku apa gitu.
"Eh? Senior, kembalikan Oria!" Nah gitu! Kejar yang cepat.
"Nanti, setelah kuambil sampel darahnya. Makhluk ini tak menggonggong, rasanya terlalu aneh jadi anjing. Ukuran badannya juga tanggung." Arghhh! Fuku larinya lelet sekali! Aku keburu diculik! Tolong aku Hakon!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
What Does Fox Want 2 [END]
FantasyRatusan tahun telah berlalu, Sang Dewa telah kembali. Beliau meminta pembuktian kepada Oria, menjadi arwah rubah yang baik, atau diubah menjadi rubah liar. Ujian penuh misteri dan kekocakan untuk diakui sebagai arwah rubah yang sesungguhnya pun dim...