Chapter 44

435 75 10
                                    

Oria POV

"Gumpalan bulu, dengar deh! Sasage bilang kalau aku tuh hebat!" Aku berlarian masuk ke kamar. Begitu bersemangat ingin pamer kehebatan, tapi saat Hakon menatapku begitu lembutnya, aku terdiam kayak orang bego.

"Aku kangen sekali." Hakon drama banget jadi gumpalan bulu. Baru ditinggal satu minggu aja udah berasa kayak ditinggal seratus tahun. Dia memelukku erat, memasang ekspresi yang begitu bahagia.

Aku jadi merasa bodoh berniat pamer padanya. Siluman satu ini hanya akan merasa bahagia untukku. Dia tak punya rasa iri, hanya cinta buta yang menyebalkan.

"Tadi kau mau bilang apa, Oria?"

Aku mengecutkan bibirku, menatapnya sebal saat ia membelai wajahku. Kesenangan yang tak disembunyikan dan perhatian yang selalu diberikan sepanjang waktu membuatku luluh.

"Nggak jadi," jawabku ketus.

"Kenapa merajuk? Tuan Sasage memarahimu?"

"Nggak. Aku gumpalan bulu hebat yang perlu dilestarikan."

"Kalau begitu ke sini."

Karena aku jinak, Hakon menangkapku. Disuruh duduk di pangkuannya sementara dia menempeliku. Pelukannya terasa hangat, menenteramkan pikiran.

Gara-gara Sasage membawaku ke masa lalu, aku jadi merasa jahat padanya. Biarpun selama ini aku sadar diri malas, tapi setelah melihat ulang kelakuanku sendiri dan bagaimana Hakon menanggapi segala keegoisanku, aku jadi merasa bersalah kalau menolaknya terus.

Hari ini aku mau baik-baik sama Hakon. Anggap saja memberi perhatian pada gumpalan bulu terlantar. Aku nggak bakal marah apa pun yang ia lakukan padaku.

"Kulitmu semakin halus, baumu juga harum sekali."

"Aku jadi ingin memakanmu."

Sabar Oria, jangan marah ... jangan – argh! "Apaan sih! Jangan gigit-gigit! Menjauh sana!" Aku kesal! Hakon mesum! Cari kesempatan mumpung aku baik padanya.

"Bukannya tadi udah pasrah? Kenapa marah lagi."

"Siapa yang pasrah!"

Kupukul mukanya, meronta-ronta berniat melepaskan diri. Tapi Hakon masih saja tersenyum menyebalkan. Ia menangkap kedua tanganku, menarikku semakin mendekat padanya.

Sekarang aku mulai diendus-endus seperti hidangan lezat yang ditumbalkan untuk rubah liar. Kepalanya yang bersandar di pundakku begitu mengganggu, meninggalkan perasaan super menyebalkan. Rasa kesal dan frustrasi mengacaukan hati.

"Oria, apa kau juga merindukanku?" Hakon mulai lagi, ingin bermanja-manja seperti pacar di mabuk cinta. Di pikir karena aku tak bisa kabur, maka dia bisa melakukan apa pun maunya padaku.

"Nggak. Kan cuma seminggu." Siluman yang hidup entah berapa lama, masa seminggu saja dipermasalahkan. Aku nggak mengerti perasaan seperti itu.

"Kau sangat dingin. Selalu saja aku yang mencintaimu secara sepihak." Aku tahu ini pasti tipuan lagi. Tiap kali Hakon mengubah nada bicaranya, pastilah karena dia ingin menarik perhatianku. Aku sudah sangat terbiasa ditipu-tipu, tapi masih ada ganjalan yang mengganggu tiap kali dia berakting sialan seperti ini.

"Ck. Dasar rubah busuk!" Kulepaskan pelukannya dengan paksa, berbalik badan meraup wajahnya. Hakon menyeringai licik saat aku melumat bibir, tanda bila ia telah mendapatkan apa yang ia mau.

Tangan Hakon berpindah ke pinggangku, menarikku semakin menghimpit padanya. Lidahnya bermain dengan nakal menjilati bibirku, kemudian menerobos masuk melumat penuh tuntut. Mata kami bertemu pandang, bertukar perasaan yang sulit terucapkan.

What Does Fox Want 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang