Chapter 53

440 76 15
                                    

Hakon POV

Aku tidak bisa berpikir dengan jernih. Keadaan benar-benar berubah menjadi kacau. Di depanku ada tiga lawan sulit. Bahkan jika kami bisa berubah, aku tetap merasa mustahil bisa menang.

"Hakon, ayo kerja sama." Tiba-tiba saja Aoi mengajak kerja sama. Aku terkejut, curiga dan bertanya-tanya apa yang membuat mereka menawarkan terlebih dulu.

"Aku pasti mengkhianati kalian. Masih mau kerja sama denganku?" Omong kosong bila mereka berkata bisa percaya padaku hanya karena kuil kami dekat dan sering menghabiskan waktu bersama. Mereka tahu betapa liciknya aku.

"Kau pasti, tapi Oria tidak akan. Dan kami percaya, bila kau tidak akan menusuk kami selama rubah liar itu berkata jangan." Aku tidak bisa membantah. Mereka tahu pasti kelemahanku. Aku yang tidak akan pernah tega melakukan sesuatu yang akan membuat Oria sedih.

"Aku dengar semua tahu! Mau nego tuh ajak-ajak!" Orang yang dibicarakan bereaksi, menanggapi ajakan Aoi.

"Siapa yang mengesampingkanmu. Kaulah yang memutuskan, karena rubah yang kami percaya hanya kau. Pasanganmu berhati terlalu busuk." Oria tidak membantah ucapan Aoi. Dia bahkan tidak tahu yang berbicara dengannya saat ini adalah Aoi atau Shi, tapi dia mengangguk mengiyakan perkataan mereka akan betapa busuknya hatiku.

"Oke! Berhubung kita teman, ayo melawan bareng. Hasilnya pikirkan nanti." Sudah begitu Oria langsung setuju. Si pemalas itu sudah dewasa, sudah bisa mengambil keputusan sendiri.

Oria selalu saja begitu. Bertingkah tidak peduli dan tidak mengerti. Kemudian secara tak terduga bisa mengambil sikap tegas saat aku kehilangan arah. Perhitungan Aoi tepat. Aku hanya bisa menurut ketika pasanganku ini menginginkan sesuatu.

"Kalian mendapatkanku." Aku akan bekerja sama dengan mereka. Lagian memang lebih baik begini. Lawan kami terlalu kuat dan keduanya adalah orang yang tidak akan berhenti hingga lawannya hancur.

Sang kelinci terlihat paling mendominasi. Kekuatan mereka meluap-luap. Sebaliknya, kirin yang menjadi perwujudan singa tidak sempurna. Mereka memaksakan perubahan, maka hasilnya tidak stabil. Aku bisa melihat bila ada perdebatan di dalam diri mereka sendiri. Gerakan kaki kiri dan kanan tidak sinkronisasi. Tak lama lagi, mereka pasti akan terpisah dengan keadaan buruk.

Aoi bisa melihat keadaan lawan kami dengan baik. Dia menggerakkan kepalanya, menunjuk pada pasangan singa, meminta aku menghadapi mereka agar dia bisa fokus melawan kelinci raksasa itu.

"Lelucon apa ini? Kalian sudah putus asa sampai mengajak rubah-rubah licik itu bekerja sama?" Isamu meledek ular kembar, merasa keputusan mereka salah besar.

"Orang yang berotak seperti mu tidak akan mengerti." Aoi tidak peduli dengan ocehan Isamu. Ia melewati kirin itu. Kemudian mendorong pasangan kelinci, memisah sedikit jarak di antara kedua pertempuran.

"Kau meremehkanku!" Isamu marah, berniat mengejar Aoi.

"Lawanmu adalah aku." Sebelum ia sempat menyusul Aoi, aku memotong jalan. Kugunakan kekuatanku untuk melayang di udara, tepat berada di depan wajahnya yang besar.

"Aku tak mau melawanmu!" Isamu semakin emosi, merasa aku tak layak melawannya dengan sosok ini. Ia menyemburkan api. Berpikir bisa membakar kami dengan mudah.

Kusapu bersih apinya hanya dengan satu kibasan kipasku. Ekspresi wajahnya berubah dengan drastis, menjadi menarik. "Melawanku saja tak bisa, mau berlagak?" Aku sengaja menggertak, mengulur waktu hingga ia tak bisa lagi mempertahankan bentuk itu.

"Betul! Api apaan, nggak panas tuh!" Oria hanya ikut-ikutan. Mengancam, tapi sembunyi di belakangku. Posisinya sangat menggemaskan, menempeliku, dengan kedua tangan mencengkeram pundakku. Kepalanya bersandar manja di atas tangannya dan tubuhnya menempel di punggungku, menyalurkan kehangatan yang menyenangkan.

What Does Fox Want 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang