Chapter 19

414 78 2
                                    

Hakon POV

Aku memperhatikan gelagat Oria, memastikan dia telah pergi ke kamar bawah kuil barulah menanggapi Tuan Sasage.

"Dia kesal pada Tolya," jawabku.

"Begitu, jadi sampai di mana perkembangannya?" Apa yang Tuan Sasage maksudkan adalah mengenai Fuku. Beliau yang membuka pintu dan menuntun Fuku kemari untuk menguji Oria.

Biarpun buku takdir Oria telah dicatat ulang, tetapi posisinya sebagai penjaga kuil masih belum diterima sepenuhnya. Menurut Tuan Sasage, Tuan Anko masih menuntut kami untuk menguji Oria hingga dianggap pantas.

Habisnya Oria tak mau kerja, semua hal dikeluhkan. Jadi sulit untuk membelanya di depan Dewa-Dewa lain. Dia juga tak bisa bertarung, menjodohkan manusia secara asal-asalan.

Tugas kali ini bertujuan untuk melihat apa yang akan Oria lakukan untuk menjalin benang merah antara manusia. Fuku dan Tolya dipilih oleh Tuan Sasage secara khusus. Karena kedua orang itu memiliki ikatan dengan masa lalu Oria, mereka yang takdirnya sulit dan memerlukan pertimbangan serius.

Aku harap aku bisa membantu Oria, tapi Tuan Sasage tidak mengizinkan. Tugasku hanya mengawasi dan memberi petunjuk, Oria sendiri yang harus menemukan kebahagiaan untuk kedua orang itu. Baik dengan mempersatukan mereka, atau mencarikan mereka pasangan tersendiri.

"Belum jelas, tapi kemungkinan besar Oria tak akan menyatukan mereka. Dia masih membawa perasaan pribadi dalam tugasnya," jelasku.

Kalau saja Oria bisa menilai dengan logika dan tidak mudah bersimpati, tugas ini akan lebih mudah. Sayangnya Oria mencampurkan semuanya. Selain itu dia malah bermalas-malasan dimanja oleh Fuku, manusia yang harusnya dia tolong.

"Bisa bersimpati terhadap manusia itu bagus, Hakon. Tak perlu terlalu pesimis. Kita masih punya banyak waktu." Tuan Sasage berbohong. Masa hidup manusia sangat singkat, saat Fuku menjadi tua dan mati, maka waktu ujian pun berakhir.

"Aku cemas, Oria bahkan tak sadar sedang diuji." Daripada bersimpati, Oria lebih seperti terbawa perasaan. Dia lupa, dirinya adalah pendukung, bukan teman Fuku. Dia tak boleh marah pada manusia karena alasan pribadi.

"Haha ... rubah show itu mana mungkin sadar. Otaknya penuh hal tak penting. Biarkan saja. Malah lebih baik, kita bisa melihat seberapa besar kepeduliannya pada manusia." Kami tak perlu peduli pada manusia. Sejak awal arwah dan manusia hidup di waktu dan tempat yang berbeda. Semakin besar jarak yang ada akan semakin bagus.

"Aku tak suka Oria yang peduli pada manusia," keluhku.

"Kau selalu saja berhati dingin, Hakon. Kita ini ada karena harapan manusia. Sudah kewajiban kita untuk membantu manusia. Kau harus peduli pada manusia, seperti apa pun orangnya." Tuan Sasage tak mengerti. Aku tidak bisa peduli karena manusia yang kutemui selalu saja merampas segala yang kumiliki. Bagaimana bisa aku peduli pada bentuk kehidupan semacam itu?

"Oria nyaris tak berguna sebagai penjaga kuil, tetapi dia punya hati murni yang tidak kau miliki, Hakon. Aku sebenarnya lebih ingin bawahan yang serba bisa, tapi menjaga keseimbangan itu penting. Perbedaan kalian bisa saling mengisi satu sama lainnya. Inilah kenapa aku masih mau menerima penjaga kuil yang tak bisa menjaga kuil sepertinya."

"Kalau begitu jangan menguji Oria, biarkan dia tetap tinggal di sini."

"Tidak bisa. Anko dan Shirage akan marah, mereka yang memintaku menguji rubah show itu. Bukan aku yang mau repot-repot menyiapkan semua ini." Tuan Sasage berbohong lagi. Apa pun kata Dewa lain, dialah pemilik kami. Bila Tuan Sasage sungguh tak mempermasalahkan Oria, dia akan membela dan tak akan membiarkan Dewa lain menentukan nasib bawahannya.

Aku mengepalkan tangan, begitu marah karena ketidakberdayaanku untuk melawan. Aku tak pernah ingin jadi pihak yang meragukan dan menguji Oria, tapi pada akhirnya aku tetap melakukannya karena sebuah perintah.

"Sana bujuk Oria, pastikan dia kembali ke dunia manusia. Ujiannya tak akan pernah selesai kalau dia merajuk di sini," perintah Tuan Sasage.

Aku kemudian pergi menyusul Oria. Dia masih dalam bentuk yang sama, tiduran dengan wajah kecut seperti akan mengamuk bila diganggu sedikit saja.

"Aku sedang sibuk berpikir, jangan ganggu!" Dia menolak kedatanganku. Namun aku tetap mendekat, memeluknya erat-erat. "Lepaskan Hakon! Suka benar sih peluk-peluk!" Aku tak peduli seberapa keras teriakan atau rontaannya.

"Kau tak suka kupeluk?" tanyaku dengan nada memelas, biasanya Oria akan luluh.

"Huft! Tak usah erat-erat." Haha, tentu saja dengan nada jutek seperti ini. Aku jadi gemas, memeluknya makin erat.

"Argh! Gumpalan bulu ngeselin!" Akhirnya Oria mengamuk, berubah bentuk jadi rubah. Melarikan diri dari ku. Sayang sekali upaya pelariannya gagal, aku telah lebih dulu menangkapnya lagi.

"Kau yang selalu terlihat seperti gumpalan bulu, Oria." Aku acak-acak bulu kesayangannya. Terkekeh melihat wajah sebal rubah kecil satu ini.

"Biarin!' Oria mencoba menamparku dengan ekornya, meniru trikku, tapi aku bisa menghindar. Kemudian menangkap ekornya dan kuremas-remas. Si rubah bergulung karena kesal, menarik ekornya dari ku dengan susah-payah.

"Jangan marah-marah, aku akan menghiburmu. Setelah itu ayo kembali ke dunia manusia," bujukku.

"Nggak mau! ToFu ngeselin! Aku nggak suka Tolya, Fuku juga begonya nggak ketulangan, bisa-bisanya cinta buta sama yang begitu!" Oria ... Oria ... memangnya dia pantas bilang orang lain bego?

"Kalau begitu kita carikan Fuku jodoh lain, yang penting akhirnya bahagia." Aku juga aslinya tak peduli pada apa yang terjadi dengan kehidupan manusia-manusia itu. Oria tak perlu tahu, dia cukup membahagiakan Fuku untuk bisa lolos ujian. Kalau jalan jodoh Fuku dan Tolya sulit, aku hanya perlu menyetir keadaan, mengubah perasaan dan takdir hidup Fuku.

"Jadi DaiFuku oke nih?" Balik lagi ke makanan? Oria ... Oria ....

"Kau mau makan stroberi? Ayo pergi petik sebelum kembali ke rumah Fuku." Akan kuberi sedikit perhatian, memanjakannya dengan kebun stroberi. Biasanya Oria lupa segala kekesalannya, bersemangat dengan tatapan berbinar-binar mendengar bujukan seperti ini.

"Kebun stroberi! Horeee! Cepat, Hakon! Pakai kekuatan siluman! Sudah ratusan tahun aku nggak makan stroberi nih!" Apa kataku. Insting binatang liar Oria lebih besar dari binatang liar sungguhan.

"Kemari, akan kugendong kau sampai ke sana." Dia langsung melayang, duduk di gendonganku. Lupa segalanya tentang Fuku.

Oria begitu menggemaskan, rubah polos yang sangat gampang dibujuk, begitu mudah juga untuk dicintai.

What Does Fox Want 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang