auD

33K 2.3K 212
                                    

Baru saja Jerry mendaratkan bokongnya di kursi, tiba-tiba ponselnya berdering. Tertera nama gadisnya di sana, tanpa banyak menunggu lagi ia langsung menjawab panggilan itu.

"Ada apa, By?"

"Om Jer, buku gambar Lea ketinggalan," lapornya.

Bisa Jerry tebak jika gadis itu sedang menahan tangis di sana, begitulah jika Lea tengah melanggar peraturan kampus. Tak tau kenapa gadisnya begitu takut dengan yang namanya hukuman.

"Ketinggalan di mana?"

"Di mobilnya Om Jerry, tadi Lea simpan di kursi belakang. Lea lupa."

"Yasudah, Om ke sana lagi. Lea tunggu di sana, jangan panik lagi, okey?" ucapnya menenangkan.

"Okey."

Jerry bangkit dari duduknya, segera meraih kunci mobil dan berjalan ke luar ruangan. Tak peduli pandangan Regina yang menatapnya aneh, mungkin ia berfikir bahwa Jerry baru saja datang. Namun, kenapa ingin pergi lagi.

Jerry tak peduli, yang jelas Lea tak menunggunya terlalu lama.

Belum sampai dua puluh menit akhirnya Jerry tiba di sana, padahal jarak dari universitas Lea menuju kantor pria itu butuh waktu tiga puluh menit dengan kecepatan rata-rata.

Gadis itu segera menghampiri Jerry bersama dengan Luna. Ia langsung menghambur ke pelukan sang Om dan mengucapkan terima kasih beberapa kali.

Jerry yang mendapat perlakuan tersebut pun hanya tersenyum senang, bibirnya mengecup pipi itu dengan gemas. "Gak apa-apa, Om suka direpotkan Lea. Lea kan kesayangannya Om."

Lea melepas pelukannya, kemudian meraih buku gambar besar yang diberikan oleh Jerry. Lagi-lagi ia tersenyum dan mengucapkan terima kasih.

Saat ingin berbalik, gadis itu tak sengaja melihat Luna yang terus menatap sang Om. Seketika ia jadi teringat dengan perkataan temannya itu tadi. Luna pasti ingin berkenalan dengan Jerry.

"Om Jer, kenalin ini Luna, teman Lea," ucapnya.

Pandangan Jerry yang awalnya terus memperhatikan wajah manis sang tunangan seketika beralih menatap gadis yang ditunjuk Lea.

Tatapan yang tadi berbinar kini langsung berubah sendu, seketika ia jadi teringat dengan seseorang. Mengapa wajah teman Lea itu mirip dengan dia.

Jerry menarik nafasnya dalam kemudian memasang senyum sebaik mungkin. "Jerry," ucapnya memperkenalkan diri.

Luna hanya cengengesan menyambut uluran tangan Jerry. "Saya Luna, Om. Temannya Lea."

Jerry mengangguk saja kemudian melepas jabatan tangan itu secara sepihak. Ia menatap gadisnya lagi.

"Om balik dulu, ya. Lea yang rajin kuliahnya. Jangan bandel, ingat semua larangan yang Om bilang, ya?" pesan Jerry.

Lea mengangguk. "Om hati-hati di jalan."

Jerry tersenyum, mengecup kening Lea lama kemudian berlalu masuk ke dalam mobilnya.

Di dalam sana, Jerry mengusap wajahnya kasar. Ia jadi teringat orang itu lagi. Mengapa wajah Luna begitu mirip dengan dia. Dia yang Jerry maksud adalah wanita yang selama ini ia cari.

Wanita yang begitu ia rindukan.

***
Mobil Leo berhenti tepat di depan sebuah cafe saat jam menunjukkan pukul empat sore. Artinya Sabrina sudah waktunya pulang.

Dan benar saja, kekasihnya itu telah berdiri di depan cafe menunggunya. Gadis itu memang memilih untuk tak melanjutkan pendidikannya karena terbentur biaya. Sejak sekolah dasar hingga SMA pun ia dibiayai oleh Ibunya dari hasil bekerja sebagai tukang cuci.

Tapi karena biaya kuliah jauh lebih mahal, Sabrina memutuskan untuk bekerja saja dibanding harus berkuliah. Ibunya yang sudah mulai sakit-sakitan pun pasti tak ada yang akan menjaga jika ia sedang dalam masa sibuk-sibuknya nanti.

Leo pernah menawarkannya biaya, tapi gadis itu menolak lantaran tak enak. Mereka baru berpacaran, Leo tak boleh mengeluarkan uangnya hanya untuk kepentingan dirinya sendiri.

Dan hal itu membuat Leo tersentuh, di saat ia malah membuang beasiswa yang berkesempatan untuk melanjutkan pendidikannya di luas Negeri, ternyata ada yang lebih membutuhkan daripada dirinya.

"Udah lama nunggunya?"

Sabrina menggeleng. "Baru keluar juga, kok."

Leo mengangguk, tangannya menarik pergelangan tangan Sabrina menuju mobilnya. Ia tau pasti gadis itu lelah setelah seharian bekerja.

"Kita mampir makan dulu, ya," ucap Leo mulai menjalankan mobil.

Sabrina mengangguk saja, merasa bersyukur memiliki Leo yang begitu mengerti dirinya. Di saat ia lapar, cowok itu tau. Di saat ia sedang dilanda masalah pun cowok itu juga tau, apalagi saat ia sedang bahagia. Entah Leo bisa membaca pikiran atau ekspresi Sabrina yang mudah terbaca, yang jelas ia beruntung bisa disukai oleh cowok itu.

"Kenapa melamun? Bingung ya, aku tau darimana kalau kamu lagi laper?" kekeh Leo.

Sabrina hanya bisa mengangguk kemudian menunduk malu, membuat kekehan Leo berubah menjadi tertawa pelan.

Cowok itu menoleh sekilas kemudian kembali fokusnya mengemudi. Satu tangannya mendarat di perut rata Sabrina, mengusapnya lembut menggunakan ibu jari. "Ini yang buat aku tau. Perut kamu rata, kalau lagi kenyang pasti gak serata ini," jawab Leo.

"Jadi maksud kamu biasanya perut aku buncit, ya?!" sebal Sabrina, tangannya bergerak mencubit pinggang Leo.

"Aduhh, Yang. Jangan gitu, ini lagi nyetir, ntar kalau nabrak gimana?" canda Leo menahan dua tangan kekasihnya hanya dengan satu tangan besarnya.

Cup

"Gimana kerjanya hari ini?" tanya Leo.

"Seperti biasa, selalu baik," jawabnya.

Cup

"Ada yang gangguin kamu, gak? Cowok-cowok yang kerja di situ gak deket-deket kamu, kan?" tanyanya lagi.

Sabrina menggeleng. "Gak ada, mereka tau aku udah punya pacar, kan kamu sendiri yang bilang ke mereka," rajuk Sabrina yang membuat Leo kembali terkikik lucu.

Memang saat pertama gadis itu bekerja di sana, Leo sudah memberitahu semua pekerja yang menatap penuh minat pada Sabrina jika gadis itu adalah kekasihnya, yang berarti tak ada yang boleh mengganggu apalagi mendekati Sabrina.

Cup

Telapak gadis itu mendarat berkali-kali di bibir Leo. Jika tak sedang menyetir, pasti cowok itu akan membungkus kekasihnya ke dalam pelukannya. Sabrina saat sedang merajuk seperti ini tak jauh menggemaskan dari adiknya.

"Udah deh, kamu fokus nyetir aja," suruh Sabrina menarik tangannya dari genggaman Leo.

Gadis itu menatap Leo yang masih saja tersenyum, senyum yang bisa membuat siapa saja menahan nafas melihatnya. Mata cowok itu menyipit bagai bulan sabit, menambah kesan manis bagi yang melihatnya.

"Gak usah diliatin terus, nanti tambah cinta. Ntar kamu gak bisa jauh-jauh dari aku lagi," ledeknya.

Sabrina hanya terkekeh pelan. Membenarkan ucapan Leo.

Ia memang sudah benar-benar cinta.

Jangan lupa votemen 🌟
Selamat membaca😁
Lovyu all😳

Salam
R

ega♥️

2 Juni 2020

Why You, Om? (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang