amiL

21.8K 1.8K 89
                                    

Setelah kejadian Stev menciumnya, cowok itu langsung mendapat bogeman kuat secara tiba-tiba, kemudian ia ditarik paksa meninggalkan pesta. Lea tak tau jika Jerry juga diundang, ia pikir pria itu tengah berdiam diri di rumah.

Dan di sinilah ia sekarang, menunduk takut sebab ditatap begitu tajam oleh Jerry. Tangannya saling menggenggam erat guna menghilangkan rasa gemetarnya, tapi sepertinya itu tak membantu.

"Maaf, Lea gak tau kalau di sana ada Om Jerry," ucap Lea memecah keheningan.

Jerry melotot horor. "Jadi kalau gak ada Om, Lea mau di cium-cium kayak tadi, gitu?"

Gadis itu menggeleng cepat, kepalanya mendongak takut melihat Jerry yang tengah berdiri melipat tangannya di depan dada.

"Maksudnya, Lea gak tau kalau Om Jerry juga diundang. Kan, Lea bisa sama Om Jer aja tadi, biar Kak Stev gak cium-cium," jelasnya.

Tatapan tajam itu berubah menjadi tatapan bingung. Otaknya membenarkan apa yang dikatakan Lea, mengapa ia tak bertanya dulu pada Leo saat cowok itu meminta izin padanya tadi.

Ia berjongkok mensejajarkan tingginya dengan Lea yang tengah duduk di sofa. Tangan besarnya meraih tangan mungil Lea yang masih gemetar itu.

"Tapi kenapa Lea mau dicium gitu aja, hmm?" tanyanya dengan lembut. Lea adalah tipe orang yang akan membangkang jika diperlakukan kasar.

"Lea gak tau, Om Jer. Stev gak izin dulu, langsung cium Lea gitu aja," jawabnya.

Jerry menghela pasrah, tangannya beralih mengusap rambut gadisnya. Tatapan itu menjadi teduh saat menatap manik Lea. "Jangan ulangi lagi, ya. Om udah sering bilang jangan dekat-dekat dengan cowok lain selain Om, biar hal-hal kayak gini gak terulang lagi."

"Kalau dekat-dekat sama Papi?" tanyanya.

"Jelas boleh," jawab Jerry.

"Abang?"

"Boleh."

"Kalau Rio?"

"Boleh juga."

"Om Ian, uncle Aldo, Om Sean, Om Dimas, sama Rafa boleh juga, kan?"

Jerry menutup matanya menetralisir rasa gemasnya terhadap gadis itu. Ia menarik nafas sesaat kemudian menghembusnya, Lea memang suka menguji kesabaran.

"Boleh, semuanya boleh kecuali orang baru seperti Stev Stev itu," jawabnya dengan sabar dan tenang. "Sekarang, waktunya tidur," ucap Jerry seraya membawa gadis itu ke dalam gendongannya.

Lea menurut saja, tangan seketika mengalung di leher sang Om.

"Oh iya, tadi Mami bilang kalau besok kita mau ke rumah Opa dan Oma. Om Jerry mau ikut, gak?" tanya Lea sambil menenggelamkan wajahnya di leher Jerry yang selalu terasa nyaman.

"Besok Om ada meeting penting, setelah itu Om harus ketemu klien-klien dulu, tapi kalau sempat Om bakal nyusul ke sana," balasnya dengan kecewa, mengapa besok jadwalnya harus sesibuk itu sih.

Sampai di kamar, Jerry menurunkan Lea di atas king bed-nya. Ia meminta gadis itu untuk segera mengganti pakaiannya sebab Lea masih memakai gaun putih yang digunakan ke pesta tadi.

Seperginya Lea memasuki kamar mandi, ia pun mulai melepas seluruh pakaiannya dan mengganti dengan piyama.

Tak lama ia berbaring, Lea pun ikut bergabung. Gadis itu mendekat memeluk kepala Jerry hingga tenggelam di lehernya.

"Om Jer, Lea takut, deh," ucapnya.

"Takut apa, hmm?" tanya Jerry yang kini telah memeluk Lea erat dengan satu tangan yang terus bergerak mengusap punggung gadisnya.

Why You, Om? (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang