Kini Sabrina dan Leo berada di depan kos Sabrina, di sana memang tersedia bangku panjang tempat biasa anak kost nongkrong bersama teman-temannya.
Sedangkan Lea ditinggal di kamar Sabrina, ponsel Leo pun sudah di tangan gadis itu untuk digunakan bermain game. Padahal, Lea punya ponsel, tapi dengan liciknya gadis itu berkata jika ia tak ingin baterai ponselnya habis.
"Udah siap untuk cerita?" tanya Leo membuka pembicaraan.
Sabrina seketika tertunduk saat sadar dari lamunannya. Mungkin ini saat yang tepat untuk menjelaskan, tak tau lagi harus menuruti permintaan Ibunya atau tidak yang penting Sabrina sudah mengeluarkan semua yang mengganjal di hatinya.
"Dulu, Papa aku Dokter," mulai Sabrina. "Kamu udah baca, kan, buku itu? Semua yang tertulis di sana itu benar," tuturnya.
Leo benar-benar dibuat tercengang dengan perkataan Sabrina. Buku itu seluruhnya sudah ia baca dan kejadian yang ada di sana? Leo benar-benar tak habis pikir.
"Mama gak mau aku berhubungan dengan seorang bDokter karena takut kejadian Papa akan terulang. Yang ada di pikiran Mama, profesi Dokter itu terlalu beresiko," ucap Sabrina.
Cowok itu menghembus panjang, hanya mendengar ini Leo seketika mengerti. Gadis itu semata-mata memutuskan hubungan mereka karena Mama Sabrina tak ingin anaknya mengalami apa yang ia alami.
Papa Sabrina meninggal akibat kemarahan pasien yang menuduh Ayahnya gagal dalam menjalankan tugas. Kerabat pasien menuduh Ayah Sabrina sebagai pelaku, ia disangka lalai melakukan operasi.
Hingga saat perjalanan pulang, mereka dihadang di pertengahan jalan. Hanya Ayahnya yang diincar, jadi sang Ayah lah yang tewas di tangan orang itu.
Itulah alasan mengapa Mama Sabrina tak ingin anaknya berhubungan dengan seorang Dokter, ia takut kejadian itu akan terulang lagi. Wanita itu tak ingin mengambil resiko demi kebahagiaan sang anak.
Tapi seiring berjalannya waktu, Sabrina semakin lelah. Ia Lelah berpura-pura baik-baik saja, ia lelah berusaha menjaga perasaannya, dan ia lelah membohongi orang yang dicintainya.
"Aku gak tau harus apa, Le. Mama keluarga satu-satunya yang aku punya, gak mungkin aku jadi pembangkang sebagai anak tunggal. Siapa lagi yang Mama harapkan kalau bukan aku," jelas Sabrina.
Gadis itu menoleh menatap Leo dengan tatapan sendu. Kapan terakhir mereka bisa sedekat ini, rasanya sudah sangat lama.
"Utamakan Mama kamu, Sabrina," tutur Leo.
Mendengar itu, entah kenapa lubuk hati Sabrina terasa nyeri. Itu artinya, mereka tak bisa bersama lagi. Sabrina tau Leo adalah tipe cowok yang sangat-sangat menyayangi orang tua, jadi tak heran jika sang mantan memintanya untuk menuruti mendiang Ibunya saja.
Gadis itu tersentak saat tangannya digenggam Leo. Ditatapnya cowok yang tengah tersenyum itu, senyum yang selalu bisa menenangkan hati Sabrina di saat-saat seperti sekarang ini.
"Mungkin, kita memang gak ditakdirkan bersama," lirih Leo sedih.
***
DdrrrttttDdrrrtttt
Ddrrrtttt
"Ihh, siapa, sih?!" sebal Lea.
Ia kini tengah fokus bermain game, tapi ada saja yang mengganggu kegigihannya untuk menang.
Ponsel milik Leo yang awalnya ia mainkan telah Lea simpan di sampingnya. Tangan itu kemudian meraih ponsel yang sedari tadi bergetar itu.
"Oh, Om Jerry. Lea masih marah jadi nanti aja ngobrolnya. Tunggu lima menit baru Lea mau jawab," gumamnya sendiri.
Ia kembali melanjutkan permainannya, jari mungil itu dengan lihai menekan dan menggeser layar ponsel Leo.
Tak sampai lima menit ponselnya kembali berdering, Lea masih mengabaikannya hingga tepat dipanggilan ke lima, ia kembali merasa terganggu.
Bersamaan dengan dering ponselnya, ponsel milik Leo pun ikut berbunyi. Ternyata itu panggilan dari Arga. Lea bingung harus memilih mana yang harus ia jawab lebih dulu.
"Dua-duanya aja, deh."
Tangannya bergerak mengusap tombol hijau yang berada di layar kedua ponsel tersebut. Ponsel satunya ia taruh di telinga sebelah kiri dan satu lagi di telinga kanan.
"Halo?" sapa Lea.
"Halo?"
"Halo?""Iya?" ucap Lea bermaksud menanyakan kepentingan mereka menelpon.
"Lea di mana? Udah pulang, belum?" tanya Arga dari sebrang sana.
"Lea, nanti pulang, gak? Lea udah makan, belum? Om masak buat Lea," tanya Jerry.
"Belum," balasnya.
"Belum makan?" sahut Jerry.
"Eh, udah, kok."
"Lea udah pulang?" tanya Arga juga.
"Belum," jawab Lea lagi.
"Jadi Lea udah makan atau belum?" bingung Jerry.
"Udah, Om," tutur gadis itu.
"Om? Di sana ada Jerry?" Kali ini Arga yang bersuara.
"Gak ada, kok."
"Apa yang gak ada, Le?" Itu suara Jerry.
"Bukan, bukan Om Jer. Aduhh," pusingnya.
"Di situ ada Jerry, ya?"
"Gak ad- hah apa, Om? Lea gak dengar?"
"Lea di mana?" balas Jerry.
"Papi mau ketemu Lea, Lea pulang ya," pinta Arga.
"Iya."
"Om tadi tanya, Lea di mana?" ucap Jerry sekali lagi. "Kok malah jawab 'iya' sih?"
Sangking bingungnya gadis itu sudah tak tau lagi ingin berkata apa, suara Jerry dan Arga yang bersahut-sahutan terdengar tak jelas di telinganya hingga membuat kepala gadis itu jadi berdenyut.
Segera ia berjalan keluar menemui Abangnya dengan dua ponsel yang masih menempel di telinga.
"Abang, tolongin Lea," adunya dengan ekspresi wajah yang terlihat menahan tangis.
Bukannya membantu, Leo malah terbahak menatap adiknya. Memang jika dilihat-lihat penampilan Lea itu sudah tak beraturan, ditambah wajah cemberut dengan mata berkaca-kaca membuat siapapun akan tertawa melihatnya.
Jika Rena melihat ini, anaknya itu akan di cap sebagai gembel ...
Lagi.
Jangan lupa votemen 🌟
Jangan nagih double up lagi karena udah didouble😂
Jangan ngeluh gantung lagi karena udah gak gantung😂Makasih untuk semangat kalian♥️♥️, votenya cepet amat dah perasaan 😭😭
Salam
Rega💙4 Juli 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Why You, Om? (Selesai)
RandomSERIES #4 Highest Rank : #1 of 25 in Sibbling [22/01/22] #44 of 53,1k in teen [16/1/2021] #18 of 36,9k in random [16/1/2021] #213 of 324k in romance [16/1/2021] #143 of 223k in love [16/1/2021] #1 of 5,03k in twins [11/1/2021] Ternyata semua tak sem...