Malam sudah larut dan Jerry belum juga pulang, Lea takut di luar sendirian seperti sekarang. Gadis itu semakin memperparah keadaannya sendiri dengan terus menangis membuat hidungnya mampet dengan bibir memucat.
Segera Lea meraih ponsel yang sejak tadi berada di dalam tasnya. Mata sembab itu terbelalak saat melihat banyaknya panggilan dari sang Om.
Siapa yang telah mengubah ponselnya menjadi mute?
Tangan Lea dengan cepat menekan nomor satu di papan angka yang seketika tersambung pada Leo, ia tak ingin menelepon Jerry lantaran masih takut mengingat dinginnya perlakuan Omnya tadi.
Bibir bergetar itu sesekali meniup-niup telapak tangannya agar bisa sedikit hangat. Andai ia tak pergi, mungkin kejadiaannya tak akan seperti ini.
Tangisnya semakin deras sebab merasa begitu bersalah. Jika Ayahnya tau pasti Arga juga akan marah.
Telepon akhirnya tersambung di panggilan kedua.
"Halo, Lea. Tumben malem-malem telfon? Maaf Abang jawabnya telat, soalnya baru selesai ngerjain tugas," tutur Leo yang jauh di sana.
"Abang," panggil Lea, sudah sekuat tenaga ia menyembunyikan suara bergetarnya tapi tetap saja tak bisa hilang. Mungkin efek dingin dan menangis
"Lea nangis?" tebak Leo. "Kenapa? Ada yang jahatin Lea, hmm?"
"Huhu hiks, Abang Lea takut," isaknya.
"Takut kenapa, sayang? Lea di mana sekarang? Om Jerry, mana?"
"Lea di rumah hiks, dingin Abang, Lea mau pulang, Lea gak mau di sini hiks," jawab Lea.
"Abang ke sana sekarang. Lea jangan nangis lagi, ya."
"Hiks iya," balasnya.
Tak lama panggilan beralih ke via video call, membuat Leo bisa melihat wajah berantakan adiknya.
Lea segera menghapus air mata itu agar tak membuat sang Kakak panik, tapi mungkin ini tak berguna sebab Leo dengan segera meraih kunci mobil setelah melihat keadaannya.
Gadis itu hanya menonton sang Abang yang sibuk mengemudikan mobil. Di sini begitu sunyi hingga membuat bulu kuduknya berdiri, masih dengan sisa tangisnya ia berkata, "Abang jangan ngebut, ya hiks. Hati-hati, Mami pasti marah kalau Abang ngebut. Lea gak takut, kok. Lea masih bisa nunggu Abang sendirian," jelas Lea.
Bukannya menuruti keinginan gadis itu, Leo malah menangkap maksud lain. Adiknya pasti ketakutan di sana. Bagaimana bisa Jerry meninggalkan gadis itu sendiri.
Apa Om nya itu belum pulang bekerja? Tidak mungkin, ini sudah sangat sangat larut.
Tak butuh waktu lama Leo telah tiba di pekarangan luas Jerry, dari dalam mobil ia bisa melihat adiknya yang berjongkok meringkuk di depan teras.
Tanpa menunggu apa-apa lagi Leo menghampiri Lea, memeluk sang adik yang tubuhnya terasa begitu dingin. "Kenapa di luar?" tanya Leo.
Lea menggeleng mengeratkan pelukannya di leher Leo, kepala itu bersandar tepat di dada sang kakak.
"Kita ke mobil, ya." ajak cowok itu.
Lea menurut saja, pelukan Kakaknya adalah yang ternyaman untuk saat ini. "Abang, Lea mau pulang."
"Kenapa tiba-tiba mau pulang?" bingungnya. Meski begitu, intonasi suara cowok itu masih begitu lembut didengar.
"Lea takut, Om Jerry tadi marah," adunya.
"Marah kenapa? Pasti Lea buat salah, ya?" tanya Leo berusaha untuk tak salah paham.
Dan ternyata benar, Leo yakin gadis itu terbukti bersalah saat melihat sang adik menunduk memainkan ujung bajunya.
"Kita pulang, Lea jelasin di rumah aja."
***
"Mami?" panggil Leo mengetuk pintu kamar orang tuanya.Cukup lama menunggu, Rena akhirnya keluar dengan wajah khas bangun tidur. "Ada apa, Le?"
"Ada Lea, Mi," ungkap Leo.
Diam.
Hampir satu menit Rena diam hingga akhirnya terkejut dengan wajah bingung. "Malem-malem begini? Sama siapa Lea ke sini? Jerry, ya?" cerocos Rena.
Ibu dari dua anak kembar itu berjalan melewati Leo seraya mengikat asal-asalan rambut berantakannya.
Ternyata benar, ia melihat anak perempuannya tengah duduk dengan kaki menggantung di atas sofa ruang keluarga, beberapa kali gadis itu tersentak bangun saat kepalanya terhuyung ke depan, seluruh tubuhnya berbalut selimut tebal kecuali wajah.
"Jerry mana?" tanya Rena pada Leo yang mengekor di belakang.
Cowok itu menggeleng tak tau. "Tanya Lea aja, Mi. Aku juga kurang tau."
Rena mengangguk, ia berdehem sebentar kemudian berteriak, "ARGA SINI DEH ADA ANAK CURUT LAGI BERTAMU!" teriaknya dengan suara melengking.
Sangking melengkingnya, Leo sampai-sampai menutup kedua telinga serta Lea yang terjatuh dari sofa karena terkejut, padahal ia sudah hampir masuk ke alam mimpi lagi.
Mendengar ringisan sang adik, Leo segera melangkah lebar menghampiri Lea, membantu adiknya yang terlihat begitu kesusahan untuk bangkit akibat lilitan selimut tebal. Wajah manis Lea sudah tak terlihat, tubuhnya yang begitu kecil membuat dirinya tenggelam di selimut itu.
Setelah mendengar teriakan istrinya, Arga pun keluar. Sebenarnya ia belum tidur, masih ada beberapa pekerjaan yang harus dikerjakan.
"Lea?" bingung Arga. "Jerry, mana?"
Leo dengan sigap membantu sang adik memperbaiki posisi duduknya di sofa lagi, wajah manis dengan pipi bulat itu muncul dari balik selimut dengan lucu.
"Om Jerry di rumah," jujurnya.
"Jadi Lea ke sini sama siapa?" tanya Arga lagi.
"Sama aku, Pi," sela Leo. "Tadi Lea telpon dan nangis. Lea bilang dia mau pulang ke sini karena takut liat Om Jerry marah."
"Hmm, pasti bandel lagi, nih," tuding Rena.
"Lea?" tuntut Arga tegas pada anak perempuannya itu.
Seketika Lea menciut, tubuhnya bergeser mundur agar bisa sedikit jauh dari Arga. Bibir mungil itu seketika terbuka dan mengalir lah cerita tentang kejadian tadi siang. Mulai dari ia pergi ke mal bersama Luna hingga ditinggal Jerry di teras rumah.
Dirinya memang bersalah karena tak meminta izin terlebih dahulu pada Jerry saat pergi dan baru pulang malam hari.
"Hanya karena itu?" sarkas Rena. "Kan Lea jalannya bareng Luna, masa dimarahin juga, sih?!"
"Jalannya emang bareng Luna, tapi Lea pulangnya sendiri," tutur Lea.
"Kok bis-"
"Halo?" Pertanyaan Rena terpotong saat ternyata suaminya tengah menelepon Jerry.
"Halo? Di sana ada Lea, gak?"
"Ada, sebenarnya kalian ada apa? Lea buat salah apa lagi, Jer?" tanya Arga.
Ayah dari Lea dan Leo itu terdiam, telinganya mendengar dengan seksama penjelasan Jerry, mata elang Arga seketika tertuju pada bibir putrinya yang terlihat luka sesuai yang dikatakan Jerry.
Senyum keji seketika terbit di bibir pria itu, atmosfer yang hangat seketika berubah menjadi dingin. Mengapa di saat seperti ini Arga terlihat menyeramkan, bahkan Rena yang notabenenya adalah manusia tak kenal takut kini ikut merinding.
Setelah sambungan telepon terputus, ia berdiri. Kakinya berjalan mendekati sang anak perempuan dan ...
PLAKK
Jangan lupa votemen 🌟
Jangan marah kalau ceritanya digantung terus, bayangin dulu gimana sedihnya digantungin doi, bayangin aja dulu😂Salam
Rega ♥️30 Juni 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Why You, Om? (Selesai)
RandomSERIES #4 Highest Rank : #1 of 25 in Sibbling [22/01/22] #44 of 53,1k in teen [16/1/2021] #18 of 36,9k in random [16/1/2021] #213 of 324k in romance [16/1/2021] #143 of 223k in love [16/1/2021] #1 of 5,03k in twins [11/1/2021] Ternyata semua tak sem...