nalibmeS

22.2K 1.9K 122
                                    

Pria itu diam, memandang kosong langit malam di hadapannya. Terlalu banyak yang ia pikirkan sekarang, terutama tentang masalah Lea.

Mengapa Tuhan memberinya kebahagiaan serta kepedihan secara bersamaan. Ia bahagia saat bisa bertemu kakaknya lagi, keluarga kandung satu-satunya yang masih ia miliki di dunia ini. Namun, hatinya pedih melihat orang yang dicintainya malah pergi menjauh.

Pria itu tertawa miris seraya menghempas tubuhnya di sandaran bangku taman. Ya, ia kini tengah berada di taman, taman yang Lea desain sendiri sesuai keinginannya sejak dahulu. Bunga-bunga yang bermekaran di sana adalah bunga kesukaan Lea, semuanya hanya untuk Lea.

Jerry menutup matanya diam, merasakan angin malam yang menghembus terasa begitu menusuk. Dada kembali sesak saat membayangkan wajah gadisnya.

Saat Lea tersenyum manis, mata bulat itu ikut penyipit bagai bulan sabit. Saat gadis itu marah, bibir mungilnya akan mengerucut lucu, Jerry suka memperhatikan berbagai macam ekspresi yang dibuat oleh sang tunangan, ia tak akan pernah bosan mengingat momen itu.

Hanya satu ekspresi yang tak pernah Jerry ingin lihat, itu ekspresi saat gadisnya menangis karena dirinya. Mata yang selalu berbinar itu meredup kecewa, wajah manis yang selalu membuat orang yang melihatnya akan gemas malah tampak murung dan sedih, Jerry benci hal itu.

Dan penyebabnya tak lain adalah ia sendiri. Manusia terbrengsek yang pernah ada, bajingan yang beruntung hidup di sekitar orang-orang baik seperti mereka. Arga dan Rena terlalu baik padanya hingga ia menjadi lupa akan siapa dirinya di masa lalu.

Ia melanggar janjinya pada Ayah Stevano, Jerry tak bisa mengabulkan keinginan terakhir orang yang telah membantunya bangkit itu, masih pantaskah ia diperlakukan sebegitu baiknya oleh mereka.

Andai Jerry tak ada, andai ia tak hadir di dunia ini mungkin Rena dan Aldo masih merasakan bagaimana bahagianya memiliki keluarga utuh.

Ia memang bajingan.

Apa ini hukuman untuknya? Perbuatannya di masa lalu membuat orang yang tak bersalah dan tak tau apa-apa malah menderita.

Apa Tuhan menghukumnya dengan tidak membiarkan ia bahagia barang sebentar. Kisah hidup Jerry tak ada yang pernah bisa dibanggakan. Dulu, disaat semua teman-temannya menceritakan bagaimana bahagianya keluarga mereka, Jerry hanya diam dan mendengar, membayangkan jika dirinya yang ada di posisi itu.

Hanya membayangkan saja, hidupnya tak akan bisa sebahagia teman-temannya. Sejak ia menginjak bangku sekolah menengah pertama, orang tuanya setiap hari hanya bertengkar dan karena itu pula Clarissa jarang tinggal di rumah.

Puncaknya ada di saat Jerry melihat sang Ayah dengan gampang membunuh Ibunya. Mendorong sang Mama begitu saja dari balkon kamar. Tau akan hal tersebut, Clarissa menuntut Ayahnya dengan hukuman mati. Bukan Ayah kandung, lebih tepatnya Ayah tiri. Ayah kandungnya sudah meninggal saat ia duduk di sekolah dasar, tak lama kemudian Ibunya menikah lagi.

Dan rumah itu adalah rumah peninggalan Ayah kandungannya, harta satu-satunya yang Clarissa dan Jerry miliki. Karena Clarissa yang lebih tua, mau tak mau ia yang menjadi tulang punggung untuk memenuhi kebutuhan adiknya.

Alasan Clarissa sering berganti-ganti pasangan adalah itu, ia bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dari para kekasih Clarissa yang bergelimang harta itu.

Kakaknya tak bisa bekerja sebab hanya lulusan SMA, sulit mencari pekerjaan dengan itu.

Air matanya seketika mengalir saat mengingat kembali kejadian-kejadian di masa lalu. Kapan ia bisa merasakan apa yang orang-orang rasakan, bahkan ia sama sekali tak tau artinya bahagia sebelum bertemu Lea. Rasa sukanya terhadap Rena yang notabenenya adalah cinta pertamanya saja tak sebesar cintanya kepada Lea.

Jerry harap, ini akan cepat berakhir ....

dalam keadaan dirinya hidup ataupun mati.

***
"Leaaaaaaa!" teriak Rena.

Lea datang dari arah luar dapur, masih dengan pakaian tidurnya. "Ada apa, Mi?"

"Ambilin Mami tomat di belakang, dong," pinta Rena.

Lea mengangguk. "Oke, Mi," ucap Lea kemudian berlalu pergi.

Tak lama Lea datang, dengan sebuah pot hitam berisi pohon tomat di pelukannya, susah payah ia membawa itu ke pada Rena.

Ibu dari Lea itu seketika melotot horor, dipejamkan matanya untuk meredakan emosi yang akan meledak di pagi hari yang indah ini.

"Kenapa bawa itu?!" teriak Rena dengan cemprengnya.

Membuat Lea tersentak kaget, hingga hampir terjungkal ke belakang.  Ia mengelus dadanya yang masih berdebar sebab terkejut. "Kan, Mami yang suruh," balasnya dengan alis mencuram.

"Mami gak suruh kamu bawa pot nya juga, kali! Emang kamu pikir Mami masak tomat sekalian sama tanah-tanahnya juga, gitu?" omel Rena.

Lea mengangguk sebelum akhirnya menggeleng. "Mami gak bilang Lea harus ambil tomatnya berapa, jadi Lea bawa aja semuanya biar gak bolak-balik," jawabnya tanpa merasa salah.

Rena menghela nafas lelah, memang tak salah. Ia yang kurang mengerti otak lemot Lea, seharusnya ia menjelaskan lebih rinci sebelum meminta bantuan gadis itu.

"Yasudah, kamu mending bangunin Abang sama Papi, sana," perintah Rena.

Tanpa banyak bicara Lea langsung bergegas menuju kamar sang Ayah dan mau tak mau akhirnya Rena sendiri yang turun tangan untuk mengembalikan pot tersebut ke kebun belakang.

Sekembalinya dari sana, Rena dibuat terheran-heran dengan jejak lumpur di lantai rumahnya. Kaki itu melangkah mengikuti jejak tersebut, hingga berhenti tepat di depan kamarnya.

Di sana, terlihat Lea keluar dengan baju kotor berlumur lumpur dan tanah. "Mami? Gak jadi masak?"

"Dari mana aja kamu? Kenapa bajunya penuh lumpur kayak gitu, hah?!" teriak Rena.

"Kan tadi dari kebun, Mi. Mami sendiri yang suruh Lea ke kebun," jawabnya. "Lea tadi gak sengaja jatuh ke lumpur karena terpeleset, terus Mami langsung suruh Lea bangunin Papi, yaudah Lea di sini," sambungnya.

"Mandi!" Setelah mengatakan itu Rena berjalan kembali menuju dapur, ia sudah tak tau lagi bagaimana menjelaskannya pada Lea, kesabarannya sudah benar-benar berada di ubun-ubun.

"Tapi Lea belum bangunin Abang," tolak Lea.

"Terserah Le, terserah. Mami pusing!" jawab Rena mengacak-acak rambutnya.

"Kalau pusing ya minum obat, dong. Bukan malah garuk-garuk kepala," balas Lea.

Rena menghela nafas pelan, menariknya lagi kemudian membuangnya. Ia berbalik dengan senyum merekah. "Leandra Andrea Stevano ...," ucapnya dengan lembut. "KALAU MAMI BILANG MANDI YA MANDI!"

"Huh, Mami bikin kaget aja. Untung Lea gak kaget," jawabnya kemudian berlalu pergi meninggalkan Rena yang sudah menatap emosi kepergiannya.

Ingin rasanya ia sentil otak gadis itu.

Jangan lupa votemen 🌟
Kali ini gak ada Leo gak apa-apa ya😁😁


Salam
Rega♥️

9 Juni 2020

Why You, Om? (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang