manE huluP auD

19.6K 1.7K 117
                                    

"DIAM SAJA!" bentak sang Ayah. Emosi pria itu masih mendominasi sejak bertatap muka dengan Stev, bayangan Lea terbaring di rumah sakit melintas begitu saja, membuatnya jadi semakin marah.

"ARGA!!!" bentak Jerry tak suka, ia pun ikut marah juga saat merasa tubuh Lea yang berada di pelukannya lagi-lagi bergetar takut.

Gadis itu berbalik memeluk sang Om, menyembunyikan wajahnya di dada Jerry, bibir mungil itu bergetar menahan tangis sebab takut dibentak oleh sang ayah.

"Om Jer, Lea mau keluar," bisiknya dengan suara bergetar.

Bukannya menuruti, Lea malah ia gendong untuk duduk di sofa dalam ruangan tersebut. Ia marah saat melihat gadisnya takut, jika bukan Arga sudah pasti ia hajar orang yang berani membentak tunangannya ini.

Diraihnya wajah Lea yang sedari tadi bersembunyi di ceruk lehernya, dua ibu jari Jerry mengusap pelan pipi lembut itu. "Kenapa? Takut, ya?"

Gadis yang menatapnya dengan mata berkaca-kaca itu seketika meneteskan air mata.

"Jangan nangis, Baby. Lea aman sama Om," ucap Jerry.

"Papi jahat," adunya. "Lea gak mau temenan sama Papi lagi," lanjut Lea.

Jerry menggeleng. "Gak boleh gitu. Papi marah, kan, karena sayang sama Lea. Yang jagain Lea waktu kecil itu Papi, yang suka manjain Lea juga Papi, masa Lea mau marah."

Mendengar itu Lea seketika terdiam, otaknya memutar kejadian-kejadian saat-saat di mana Rena membencinya dan hanya Arga lah yang selalu menjadi pengobat hati selain Leo.

"Oh iya, kemarin Lea bilang kalau Lea tau siapa yang neror Lea. Bener pelakunya itu si Stev?" tanya Jerry.

Gadis itu mengangguk. "Bener, Kak Stev yang sering nakut-nakutin Lea."

"Lea tau dari mana? Kok bisa tau?" bingung Jerry.

"Waktu itu, Kak Stev pernah chat Lea pakai kata-kata yang sama sewaktu nomor gak di kenal itu kirim pesan ke Lea," jelasnya. "Tapi setelah beberapa menit chatnya dihapus sama Kak Stev, dari situ Lea tau."

Kening Jerry mengerut. "Lea punya nomor Stev? Dapat dari mana?"

"Lea pernah tukaran nomor sama Kak Stev, kita sering chating kalau malem," jujurnya.

Tiba-tiba usapan di pipinya terhenti, rahang kokoh itu mengeras marah. "Sejak kapan?"

Lea yang belum menyadari perubahan pria itu malah dengan santai menjawab, "udah lama."

"Terakhir chating, kapan?" tanya Jerry lagi.

"Dua hari yang lalu."

Langsung saja dada bidang Jerry bergemuruh, matanya sudah beralih menatap Stev yang jauh berada di depan sana.

Lea ia angkat dari pangkuannya agar berpindah ke kursi. "Tunggu di sini!" ucapnya dingin kemudian berlalu pergi.

Lea hanya menatap punggung Jerry yang mulai menjauh. Bertanya-tanya mengapa semua menjadi marah padanya, Om Jerry dan Ayahnya ternyata sama saja.

Membuat Lea sebal dan memilih berjalan ke luar dengan ekspresi dongkol.

***
"Dulu, Jerry itu suka sama Mami kamu, loh," ucap Regina.

"Oh ya?" kaget Lea.

Mereka kini berada di ruang tv, Regina tengah asik menikmati hidangan dari Rena bersama Lea yang menonton televisi.

"Iya, tapi Mami kamu sukanya sama Arga. Yaudah, Jerry mundur," jelas Regina lagi mengingat kemalangan sepupunya.

Lantaran sebal dengan pria itu, ia ingin membocorkan segala masa lalu memalukan tentang sepupunya di depan tunangan kesayangan Jerry ini.

"Om Jerry kok bisa ketemu Mami, sih?" bingung Lea.

"Karena Rena, Arga, Jerry, Ian, Sean, Dimas, dan Tante itu satu sekolah di SMA. Jerry sering marah-marah gak jelas kalau Rena udah jalan bareng Arga," tutur Regina lagi.

"Sama kayak sekarang, Om Jer juga marah kalau Lea deket-deket cowok," adunya.

"Oh, dia masih sama ternyata," ucap Regina.

"Lagi ngomongin apa, nih?" sela Rena yang baru datang.

"Lagi ngomongin Mami sama Om Jer," jujur Lea.

Regina seketika terdiam dan memilih fokus pada tontonannya. Wanita itu tak berani menatap wajah Rena. Ia jadi merasa bodoh karena telah menceritakan hal seperti ini pada
Lea.

Gadis lugu yang bisa membuat siapa saja bisa emosi bercerita dengannya, jujur ia masih terbayang tentang masalah tas tadi.

Cup

"Kenapa ke luar?" tanya Leo yang baru datang langsung mengecup pipi gembul milik Lea.

Gadis itu mengangkat dua bahunya ngambek. "Lea males," balasnya.

"Males kenapa?" pancing Leo.

"Males di marahin mulu. Papi marah, Om Jer juga marah. Jadi Lea ngambek," jujurnya lagi.

Leo terkekeh, dikecup nya lagi pipi sang adik dengan gemas. "Masih ada Abang yang gak marah sama Lea, jadi jangan ngambek, ya?" bujuk Leo.

"Jadi, dia udah ngaku, Le?" tanya Rena menyela interaksi dua anak kembarnya itu.

Leo mengangguk menjawab pertanyaan sang Mami. "Udah. Dia marah karena Lea mutusin dia gitu aja, padahal dia rela ninggalin pacar sebelumnya demi pacaran sama Lea, besoknya Lea dengan gampang ngomong kalau dia udah punya tunangan."

"Kalau ngomong, kan, emang gampang," tambah Lea. "Yang susah itu ngelakuinnya. Kayak janji manis, ngomongnya enak tapi gak dilakuin," ucapnya sok bijak.

"Iya, kayak kamu!" sela Rena.

"Kok, Lea?" ucapnya tak terima.

"Iya, kamu selalu janji gak bandel tapi tetep aja suka bikin kesel," balas Rena.

Sedangkan Regina hanya diam memperhatikan, sepertinya ia salah berada di tengah-tengah keluarga ini.

"Ren, kayaknya gue balik dulu, deh," pamit Regina seraya berdiri merapikan penampilan nya.

"Loh, kok cepet banget?" balas Rena ikut berdiri.

"Iya, udah sore, nih. Ntar kapan-kapan gue mampir lagi," balasnya kemudian pergi ke depan pintu bersama Rena.

Tak lama setelah kepergian Regina, ponsel Lea berdering. Berhubung ponsel itu masih di tangan Leo jadilah cowok itu yang mengangkat.

"Lea? Lo di mana? Kita tolongin Sabrina, yuk?! Kasian, dia!"

"Sabrina kenapa?" tanya Leo.

Sheila yang menelpon seketika terdiam, ia pikir yang menjawab teleponnya adalah Lea. Ia bingung harus menjawab apa, Sabrina sudah mewanti-wanti dirinya untuk tak memberikan Leo kabar apapun lagi tentang Sabrina.




"Keadaannya gawat! Tapi maaf, gue gak bisa jelasin."

Jangan lupa votemen 🌟
Jika ada typo atau kata yang tidak dimengerti silahkan komen 😉

Salam
Rega♥️

27 Juni 2020

Why You, Om? (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang