napaleD huluP auD

19.2K 1.6K 149
                                    

Sejak kematian Ibu Sabrina, gadis itu kini menjalani hari-hari hanya sendiri. Ia sekarang tinggal di kos-kosan yang terletak di dekat cafe tempatnya bekerja.

Rena sempat meminta kekasih dari anak laki-lakinya itu untuk tinggal saja di rumahnya saja, tapi Sabrina menolak lantaran merasa tak enak.

Akhirnya Leo dan Lea menyetujui keinginan gadis itu, sesekali mereka berkunjung ke cafe hanya untuk memastikan keadaan gadis itu agar tetap baik-baik saja.

Stev pun sudah dibebaskan karena keinginan Lea serta Rena yang bersekutu untuk mogok berbicara jika tak membebaskan cowok itu. Lagipula ini bukan sepenuhnya kesalahan Stev, cowok itu tak tau kalau Lea sudah bertunangan dengan Jerry.

Sekarang Stev masih dirawat di rumah sakit, alasan yang ia katakan pada keluarganya ialah bahwa dirinya dikeroyok oleh preman, tak mungkin ia berkata jujur, bisa-bisa Stev mati di tangan sang Ayah.

Siang ini Lea dan Luna pulang lebih awal karena sedang tak ada kelas, mereka memilih naik taksi dibanding harus menelpon Jerry yang pasti masih begitu sibuk di kantor.

"Lea, kita jalan-jalan dulu, yuk," ajak Luna.

"Ke mana? Emang gak apa-apa? Ntar Om Jer marah loh kalau pulang kuliah langsung keluyuran," tutur Lea.

"Kalau Om Jerry tanya, bilang aja kalau kita diajak Leo ke rumah Mami kamu," balas Luna.

"Kalau Om Jer telpon Abang atau Mami dan ternyata kita ketahuan bohong, gimana?" takutnya.

"Nah, maka dari itu kita harus sampai ke rumah sebelum Om Jerry pulang. Jadi gak akan ketahuan," usul Luna.

"Oke deh."

***
"Lea mana, Luna?" tanya Jerry.

Ini sudah malam dan sudah sejak sore pula ia mencari tunangannya itu. Jerry sudah bertanya pada beberapa maid tapi mereka bilang tak pernah menemukan Lea sejak pagi tadi.

Rasa khawatirnya sedikit hilang karena tau Lea pergi bersama Luna. Ia yakin keponakannya itu tak akan membawa Lea ke tempat macam-macam.

Tapi sekarang ia tengah menemukan gadis itu berbaring santai di kamarnya. Saat di tanya, ternyata Luna sudah pulang sejak sore tadi.

"Gak tau, Om. Dia tadi izin mau pergi sama temennya," ungkap Luna.

"Temennya siapa? Sheila?" resah Jerry.

Luna mengangkat bahunya sebal. "Aku gak kenal, yang jelas dia cowok. Lumayan ganteng sih, terus tinggi juga," jawabnya ketus, mungkin karena masih merasa dongkol dengan Lea yang pergi begitu saja meninggalkan nya.

"Mereka ketemu di mana? Gimana caranya Lea bisa jalan bareng cowok itu? Lea dijemput di sini?" tanya Jerry lagi.

Luna menggeleng. "Awalnya aku ajak dia ke mal karena tadi pulang cepat. Terus rencana kita mau pulang sebelum Om Jerry pulang. Ehh, taunya Lea juga lagi janjian sama temen cowoknya itu."

Dada Jerry jadi semakin bergemuruh, ponsel bermerek terkenal itu ia ambil lagi untuk menelepon Lea. Sebelumnya sudah beberapa kali dirinya menelepon tapi tak diangkat juga oleh gadis itu.

"Kalau gak salah tadi dia bilang mau ke Froxbar. Itu di mana ya, Om?" jelas Luna lagi.

Jerry mendadak melotot menatap keponakannya itu. Froxbar adalah club malam yang terkenal dikalangan pebisnis sepertinya, siapa yang tak tau tempat hina yang sialnya sering ia kunjungi dahulu.

Mau apa cowok itu membawa tunangan ke sana. Siapa lagi yang berani meracuni otak Lea hingga gadis itu mau-mau saja diajak ke tempat gila seperti itu.

"Tadi aku juga liat mereka di toilet. Mereka ... ciuman," bisik Luna diakhir kata. "Bibir Lea sampai berdarah karena digigit cowok itu, aku gak mau liat lama-lama, takut di marahin Mama, itukan adegan dewasa," sambungnya.

Tangan kokoh itu seketika mengepal kuat, rahangnya mengeras dengan telinga memerah. Bahkan, urat-urat tangan itu bisa terlihat sangking kuatnya mengepal.

Langkah kakinya berjalan lebar menuju kamar, diraih dengan cepat kunci mobil serta dompet. Tak menunggu lama lagi pria itu langsung turun menuju garasi.

Saat sampai tepat di anak tangga terakhir. Bel berbunyi, dengan segera ia berjalan ke arah pintu utama.

Ceklek

"Om Jer, maaf Lea te- "

"DARIMANA SAJA KAMU?!" bentak Jerry.

Emosinya sudah benar-benar berada di ubun-ubun. Bukan hanya karena cerita dari Luna, tapi juga luka di bibir Lea. Ternyata benar, bibir Lea terlihat sedikit membengkak dengan tubuh bergetar, itu semakin memperkuat dugaannya.

"Mana temanmu itu?!" sinis Jerry.

Mata bulat Lea seketika memandangnya terkejut. "Om Jerry tau? Tau darimana?"

"Jangan mengalihkan pembicaraan, Leandra! Mana dia?!" geram pria itu.

Ia tak suka, ia benci miliknya disentuh oleh pria lain. Hal fatal apa lagi yang telah gadis itu lakukan di luar sana.

"Sudah pulang, Om." Kepalanya tertunduk takut. Untuk pertama kalinya Jerry semarah ini, biasanya tak pernah membentak jika Lea membangkang aturannya.

"Siapa dia?!"

Lea menggeleng takut, air matanya seketika turun dibarengi dengan isakan tertahan. Mengapa Jerry saat marah bisa menyeramkan seperti ini.

Jerry geram, emosinya sudah di ambang batas. Ditutup pintu dari luar dengan keras, membuat gadis yang memang mudah terkejut itu jadi tersentak.

Jerry mengabaikannya, Ia harus segera mengejar teman Lea itu sebelum semakin jauh.

"Jangan masuk sebelum saya datang!"

Mata Lea memandang nanar tubuh yang telah masuk ke dalam mobil itu. Mengapa sang Om berubah menjadi berbeda, bukan Om Jerry seperti biasanya.

Dihapusnya air mata yang mengalir di pipi itu. Karena tak diizinkan masuk, ia memiliki berjongkok di teras.

Dinginnya malam membuat gadis itu memeluk tubuhnya sendiri, bibirnya bergetar sebab menggigil, salahnya karena tak membawa jaket.

Semakin lama, mengapa angin semakin kencang. Saat itu pula, masih belum ada tanda-tanda Jerry pulang. Bibirnya melengkung sedih menahan tangisnya yang sempat terhenti tadi.

"Hiks, Abang. Lea takut," lirih Lea.

Jangan lupa votemen 🌟
Sorry ya, updatenya terlambat
lagi🙏

Mau bilang cerita ini akan tamat dalam beberapa part lagi 😁

Salam
Rega♥️

29 Juni 2020

Why You, Om? (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang