agiT huluP auD

17.8K 1.8K 252
                                    

Semua mata seketika tertuju pada Lea, membuat gadis itu terdiam dengan mata membulat terkejut.

"Lea tau siapa pelakunya?" tanya Arga dengan mata mengintimidasi.

Anak perempuannya itu seketika menunduk takut, tatapan Arga seakan-akan ingin menenggelamkan dirinya di rawa-rawa.

"Lea, Papi tanya, tuh," sambung Leo. "Jawab, sayang," tuturnya dengan lembut.

Lea menggeleng pelan, bibirnya bergetar seraya melengkung menahan tangis. Tangan gadis itu masih sibuk memainkan selimutnya berusaha menghilangkan rasa gugup dalam diri.

Tapi itu tak bertahan lama, beberapa saat kemudian air matanya turun bersamaan dengan isakan tangisnya. Mungkin ia tak akan menangis begini jika tak ditatap setajam itu oleh sang Ayah, belum lagi Jerry dan Om-Omnya yang lain seakan ikut menuntut penjelasan padanya.

"Jangan bohong, ini demi kebaikan Lea juga, loh," bujuk Leo menenangkan sang adik.

Lea memutar tubuh hingga berbaring menyamping menghadap Leo, dipegangnya tangan sang Kakak dengan air mata mengalir. "Abang, Lea hiks mau pulang."

"Boleh, asal Lea mau jujur. Siapa yang sudah berani jahat sama Lea," sela Jerry.

Lea berbalik lagi menatap Jerry, diusapnya air mata yang membasahi pipi. Gadis itu menarik nafas berusaha meredakan tangisnya.

"Gak mau, nanti Papi marahin dia," tolak Lea masih sesenggukan akibat menangis tadi.

Jerry menundukkan tubuhnya, satu tangannya meraih telapak Lea untuk digenggam dan satu lagi bertumpu di atas dipan dekat kepala tunangannya guna mengusap lembut rambut gadis itu.

"Emang kenapa kalau dia dimarahin, hmm? Itu kan udah jadi resikonya dia karena udah jadi jahat. Apalagi jahatnya sama Lea, anak manis kesayangan semua orang. Semua pasti bakal marah liat kondisi Lea begini gara-gara ulah orang jahat itu," jelas Jerry berusaha lembut agar gadis itu bisa mengerti.

Mata bulat Lea menatap intens mata jernih Jerry dari jarak dekat, seakan terhipnotis ia seolah lupa dengan ketakutannya.

"Lea gak mau. Ntar Abang, Om Jerry, Papi, sama Om-om yang lainnya pukul dia. Kan, kasian," sedihnya.

"Orang kayak gitu gak perlu dikasihani, Le. Emang dia kasian liat kondisi kamu yang kayak gini?!" cetus Dimas.

Lea menggeleng. "Tapi, pasti Lea punya salah sama dia, makanya dia jahat sama Lea."

"Gak gitu juga, Leaaaa," gemas Dimas. Jika tak ada Arga dan Rena di sini, mungkin Lea sudah ia buang entah ke benua mana.

"Lea udah gak mau jujur sama Papi lagi, ya?" tanya Arga dengan tatapan yang telah berubah sendu.

Ia tau Lea mudah merasa bersalah, gadis itu sangat gampang merasa kasihan pada orang-orang tanpa peduli meski hanya berpura-pura.

Dan kini Arga tengah melakukan itu, berpura-pura sedih agar sang putri menjadi tidak tega terhadapnya.

"Bukan gitu, Pi," elak Lea sedih. "Lea cuma gak mau Papi pukul dia kaya Kak Dev dulu, kalau gitu berarti Papi sama aja jahatnya kayak dia," jelas Lea.

"Dia harus dihukum, Lea. Dia pantas menerima itu karena sudah melakukan kesalahan. Tolong Papi, sayang. Masalah ini akan cepat selesai kalau Lea mau kasih tau siapa pelakunya," tutur Arga menghela nafas lelah.

"Udah-udah! Daripada makin emosi, makin capek dan buang-buang waktu. Mending kalian duduk dulu, sana. Introgasi nya nanti aja setelah Lea makan," lerai Rena.

Akhirnya mereka semua mengangguk setuju dan membubarkan diri.

***
Pagi ini semua sibuk berkemas, kecuali seorang gadis yang kini telah berpakaian rapi tapi malah terlelap memeluk boneka kesayangannya.

Pagi-pagi sekali Lea bangun, ia begitu antusias saat Sean sudah memperbolehkannya untuk pulang. Namun, saat semua telah beres bahkan mobil sudah siap menunggu di depan, ia malah nyenyak menyelam dalam mimpi.

Itu sebenarnya wajar, sebab Lea beberapa saat yang lalu memang sudah makan dan minum obat. Mungkin karena efek dari obat, gadis itu bisa terlelap nyenyak lagi.

Karena tak ingin membangunkan Lea, Jerry memilih mengangkat tubuh itu dengan perlahan agar si pemilik tak terganggu tidurnya.

Kepala Lea disandarkan di bahu Jerry, dipeluknya tubuh sang tunangan dengan satu tangan, dengan satu tangan lainnya menahan kepala Lea agar tak bergerak kemana-mana saat ia berjalan sekaligus melindungi agar tak terbentur sisi pintu mobil nanti.

Akhirnya mereka sampai di dalam mobil tanpa halangan apapun. Kali ini, Arga yang membawa mobil dengan Rena yang duduk di sebelahnya.

Di bangku bagian belakang barulah ada Jerry dengan Lea di pangkuannya serta Leo di samping.

Mobil perlahan melesat pergi meninggalkan rumah sakit. Di tengah perjalanan ponsel Lea tiba-tiba berdenting, Leo yang memang memegang ponsel adiknya kini menarik benda persegi itu dari dalam saku Jeansnya.

"Tunggu kemalanganmu selanjutnya, Leandra!!"

Orang tak dikenal itu kembali mengirimi adiknya pesan lagi, meski nomor itu berbeda dari sebelum-sebelumnya, Leo yakin itu adalah orang yang sama.

Ibu jarinya dengan cepat menekan tombol panggil di sana. Leo menunggu, panggilannya ternyata masih tersambung.

Biasanya jika sudah mengirimi Lea pesan, nomor ini akan langsung hilang dan tak bisa di telpon lagi.

Akhirnya panggilan terhubung, yang pertama Leo dengar adalah suara tawa puas dari orang di sebrang sana.

"Berani juga kamu ternyata."

Senyum miring seketika terbit di bibir Leo. Jadi orang itu pikir yang menelepon adalah Lea, maka dari itu ia mau menjawabnya.

Dalam hari ia tertawa puas, otaknya kini tengah merencanakan sesuatu yang keji untuk membalas kesedihan sang adik.

Leo mengenal suara itu! Sangat kenal!

Jangan lupa votemen 🌟
Jika ada typo atau kalimat yang tidak dimengerti silahkan komen😉

Sudah siap ketemu pelakunya, belum?!😂

Sabar dulu ya ✌️

Salam
Rega♥️

24 Juni 2020

Why You, Om? (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang