29. Anugerah terindah

5.2K 346 3
                                    


Kamu adalah tulang rusuk pelengkap imanku, kita hanya akan berpisah ketika maut yang memisahkannya.
❄❄❄


Suara azan shubuh secara otomatis membangunkan Ken dari tidurnya, membaca doa setelah bangun dari tidur lalu tatapan Ken beralih pada istrinya yang masih tidur meringkuk seperti bayi di sampingnya dengan perut yang sudah mulai membuncit.

Di usapnya pipi mulus istrinya, menundukkan wajahnya ke arah telinga istrinya kemudian membisikkan sesuatu di sana.

"Bangun sayang...."

"Hem ...."  Naima hanya menggeliat sebentar lalu melanjutkan kembali tidurnya.

Ken tertawa kecil melihat tingkah istrinya yang bertingkah lucu itu, tangannya bergerak mengusap perut istrinya yang sudah membuncit. Berganti membisikkan sesuatu pada calon anaknya itu.

"Bangunin Bundanya, Dek," pinta Ken yang tanpa di duga langsung di respon oleh anaknya berupa tendangan yang cukup keras.

Merasakan tendangan kuat dari bayi dalam kandungannya membuat Naima bangkit, matanya menyorot jengkel ke arah Ken.
"Shubuh sayang, waktunya sholat. Tidurnya bisa di lanjut nanti lagi." Ken dengan lembut mengusap puncak kepala istrinya.

Naima akhirnya mengangguk, lalu bangkit bersama Ken menuju kamar mandi.

Selesai berwudu dan membersihkan diri, Ken bersiap menuju masjid dengan pakaian taqwanya. Sedangkan Naima menggelar sajadah di dekat ranjang tidur mereka.

***

Minggu pagi Ken manfaatkan untuk berolahraga, hanya hari libur seperti ini Ken bisa menyegarkan tubuhnya dengan berolahraga seperti joging keliling kompleks.

Ken tidak sendirian karena Gibran ikut berolahraga. Bocah itu sangat bersemangat melakukan olahraga katanya ingin memiliki tubuh atletis dengan roti sobek seperti dirinya.

"Yah, perut Gibran kok belum ada kotak-kotaknya? Padahal kan Gibran rajin olahraga." Gibran mengangkat tinggi-tinggi kaus oblong yang sedang di pakainya, memperlihatkan perut ratanya tanpa ABS.
Ken terkekeh melihat anaknya yang terlihat kesal karena usahanya belum berhasil.

"Gibran masih kecil nanti kalo sudah besar juga punya, olahraganya lebih rajin lagi. Ayah juga gitu, setelah rajin olahraganya baru deh punya perut kotak-kotak kayak gini!" kata Ken.

Gibran mengangguk-anggukan kepalanya. Sebuah tekad kuat dalam benaknya sudah ia rancang sebaik mungkin untuk mewujudkan mimpinya memiliki tubuh yang atletis seperti ayahnya.

Ken melambatkan larinya, memperhatikan anaknya dari kejauhan yang terlihat sangat bersemangat dalam berolahraga. Ia tersenyum senang, Gibran anak yang pintar dan pekerja keras. Dia tidak akan mudah menyerah dalam mewujudkan cita-citanya itu dan dia juga tidak suka menyusahkan orang lain, jika bisa dia kerjakan sendiri maka dia tidak akan meminta bantuan orang lain.

"Ayo, Yah! Kita balapan lari, siapa yang sampai rumah duluan dia lah pemenangnya dan yang kalah harus di hukum!" teriak Gibran dari kejauhan.

Ken mengangkat jempolnya, menyanggupi tantangan anaknya itu, kemudian ia menyusul Gibran yang sudah berlari cukup jauh.

Sampai di halaman rumah Ken langsung meraih botol minum yang sudah di sediakan Naima di meja teras depan, meneguknya dengan rakus.

Bidadari Salju [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang