19. Pesan Misterius

3.8K 355 3
                                    

Assalamualaikum, semuanyaa...
Ken & Naima balik lagi.
>•<
Happy reading.
°°°
Sesuatu yang berlebihan itu tidak baik, termasuk rasa kecewa yang terlalu dalam.
❄❄❄

Hujan turun ketika Ken keluar dari restoran, ekspresi kecewa tergambar jelas di wajahnya. Ternyata seperti ini rasanya patah hati, pantas saja dulu Raddan, sahabatnya sampai frustasi dan hampir gila saat istri tercintanya itu meninggalkannya.

Rasanya sakit tapi tak berdarah, lukanya akan semakin susah di sembuhkan. Jika seperti ini rasanya, lebih baik ia terluka parah di bagian tubuhnya dari pada hatinya yang terluka. Jika tubuh luarnya yang sakit maka obatnya sudah pasti ada di rumah sakit, tapi sakit hati apa obatnya?

Langkahnya ia hela tak tentu arah, selama ini hidupnya tidak pernah ia tata rapih. Namun sekarang di saat mimpi indah sudah ia rajut dan persiapkan sebaik mungkin, rencananya tak sejalan dengan takdir.

Ia berhenti di depan masjid Ar-rahman, masjid berkubah emas itu tampak sepi. Wajar sepi karena waktu isya sudah lewat sedari tadi, ia memutuskan melangkah memasuki masjid itu. Mungkin ini jawaban dari segala gundah gulananya, mengadukan segala masalah pada Sang Maha Pencipta adalah solusi terbaik. 

Masuk ke dalam masjid Ken mengambil wudhu, menunaikan sholat tahajud. Sholat membuat hatinya tentram kembali, di setiap hembusan napasnya ia beristigfar meminta keteguhan hati pada-Nya.

Lalu ia meraih tasbih berzikir menyebut asma Allah, berusaha menghilangkan sejenak masalah yang tengah menimpanya. Saat ini waktunya akan ia gunakan untuk bermunajat pada sang khalik. 

"Allahuakbar ... allahuakbar ... allahuakbar…."

"Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah. Telah memberikan hamba ketenangan hati."

Selesai sholat Ken melangkah maju, menatap rintik hujan yang semakin deras. Tanpa payung ataupun pelindung untuk kepalanya, Ken melangkah santai di bawah guyuran hujan berharap luka yang masih setia tinggal di hatinya hanyut terbawa air hujan.

***

Naima teringat akan janjinya dengan Ken, merilik arloji yang ada di pergelangan tangannya. Matanya membulat sempurna melihat jarum jam telah menunjukkan pukul dua belas malam. 

"Mau kemana kamu, Nai?" tanya Frans yang tengah bersandar di kepala ranjang.

"Pulang!"

"Tapi aku masih sakit Nai," cegah Frans, tangannya bergerak menahan pergelangan tangan Naima agar tidak pergi.

"Lepas. Aku harus menemui suamiku?!" tegas Naima seraya menyentakkan cekalan tangan Frans.

"Nggak. Aku butuh kamu di sini! Dia nggak butuh kamu?!"

"Tau dari mana kamu?"

Frans sedikit gelagapan, kemudian ia menormalkan ekpresinya seperti semula. "Aku hanya menebak. Sudahlah, kamu temani aku saja. Dia hanya orang baru di hidupmu, tidak ada apa-apanya di bandingkan aku yang sudah lama ada di hidupmu."

"Iya, memang kamu yang lebih lama ada di hidupku tapi dia yang lebih berharga dari pada kamu?!"

Naima bergegas pergi dari sana, ia telah mengingkari janjinya. Satu hal yang sangat ia benci dan kini dirinya sendiri yang melakukan hal itu. Airmatanya berlinang, memikirkan respon apa yang akan di berikan oleh suaminya itu.

Sampai di restoran yang di maksud oleh Ken, Naima menghirup udara sebanyak-banyaknya. Ia harus meminta maaf atas kesalahan yang dengan jelas dan sadar telah ia lakukan. Matanya mengedar menatap sekeliling yang sudah sepi, lampu-lampu restoran pun sudah mati. Di bagian pintu tertulis 'close' ia benar-benar sangat terlambat.

Bidadari Salju [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang