05. Perpustakaan 🍊

35.1K 2.1K 33
                                    

|Part revisi|
.
.

"Mau gue anterin ke kelas?" tanya Arlan seraya membenarkan baju seragamnya yang sedikit kusut.

Dira menggeleng kaku. "Gak usah Kak. Btw, makasih ya--udah mau jauh-jauh jemput gue."

"Oh iya, makasih juga buat kemarin, kalo Kakak gak ada, gue gak tau harus gimana."

Arlan berpikir sejenak, memahami maksud yang Dira lontarkan. Tak lama dia menjawab, "Hm, sama-sama...gue duluan."

Dira mengacungkan jari jempol, memandangi kepergian Arlan yang berjalan menyurusi koridor. Dilihat dari belakang saja, aura laki-laki itu benar-benar kuat, bahkan saat berduaan di mobil tadi, Dira hanya diam membeku saking gugupnya.

🍊🍊🍊

Pembelajaran akan dimulai sekitar sepuluh menit lagi. Dira mempercepat jalannya agar sampai ke perpustakaan sebelum bel berbunyi. Dirinya benar-benar sial kali ini, buku paket biologinya malah tertinggal di atas meja belajar di rumahnya. Mau tak mau Dira harus meminjam ke perpustakaan, itupun jika bukunya masih tersedia di sana.

Dira masuk pelan-pelan, kondisi ruangan perpustakaan ini sepi sekali.

Meneliti setiap tulisan yang ada di atas rak, mata Dira berbinar kala melihat satu jeretan buku biologi dari kelas sepuluh sampai kelas dua belas.

Sosok laki-laki jangkung duduk santai sambil memainkan pulpen di sela-sela jari tangannya, mendengar ada suara langkah kaki, perhatiannya lantas terbagi. Dia memandang lekat siapa manusia yang baru saja datang, Damar dapat memastikan manusia itu adalah seorang perempuan.

"Nahh ketemu!" pekik Dira, senang. Segera dia meraih buku biologi kelas sepuluh itu, memeluknya erat.

"Sst, jangan berisik." Damar menegur.

Dira mengerjap, tubuhnya refleks berbalik saat gema bass itu menjalar di indra pendengarannya. Netra Dira menemukan laki-laki yang mungkin diperkirakan seumuran Kevin duduk anteng di kursi.

"Perasaan tadi gak ada orang deh." Dira membatin.

"Maaf ya Kak, kalo keganggu," ujar Dira membungkuk sopan.

Bunyi bel pertanda jam pertama sudah berdentang. Dira cepat-cepat keluar setelah melirik sekilas laki-laki yang dia ketahui sebagai kakak kelasnya.

"Cewek itu murid baru?"

🍊🍊🍊

"Gilaaaa, tu guru gak peka banget, masa nilai ulangan harian gue dikasih lima puluh, padahal gue cuma telat dua menit doang!" kesal Amy, mengingat kejadian di kelas beberapa menit lalu membuatnya bad mood bukan main. Ulangan harian Geografi miliknya hanya mendapat angka lima saja, padahal sembilan puluh persen Amy yakin kalau jawabannya nyaris benar semua. Soalnya'kan, Amy sempat 'mengintip' jawabannya di buku catatan.

"Syukuri apa yang ada~" senandung Raya, mencoba menghibur.

Amy semakin cemberut, menumpu dagunya menggunakan sebelah tangan seraya mengaduk-aduk bakso yang belum tersentuh sama sekali.

Dira terkekeh. "Gak papa My, lain kali--lo lebih gercep lagi ngumpulin kertas ulangannya."

Rain berlagak kepala, setuju. "Bener tuh, lagian nilai kita beda tipis kok," sahutnya. Mereka berdua memang satu kelas sekaligus satu jurusan yaitu 10 IPS 2, sedangkan Dira dan Raya jurusan 10 IPA 1.

"Hm, yelah." Amy bergumam.

.

"Itu adek lo Vin, kita ke sana?" tanya Boby. Mengarahkan pandangannya ke meja kantin yang diisi Dira beserta teman-temannya.

Davin mengangguk. Dia melenggang santai diiringi Boby, Agy dan Arlan di belakangnya.

"Dek."

Dira mendongak, tersenyum simpul. Menatap mereka satu persatu. "Bang Kevin kok gak sama Abang?"

Davin menyentuh pipi Dira, menyelipkan anak rambut gadis itu ke belakang telinga. "Dia kan punya temen sendiri. Gak mungkinlah ngikutin kita-kita mulu," ujarnya seraya duduk di bangku yang tersisa.

Dira menyengir.

"Paling Bang Kevin lagi sama Rendy," lanjut Davin.

Dira mengalihkan atensinya, merasa diperhatikan oleh kakak kelasnya yang dia ketahui bernama Boby. "Ada apa Kak?"

Boby gelagapan. "Enggak Ra, enggak ada. Gue cuma menganggumi ciptaan Tuhan doang, hhe."

Agy yang berada di samping meralat omongan laki-laki itu. "Hilih. Bilang aja lo terpesona!"

"Sadar diri Bob, lo udah punya pacar!" tekan Agy.

"Gue tau Gy, tapi apa salahnya gue kagum? Mendingan nih ye, lo cari cewek gih, masa sampe sekarang masih jomblo aja."

Davin mengabaikan obrolan keduanya. "Kamu makan apaan?" Mata Davin menyipit. "Kayanya pedas tuh?"

Dira mengumpat dalam hati. "En—nggak Bang, ini bukan punya aku. Inikan punya Raya!" ujarnya, mendorong semangkuk bakso ke depan Raya.

"Iyakan Ray?" Dira tersenyum, mengode. Di bawah meja, Amy dan Rain juga ikut menjinjak kaki Raya supaya gadis itu paham. Tadi malam, Dira banyak bercerita tentang keposessive-an kedua kakak laki-lakinya, maka dari itu keduanya mengerti situasi.

Raya meringis, melotot sebentar kepada kedua makhluk yang menginjak kakinya, lalu dia mengangguk. Menyingkirkan piring batagornya yang sudah habis. Kemudian memanfaatkan kesempatan, dia memakan bakso milik Dira dengan tenang.

"Terus kamu makan apa?" tanya Davin, alisnya berkerut.

"A-ak-aku, belum mesen sih. Lagi bingung mau pesen apa."

Dira tidak tahu lagi dia berbohong yang entah keberapa kali.

.
.
.
Tbc

Tgl publis awal **/Juni/20
Tgl revisi 14 Juli 21

ARLANDIRA (OTW REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang