Jam menunjukan jam sepuluh malam. Kafe Dimas sudah tutup. Hanya tinggal dua orang yang berada di kafe tersebut. Nuca dan Dimas.
Nuca pamit pada Dimas sambil memakai jaket hitam kulitnya. "Aku pulang kak." Dimas hanya mengangguk sambil menatap Nuca.
Dimas kenal dengan Nuca karena dia adalah pacar adiknya yang sudah meninggal. Dimas sudah menganggap Nuca sebagai adiknya sendiri. Dimas juga sudah merelakan adiknya yang sudah pergi satu tahun lalu. Itu lebih baik jika dia hidup dalam rasa sakit. Dimas yakin, Della sudah tenang di alam sana.
Dimas mengerti Della sangat berarti untuk Nuca. Karena Della adalah cinta pertama Nuca orang pertama yang menemaninya di kala Nuca sedih karena kedua orang tuanya harus berpisah. Della yang selalu ada untuk Nuca. Della adalah tempat Nuca bercerita. Della tempat Nuca berkeluh kesah.
Dimas yakin, Della di atas sana akan merasa sedih jika melihat Nuca yang tidak bisa hidup bahagia selepasnya Della pergi. Nuca harus membuka hati untuk gadis lain. Gadis yang menyukai Nuca dengan caranya sendiri. Gadis yang menyukai Nuca karena kepolosannya. Siapa lagi kalau bukan Clara. Melihat Clara Dimas teringat adiknya. Meskipun adiknya lebih kalem dari pada Clara. Mereka berdua menyukai Nuca dengan caranya sendiri tapi tetap rasa sayang mereka tulus pada Nuca. Dimas bisa melihatnya dari tatapan Clara pada Nuca.
Dimas tahu, Nuca bersikap dingin pada Clara. Tapi Dimas juga tahu kalau Nuca sudah mulai mengkhawatirkan Clara terlihat bagaimana Nuca mengejar Clara ketika Clara pulang begitu saja dengan raut sedih.
Nuca mulai menyukai Clara tanpa dia sadari. Dimas hanya ingin Nuca tidak telat untuk menyadari perasaannya pada Clara sehingga membuatnya kehilangan Clara.
"Nuca." Panggil Dimas yang mengejar Nuca sampai parkiran.
"Iya kak." Ucap Nuca sambil membuka kembali helmnya.
"Bisa kita bicara sebentar." Nuca menyanggupi permintaan Dimas dan mengikutinya kembali masuk ke dalam kafe.
"Mau bicara apa kak?"
"Tentang Clara." Jawab Dimas singkat. Ada perubahan raut eskpresi pada wajah Nuca.
"Kenapa Clara?"
"Kamu tahu kan? Clara menyukaimu?" Tanya Dimas. Nuca hanya mengangguk mendengar pertanyaan Dimas.
"Dia gadis baik. Cobalah bersikap lebih hangat padanya. Aku tahu kamu masih menyukai adikku tapi Della sudah tidak bersama kita lagi. Dia sudah ada di tempat yang lebih baik. Dan kakak yakin dia sedih melihatmu jika kamu tidak mau membuka hati untuk gadis lain. Hidup terus berjalan Nuca, begitupun cinta. Cinta bisa datang dan pergi. Jadi sebelum kamu kehilangan orang yang mencintaimu sepenuh hatinya jangan buat dia pergi. Agar kamu tidak menyesal di kemudian hari." Dimas menjeda kalimatnya dengan menghembuskan napasnya pelan. Memberi waktu untuk Nuca agar memikirkan perkataannya yang panjang.
"Aku mengatakan ini karena ini juga demi kebaikanmu. Aku sudah menganggap kamu sebagai adikku sendiri." Ucap Dimas sambil menepuk pundak Nuca.
Di perjalanan pulang Nuca memikirkan ucapan Dimas. Dia teringat wajah Clara yang tersenyum padanya dan wajah sedihnya di sore hari. Nuca melajukan motornya dengan kecepatan tinggi karena jalan sudah mulai lengang. Nuca ingin memastikan hatinya kembali.
Dia melajukan motornya ke rumah Clara. Nuca tidak tahu kenapa hampir tengah malam dia mau ke rumah Clara. Mungkin dia sekarang sudah tidur. Nuca berhenti tepat di depan rumah Clara. Sebagian lampunya di matikan. Tapi ada lampu yang masih menyala.
Semesta sedang berpihak pada Nuca. Clara belum tidur dia keluar dengan memakai piyama birunya. Dia berdiri sambil melihat suasana malam di balkon rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Beautiful Youngest Sister
Teen FictionFOLLOW DULU SEBELUM BACA! SEQUEL THE BEAUTIFUL CEO (CERITA PUTRI BUNGSU SYESIL DAN CHANDRA) #2 acak (23 Juni 2020) #1 ceritapendek (08 Oktober 2020) Adinda Pradipta Clara Wijaya putri bungsu dari seorang artis ternama dan bermulti talenta Pradipta C...