8 | Ekspektasi

8.2K 1.2K 213
                                    

"Rawon..."

Abel bergulingan di kasurnya seraya mengamati video di layar ponsel. Udara pukul empat pagi masih membuatnya bergelung di dalam selimut.

"Rumit ya," gumamnya pada diri sendiri, lalu menyipit pada sebuah bumbu yang berbentuk seperti batu. "Ini...apa? Keluak? Gimana caranya...Oh iya, dulu Sekar pernah kasih tahu..."

Abel meringis kala mendapati bahan yang kurang familiar itu. Salah satu masakan yang disukai Leah adalah rawon, dan dia ingin mencoba memasak itu hari ini.

Abel menutup ponselnya dan berguling telentang, memandangi langit kamar yang masih tampak remang. Dia belum juga mendapatkan tutor memasak seperti Sekar. Abel berdecak pelan, lalu memutuskan mengawali pekerjaan untuk hari ini.

==

Abel selalu merasa risih pada kaca seukuran orang dewasa yang dipasang Alwa-salah satu anak Dhalung- di lorong basecamp. Seperti biasa, Abel akan melewatinya tanpa menoleh.

Siang ini, basecamp lebih ramai daripada biasanya. Abel meletakkan bawaannya di meja rendah, lalu mengambil tempat di pojok ruangan. Setelah tiga jam pagi harinya disibukkan dengan belajar soal-soal, Abel memutuskan pergi ke basecamp.

"Bawa apa, Bel?" tanya Saka ingin tahu.

"Nasi pecel. Ambil, gih!"

Mendengar nama makanan, berpasang mata langsung menoleh dengan berbinar. Tidak butuh waktu lama anak-anak mengerumuninya dengan heboh.

"Pas banget, gue belum makan siang," tukas Yasa, lalu duduk mendekati Abel seraya menyeret laptopnya.

Ganesh Abiyasa, adalah satu-satunya mahasiswa ekonomi angkatan Abel yang bergabung dengan Dhalung, selain Abel tentunya. Dia lebih dulu bergabung dengan Dhalung, dan menjadi teman dekat Abel di Dhalung selain Saka. Maka tidak heran jika Yasa akrab dengannya.

"Lo tahu nggak? Baru heboh, nih!" Yasa berkata di sela kunyahannya. Ia menunjuk layar laptopnya, yang menampilkan facebook komunitas Dhalung.

Abel mengangguk. "Tentang desainer yang didenda gegara comot font sembarangan itu, kan?"

"Dua belas juta. Gila! Padahal katanya dia udah termasuk desainer senior," ucap Yasa berapi-api.

Abel memutar bola mata. "Umur nggak menjamin seseorang punya kesadaran tinggi untuk menghormati hak cipta. Terus itu, kenapa agensinya angkat tangan?"

Yasa mengangkat bahu. "Nggak ngerti. Dua-duanya salah sih, menurut gue. Ibaratnya, lo bekerja di sebuah agensi. Dia mempekerjakan lo, dia dapat untung dari keringat dan ide-ide lo. Masa ketika lo kena rugi, dia angkat tangan?"

"Tapi aneh. Rudi, Farhan, Nia dan temen-temen yang kerja di agensi pernah bilang kalau mereka punya seksi sortir font, buat menghindari hal-hal semacam ini."

Yasa mengangguk lagi. "Iya, itu bener. Makanya gue kurang setuju aja kalau agensi angkat tangan. Tapi udahlah, yang penting anak-anak Dhalung harus selalu main aman. Baca baik-baik lisensi font yang di-download. Kalau mau beli, di gue aja."

"Halah...iklan terselubung." Abel tertawa.

"Kan jelas aman, terjangkau dan dijamin ori. Bisalah nego kalau sama gue." Yasa memainkan alisnya. "Lumayan buat ngebeliin Rana hadiah pas ultah nanti."

Abel meninju pundak Yasa tanpa basa-basi. "Ati-ati. Udah punya orang."

Yasa menipiskan bibir. Untuk sesaat, lelaki itu mengunyah dalam diam. "Justru karena itu, Bel. Hari pernikahan mereka bakal jadi deadline buat gue bareng sama dia. Jadi sebelum dia bener-bener officially taken, gue mau bikin dia bahagia dengan cara gue."

Colour Palette [Published]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang