26 | Rumah Manda

10.2K 1.4K 512
                                    

"Hai. Gimana keadaannya pagi ini?"

Mita menghadangnya di tengah ruangan.

"Baik," jawab Abel dengan gugup.

"Pusing? Perut sakit?" tanya Mita tidak membiarkan Abel lepas dengan mudah.

Abel menggeleng.

"Good. Ada obat yang harus diminum sesuai jam, kan?" tanya Mita yang dijawab Abel dengan mengangguk.

"Bagus. Nanti kita sarapan bareng-bareng." Mita tersenyum padanya, lalu menjauh seraya menempelkan ponsel ke telinga. "Jadi buat gaun yang dipesan kemarin..."

Abel merapatkan kardigannya dengan canggung, lalu berjalan ke taman kamboja. Namun begitu memasuki dapur, ia melihat Nugi sedang sibuk di sana. Lelaki itu mengenakan apron hitam dengan serbet menggantung di pinggang. Tangannya sedang mengiris jamur kancing dengan kecepatan yang membuat Abel merinding sendiri. Jika Abel yang melakukannya, ia yakin potongan jamur itu akan bercampur dengan jemarinya.

"Omelet? Sandwich?" Nugi menatapnya sekilas sebelum kembali fokus pada pekerjaannya.

"Gue makan di luar aja."

Gerakan pisau Nugi berhenti ketika ia mengangkat wajah.

"Gue kira Manda bawa lo ke sini salah satunya adalah buat menjaga apa-apa yang lo makan," ucap Nugi. "Nggak ada gunanya kalau lo tetap makan di luar."

Abel menggigiti bibirnya dengan gelisah, namun menghentikannya kala sadar jika Nugi akan menegurnya jika lelaki itu tahu.

"Apa pun yang dibikin," ucap Abel pada akhirnya. Alih-alih melanjutkan pergi ke taman kamboja, Abel meletakkan laptopnya. "Bisa bantu apa?"

Mendengarnya, pisau Nugi berhenti sekali lagi. Manik kelam itu menatap Abel beberapa saat sebelum menunjuk sekeranjang penuh buah dengan ujung pisau.

"Iris sayuran, apa buah?"

"Ng...buah." Abel menarik keranjang buah-buahan, tapi tetap melirik pada Nugi yang kembali bekerja di hadapannya. "Jadi, mau masak apa?"

"Omelet," jawab Nugi singkat. "Fokus, Bel."

Abel mematuhinya. Sebab, pisau buah ini sepertinya benar-benar tajam. Untuk sesaat, keduanya bekerja dalam diam. Satu-satunya suara yang memecah keheningan hanyalah dengung mesin cuci di sudut ruangan.

Abel melirik Nugi sekilas. Lelaki itu tampak fokus pada bayam rebus yang kini sedang dicincangnya.

"Gi?"

"Hm?"

"Kalau gue ngontrak di sini, gimana?" tanya Abel pada akhirnya.

"Maksudnya?" tanya Nugi tanpa mengangkat wajah.

"Ngeganti seluruh hal yang gue dapat di sini dengan uang...atau apa pun yang nilainya sebanding." Abel mengeluarkan kegelisahannya. "Ini terlalu banyak buat gue."

"Oh...kepikiran itu rupanya," gumam Nugi masih tanpa memandangnya. "Jangan dipikirkan, Bel."

Abel menggigiti bibirnya dengan gelisah. "Tapi gue ngerasa nggak enak--"

Nugi meletakkan pisaunya hingga Abel terdiam.

"Mereka berharap lo cepat sembuh, Sabela. Manda berusaha menjamin kesehatanmu agar proyeknya bisa berjalan lancar," ujar Nugi. "Imbalan lo buat mereka, cukup dengan tetap baik-baik saja."

Abel menelan ludah ketika tatapan Nugi terasa menusuk.

"Dan berhenti gigit-gigit bibir begitu," gumam Nugi kembali mengiris bayamnya. "Nanti berdarah lagi."

Colour Palette [Published]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang