38 | Tentang Penebusan Dosa

12.4K 1.8K 1.1K
                                    

"Mual bagaimana?" tanya dokter.

Abel merasai tubuhnya sendiri, lalu menggeleng.

"Bagus." Dokter itu tersenyum kecil. "Perhatikan waktu sarapan. Jika semuanya baik-baik saja, sore nanti bisa pulang."

Abel mengangguk sopan. "Terima kasih."

"Kabar baik, kan?" ucap Mita berbinar. "Sebentar, ya. Ada yang perlu aku tanyakan sama dokter."

Abel mengangguk lagi, dan Mita keluar. Meninggalkan Abel berserta beberapa anak PE yang berkumpul di sofa.

"Beneran baik-baik aja?" tanya Gardan, lalu mengacungkan jemarinya. "Ini berapa?"

"Dua," jawab Abel singkat.

"Ruasnya?"

"Enam."

"Kuman-kumannya?"

Abel mendengkus geli, dan Gardan nyengir. "Ngomong-ngomong, Nugi mana? Kayaknya dia nggak pernah ke sini."

"Cuma waktu nganterin Abel doang," jawab Gaby sambil mengupas kacang rebus. "Dasar bego anak itu. Bego banget. Be.go.ba.nget!"

"Dia butuh waktu, By. Lo tahu sepucat apa dia, kan?" tukas Raka. "Sini suapin daripada kacangnya dilempar-lempar gitu!"

"Iyuuh!" Gardan mengernyit jijik kala Gaby mematuhi Raka, lalu berdecak pelan. "Tapi itu bikin gue lega. Setelah sekian lama lihat dia luntang-lantung kayak manusia yang hidup segan mati tak mau, ngamuk gitu justru lebih baik. Udah lama nggak lihat Nugi ngamuk. Sekalinya ngamuk matahin lengan orang, eh?"

"Emang gayanya begitu dari dulu. Nggak banyak bicara, langsung serang," tukas Raka. "Nggak asik diajak main-main--aduh! Apasih?"

Raka menggosok lengannya yang disikut Gaby kuat-kuat. Gaby melotot, lalu melirik ke arah Abel yang mendengarkan semuanya dalam diam.

"Eh...maaf, Bel--kami nggak maksud--" Raka menggaruk kepalanya dengan bingung. "Pokoknya, itu udah cerita lama."

Gardan mengangguk cepat-cepat. "Kami yang sekarang udah jinak kok, Bel."

Abel tersenyum kecil. Jujur saja, tidak nyaman ketika mendengar mereka bercerita tentang kekerasan seolah itu adalah hal yang menyenangkan. Mungkin jika Abel bukan salah satu korban bully, dia juga akan mendengarkan masa lalu Nugi dengan penuh ingin tahu. Tapi rasa itu jauh, jauh lebih kecil dibandingkan rasa tenang karena keberadaan mereka.

Ini adalah hari ketiganya di sini. Selama dua hari kemarin, Abel menghabiskan waktunya mendetoksifikasi sisa-sisa obat yang ada di dalam tubuhnya. Sebab kata Raka, obat yang diminumkan padanya adalah salah satu jenis obat bius yang ilegal. Efeknya melemahkan fisik dan kesadaran. Pada dosis yang lebih tinggi, Abel bisa benar-benar tidak sadar.

Ketika ia bangun pagi itu, Nugi sudah tidak ada. Lelaki itu tidak muncul lagi sampai sekarang.

Mungkin, benar apa yang dikatakan Leah. Mungkin, hidupnya penuh kesialan karena dirinya adalah anak yang lahir dari perbuatan dosa.

Bayangkan saja, dia kehilangan ibu dengan cara yang tragis. Dibawa ke rumah besar Permadi hanya untuk diasingkan dan menjadi tawanan, menjadi korban bully dari kecil hingga kuliah, nyaris mati kelaparan karena tidak bisa membeli makan, dicap pelacur oleh keluarga dan kolega kerjanya, ditinggal menikah, menjadi obyek penebus dosa, dan nyaris diperkosa oleh mantan atasannya sendiri.

Mungkin, sebenarnya Arvin beruntung tidak menikahinya.

"Sabela Nawandini bukan eksistensi yang salah di alam semesta."

Colour Palette [Published]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang